27. Hurt

853 40 0
                                    

Apa pun yang terjadi, ingatlah bahwa ada aku di sini.

***

Kini, Pak Andi menatap Revan lekat. "Saya sudah merencanakan hal ini dari awal, Revan. Kamu tidak perlu terkejut seperti ini."

"Om, tapi--"

"Seharusnya kamu sadar bahwa ada yang lebih pantas untuk Rahel. Dan orangnya bukan kamu, Revan, tapi Glenn. Glenn jauh lebih baik untuk Rahel dari pada kamu."

Revan menunduk. Ia mencoba untuk mencerna dengan baik ucapan Pak Andi.

"Kamu lihat diri kamu. Kamu siapa? Apa gunanya kamu? Apa kamu bisa membahagiakan Rahel? Atau, kamu hanya bisa membuat Rahel menyesal karena pernah mencintai kamu." Pak Andi melanjutkan ucapannya.

"Saya percaya kalau Rahel benar-benar mencintai saya, Om." Revan mendongak agar bisa menatap Pak Andi.

"Kalau begitu, apakah Rahel percaya kalau kamu bisa berubah?" tanya Pak Andi. "Kamu itu berandal, Revan. Saya yakin, Rahel tidak sepenuhnya percaya sama kamu."

Deg.

Jantung Revan kembali berdegup cepat. Hatinya terasa sakit, bahkan lebih sakit dari tusukan pisau.

"Saya gak punya banyak waktu." Pak Andi melirik jam tangannya. "Saya harus pergi ke kantor sekarang."

"Om," panggil Revan. Hal itu berhasil membuat Pak Andi mengurungkan niatnya untuk beranjak dari sofa. "Maaf kalau saya lancang, tapi jangan Om pikir saya akan melepaskan Rahel karena hal ini."

"Jangan kamu pikir juga, saya akan membiarkan kamu dekat dengan anak saya terus. Semua tidak akan bertahan lama, Revan. Apa pun akan saya lakukan agar Rahel bisa melepaskan kamu," ujar Pak Andi sembari berdiri dari tempat duduknya. "Saya sibuk, Revan. Belum waktunya saya meladeni kamu."

Revan memaksakan senyumannya lantas berdiri dari duduknya. "Makasih untuk waktunya, Om. Dan, makasih karena udah menjadi ayah yang luar biasa untuk Rahel. Saya permisi."

Pak Andi hanya menatap kepergian Revan dengan tatapan yang sulit diartikan.

***

"Nih, udah selesai." Rahel menyodorkan bukunya kepada Glenn. Setengah jam yang lalu, Glenn menyuruh Rahel untuk mengerjakan soal matematika sebanyak 10 nomor dan Rahel bisa mengerjakannya dengan cukup cepat.

"Cepet banget." Glenn tersenyum.

"Gue bisa pulang sekarang gak?"

Glenn menatap Rahel bingung. Selama belajar dengannya, baru kali ini Rahel meminta izin untuk pulang lebih awal. "Loh, ini baru setengah lima."

"Ya, udah." Rahel kembali duduk, lalu mengeluarkan ponsel dari dalam tas. Ia berniat untuk menghubungi Revan.

"Halo, Revan."

Mendengar nama Revan disebut, Glenn mengalihkan pandangannya ke arah Rahel.

"Iya?"

"Di mana?"

"Jalan."

"Kenapa baru angkat telepon aku? Chat aku juga gak dibales." Rahel melirik ke arah Glenn yang sedang menatap ke arahnya, namun ia berusaha untuk tidak peduli.

She is RahelWhere stories live. Discover now