3. Sholawat di Aula (PAD)

7.4K 1.5K 99
                                    

Sholawat di Aula

Sepanjang jalan kenangan ke kampus, orang-orang yang melihatku bergidik. Bagaimana tidak, aku dikira halusi nasi karena mengobrol sendiri, padahal Nael duduk tepat di jok belakang dengan wajah datar seperti triplek. Menyebalkan, tetapi aku sudah janji mengajaknya ke kampus, hanya saja dia itu mulai menunjukkan kebawelannya. Nael bertanya banyak hal, kali ini perihal meninggalnya Mami, mendadak aku sedih.

"Mami meninggal karena sakit."

"Oh."

Hanya oh, astaga, ya ampun, jahatnya setan satu itu. Baik, tetap tenang dan tampan, sabar supaya dapat pacar, meski dia sudah membuat hatiku hancur dengan pertanyaannya, dasar tidak punya hati. Beruntung tidak kulempar ke lubang hidung kudanil.

"Terus, lo mati karena apa? Eh, meninggal maksudnya." Kini giliranku yang bertanya.

"Kecelakaan."

"Tepat di lampu merah?"

Nael mengangguk, kasihan padahal masih muda. Jadi ingat kalau aku yang ada di posisinya, pasti juga akan menjadi hantu ganteng gentayangan.

"Lo jomblo?" Nael bertanya dengan nada biasa, tetapi sungguh terdengar mengejek di telingaku. Mendadak ingin buang angin supaya dia merasakan bom dariku.

"Iya, gue singel. Jujur, banyak yang mau sama gue, tapi gue takut kalau nerima salah satu dari mereka, pada insecure lihat kegantengan gue," jelasku dengan kepercayaan diri tingkat dewa Neptunus. Semoga saja tidak ada Kuntilanak yang mendengar ini, karena biasanya akan ada cibiran melayang di udara.

"Lo suka sama apa?" Pertanyaan Nael membuyarkan lamunanku.

"Suka sama perempuan, gue normal. Aw!" Kepalaku dipukul olehnya, beruntung masih pakai helm. Sontak, pengendara lain menoleh ketika mendengar aku memekik, hanya sebentar, detik selanjutnya mereka kembali fokus menyetir.

"Lama-lama otak gue bisa geser!" protesku dengan suara keras, mengalahkan bunyi motor vespa kesayangan.

"Emang udah geser. Lagian, gue serius." Si Nael sudah main serius.

"Pertanyaan lo kurang spesifik, El!"

Nael menghela napas kesal, terdengar keras karena suaranya selalu nyaring di telingaku.

"Hobi, makanan favorit, atau ... kelemahan dan kelebihan lo. Gue harus tau."

Dia membuatku semakin curiga, jangan-jangan Nael ingin menjadikan anak Papi yang manis ini sebagai alatnya untuk balas dendam seperti di film-film. Apa barusan aku terdengar seperti orang yang kebanyakan nonton film? Baik, lupakan.

"Kenapa lo nanya hobi dan kesukaan gue? Lo ngajak PDKT? Dih, gue enggak gampangan." Lagi-lagi kepalaku ditabok. Demi apa pun ini termasuk KDPMDH, 'Kekerasan Dalam Pertemanan Manusia dan Hantu'.

"Jawab aja."

Aku mendengkus, dasar tukang maksa. "Hobi gue mungutin sampah, contoh kayak lo."

Kali ini Nael diam, saat dilihat dari kaca spion, wajahnya sudah menahan kesal. Baik, aku tidak ingin kecelakaan karena kemarahannya. Sayang, 'kan, aku masih muda, gagah perkasa, tampan dan belum menikah, jangan sampai senasib dengannya.

Pingguin Anak Duda | ENDWhere stories live. Discover now