17. Berdua

1K 49 2
                                    

Aku harap kebahagiaan kamu bersama aku tidak pura-pura.

📖📖📖

"Aku akan pergi, kalau kamu yang lebih dulu pergi dari aku." Revan mengelus pipi Rahel lembut.

Rahel menatap Revan lekat. "Aku gak akan pergi dari kamu, Revan. Karena aku gak mau kamu pergi dari aku."

Revan tersenyum ke arah Rahel dengan tulus, kemudian ia memeluk kekasihnya itu.

Rahel melepaskan pelukannya dengan Revan. "Aku laper," kata Rahel sedikit merengek.

"Ih, manja." Revan menyentil pelan hidung Rahel. Ia menggenggam tangan Rahel untuk pergi ke rumah makan yang berada di dekat danau. Sebelumnya, Revan mengembalikan gitar yang ia gunakan tadi kepada pemiliknya.

"Oh, jadi gitarnya kamu pinjem?" tanya Rahel.

"Awalnya mau beli, tapi gak keburu. Nanti kamunya pergi karena bosen nunggu."

"Aku gak akan pergi karena alasan bosan."

"Harus, dong. Aku kan gak ngebosenin."

Rahel mengayun-ayunkan tangannya yang masih saling bertautan dengan Revan sampai mereka masuk ke rumah makan.

"Kamu mau makan apa? Jangan yang pedes-pedes." Revan mempersilakan Rahel duduk, setelah itu barulah ia duduk tepat di depan Rahel.

"Mbak!" panggil Revan pada pelayan rumah makan itu.

"Mau pesan apa, Mas?" tanya pelayan itu ketika menghampiri mereka.

"Nasi goreng ayam," jawab keduanya bersamaan. Seketika mereka tertawa karena hal itu.

"Jodoh kali, ya?" tanya Revan.

"Kenapa gak dipacarin aja, Mas?" tanya pelayan itu yang berhasil membuat Revan dan Rahel menatapnya bingung.

"Kita udah pacaran, Mbak." Lagi-lagi keduanya menjawab secara bersamaan.

"Oh, ganti pertanyaannya. Kenapa gak dinikahin, Mas?"

"Masih sekolah, Mbak. Jangan kepo, deh," jawab Revan yang sudah mulai terlihat kesal. Rahel menutup mulutnya karena menahan tawa.

"Saya gak kepo, Mas. Saya cuma nanya." Pelayan itu juga terlihat tidak mau kalah.

Revan menghembuskan nafas pelan, kemudian memutar bola matanya malas. "Siapin aja pesanan saya, Mbak. Ini udah laper tingkat dewa!"

Pelayan itu mengangguk, kemudian pergi untuk menyiapkan makanan mereka.

"Kenapa, Revan? Kesel, ya?" tanya Rahel, masih berusaha menahan tawa. "Gitu keselnya aku kalau ngomong sama kamu yang susah banget buat serius."

"Ya, udah. Gak usah ngomong sama aku kalau gak mau kesel." Revan menopang dagu dengan kedua tangannya.

"Ih, ngambekan." Rahel tertawa sambil mengacak rambut Revan. "Kamu gak cocok kalau ngambek. Wajah kamu gak mendukung."

"Cocoknya apa?"

"Dingambekin."

Revan tertawa kecil mendengar jawaban Rahel. "Asal jangan dingambekin sama kamu."

She is RahelWhere stories live. Discover now