30. Never

840 40 0
                                    

Aku tidak akan pernah pergi.

Aku janji.

***

"Kalau bakalan kayak gini, kenapa aku harus bangun? Kenapa gak mati aja sekalian?!" Rahel terus memberontak. Ia tidak bisa menerima kenyataan ini. Ini terlalu berat.

"Jangan ngomong gitu." Revan memperingatkan. "Kamu boleh bersedih, tapi jangan sampai kamu putus asa. Hidup kamu harus berlanjut. Masih banyak yang butuh kamu, termasuk aku."

"Aku udah gak bisa apa-apa, Van," lirih Rahel. "Aku gak berguna."

"Ini gak akan lama, Hel. Kamu pasti bisa jalan lagi. Aku yakin." Revan melepaskan pelukannya, lalu menghapus air mata Rahel.

Gadis itu hanya bisa membekap mulut-mencoba untuk menerima kenyataan bahwa mulai hari ini, dia tidak bisa berjalan lagi. Rahel tidak tahu sampai kapan harus seperti ini-dan yang dia selali adalah ketika dia harus merepotkan orang-orang sekelilingnya dengan kondisinya seperti ini.

Air mata gadis itu terus mengalir, sehingga membuat Revan tidak kuat melihatnya. Revan sadar akan kelemahan terbesarnya, yaitu ketika ia melihat Rahel menangis.

Gue gak bisa kayak gini. Gue harus kuat. Jangan jadi lemah di depan Rahel, batin Revan-berusaha menguatkan dirinya sendiri.

Pemuda itu menegakkan badannya dengan tidak henti-hentinya mengusap rambut Rahel. Sebelah tangannya terkepal erat.

"Rimba," ucap Revan, sangat pelan-bernada geram.

Revan bergegas keluar dari ruangan sehingga ia meninggalkan Rahel yang masih terisak. Ia melihat Mira sedang bersandar di tembok sambil menangis juga.

"Jagain Rahel," kata Revan.

Mira segera menghapus air matanya saat melihat raut wajah Revan yang tidak biasa. Pemuda itu terlihat sangat emosi. "Lo mau ke mana?"

"Sebentar."

"Rahel gak akan suka kalau lo pergi buat balas dendam."

Revan menatap lurus ke arah Mira. "Kalau gitu, jangan sampai Rahel tahu."

Ingin sekali Mira menahan Revan, namun ia sadar kalau dirinya tidak mempunyai hak apa-apa atas Revan. Mira hanya bisa menatap kepergian Revan, lalu mengambil ponsel untuk menghubungi seseorang.

"Halo, Fi. Gue butuh bantuan lo."

***

Motor Revan berhenti tepat di depan beberapa orang yang sedang bermain kartu. Semua pandangan tertuju ke arahnya.

Revan memarkirkan motornya, lantas menatap mereka yang ada di situ dengan sorot mata tajam. Pemuda itu mengambil sebotol bir yang ada di atas meja, lalu meneguknya sampai habis.

"Brengsek!" seru Revan, lantas melempar botol bir itu ke sembarang arah, sehingga membuat mereka yang melihatnya terkejut setengah mati.

Bruk!

Revan menggebrak meja seraya menghamburkan kartu-kartu yang berada di atasnya. Ia menatap satu per satu mereka yang berada di tempat itu.

She is RahelWhere stories live. Discover now