26. Bonyok (PAD)

2.7K 866 97
                                    

Bonyok


"Kenapa kalian berantem?" Pertanyaan tidak penting itu sudah dilayangkan dua kali, dan tidak ada yang menjawab antara aku ataupun Sakya.

"Tanya sama anak duda." Jawaban Sakya membuat tangan kembali bergetar ingin memberinya pukulan lagi. Tidak pandang bulu, siapa pun jika menghina Papi, akan kuhempaskan seperti upil.

"Coba tanya aja sama rumput tetangga yang suka bergoyang menggoda." Tidak mau kalah aku juga membalasnya. Parahnya, mengapa Sakya percaya jika kabar yang mengarah pada Papi itu benar, bukankah seharusnya dia percaya pada sahabatnya ini daripada gadis ulat itu? Apa dia sudah tobat setelah lama menjadi playboy?

"Udah, kalian ini tadinya temenan lengket banget kayak dua ginjal. Jangan berantem gitu dong di kampus! Apalagi muka kalian jadi bonyok gitu!" Pak Darto menengahi, meski sama sekali tidak meredakan amarahku.

"Tanggung, Pak, udah di ujung," sahutku seraya mengelap gigi yang berdarah, maksudnya gusi.

"Di ujung maut? Cepat kalian pulang sebelum malaikat Izrail datang!" perintah Pak Darto dengan tegas. Tumben, biasanya lemah gemulai.

Kami pun keluar dari ruangan Dosen, di depan pintu sudah ada Raden yang menunggu.

"Kalian enggak apa-apa?" tanya Raden menatap kami bergantian.

"Sekarang lo tinggal pilih, mau ikut gue atau orang yang bapaknya rebut pacar temen anaknya sendiri!" Sakya langsung beranjak setelah berucap demikian.

"Lo belum tau aja kalau aura cewek lo udah negatif dari awal! Temen gue yang bilang!" balasku tidak mau kalah. Raden yang masih di depanku tampak bingung.

"Lo percaya sama fitnah ini?" tanyaku memastikan pendapat sang sahabat.

"Gue mana tau, mikirin nilai gue aja udah pusing. Lagian ... Om Lingga enggak akan gitu. Ah, tau, deh, daripada gue pusing milih lo atau Sakya, mending gue milih pergi." Raden ikut beranjak setelah menepuk bahuku dua kali.

Apa seperti ini rasanya sendirian, tidak memiliki teman setia yang akan ada ketika kesulitan.

"Ada gue."
Suara khas hantu melewati telinga, membuat bulu hidung berdiri.

"Masa yang setia sama gue hantu?" Ah, apa tidak ada yang lain selain dia? Aku sedang lemas, butuh kasih sayang.

"Kalau gosip yang menyebar sekarang ini itu bener, berarti hidup gue berakhir," kataku pasrah. Hati mengatakan itu tidak benar, tetapi pikiran mempermainkan dengan banyaknya kemungkinan.

"Lo percaya? Gue udah bilang, lo harus waspada." Nael hanya dapat memperingatkan tanpa langsung memberi tahu.

Sebab, dia bilang tidak dapat membaca pikiran Papi karena energinya begitu kuat, sedangkan Hana, Nael tidak dapat membacanya karena aura negatif menghalangi, sayang sekali. Pantas saja Nael sering memperingatkan sebelumnya.

"Sumpah, andaikan masih ada Mami." Memikirkannya membuatku gila.

Aku memutuskan pulang sebelum Pak Darto kembali mengusir, seperti biasa Nael ikut dengan wajah datarnya. Akan tetapi, baru sampai halaman kampus, lelaki berstatus waliku memanggil dengan kaki terpincang-pincang. Tidak sendiri, Papi datang dengan seorang pengendara ojek online yang membantunya berjalan.

"Papi! Papi kenapa?" tanyaku setelah dia sampai di hadapanku.

"Berani kamu nanya Papi kenapa? Kamu yang kenapa, Guinandra?" Papi terlihat sangat marah, sampai napasnya memburu.

"Papi lo kecelakaan di jalan pas denger lo berantem sama Sakya. Kali ini gue baca pikiran Kang Ojol." Nael memberi tahu, sehingga aku tidak perlu bertanya lagi.

"Ayok, kita bicara di rumah." Papi menarik tanganku, wajahnya terlihat sangat gusar. Jangan sampai aku dipecat jadi anak atau disunat ulang.

Di parkiran bersama pengendara ojek online yang membawa Papi, lelaki rupawan itu kembali memaki.

"Apa gunanya kamu lakuin itu, hah? Mau jadi sok jagoan pakai berantem segala? Memang dengan ini bisa bantu selesaiin?!"

"Pi, Papi dituduh hamilin anak orang, kenapa Papi terkesan santai? Apa jangan-jangan ...." Tidak mungkin lelaki kebanggaanku itu benar-benar melakukannya bukan. Namun, kenapa sikapnya begitu terlihat santai saat difitnah menghamili seorang mahasiswi. Dia tidak mungkin senang dengan ini, kan? Dan berpikir ini kesempatannya menikah lagi.

"Pi, Papi enggak beneran–"

"Papi enggak tau. Hana bilang Papi lakuin itu pas enggak sadar," potongnya dengan wajah frustrasi.

"Maksudnya pas kesurupan?" tanyaku memastikan.

"Kalau enggak nambah dosa gue getok kepala lo sampai amnesia, lagi serius jangan dirusak." Nael ikut berkicau. Kan, siapa tahu saja dia kesurupan dan tidak sengaja melakukannya. Apa salahku?

"Mabuk, Guin. Pas ada acara di kantor temen, mereka ngajak Papi minum, tapi perasaan Papi tidur bukan mabuk," jelas Papi terdengar tidak yakin.

"Sejak kapan Papi mau mabuk? Naik kapal goyang-goyang aja muntah," seruku tidak paham dengan pernyataan lelaki itu. Tunggu, jika Papi saja tidak ingat, apa itu artinya dia benar-benar melakukannya?

"Om, kalau mau debat tolong geser sedikit, di sini bau tai kucing." Tukang ojek memberi saran. Kami pun segera bergeser ke tempat lain.

"Sini udah enggak bau?" Papi bertanya seraya melihat sekeliling. Lelaki berjaket hijau itu pun memberi jempol tanda baik-baik saja.

"Lanjut. Terus, gimana ceritanya ada Hana di sana?" Aku kembali pada pembahasan. Sebelum itu, Papi memijit pelipisnya seraya menghela napas berkali-kali, mumpung masih ada oksigen.

"Papi ingat kalau dia dibawa sama temen Papi."

Benar, pasti saudara Hana yang membawanya. "Temen Papi yang namanya siapa? Saudaranya Hana kerja sama Papi?"

"Bukan. Temen Papi itu pengusaha juga, bukan kerja sama Papi."

Lalu siapa yang Hana sebut sebagai saudaranya di kantor Papi?

"Aku pernah lihat Hana ke kantor Papi, terus dia ngapain ke sana?" cerocosku terus bertanya agar memperjelas apa yang sebenarnya terjadi.

"Papi enggak tau kenapa dia datang ke kantor anterin makanan, katanya itu saran dari Sakya. Pas ke rumah bareng Sakya sama Raden juga gelagatnya aneh–"

"Dia ke dapur ambil minum, dia ngapain selain itu?" potongku mengingat ketika Hana datang bersama Sakya dan mengambil minum sendiri di dapur. Saat itu pertama kali Nael bilang auranya negatif.

"Dia ... dia itu–"

"Om, saya di sini ngapain, ya?" Tukang ojek bertanya karena sejak tadi hanya diam membantu Papi yang sedikit pincang untuk tetap berdiri.

"Nonton sinetron azab."

.
.

****

Pengumuman+Bocoran dikit.

Cerita ini itu banyak puzzle ya. Kayak contoh, suka ada kejutan-kejutan yang bikin kalian menebak-nebak.

Contoh pertanyaan yang muncul di benak kalian yang belum terjawab, tentang:

1. Hantu cewek yang di lampu merah
2. Rumor Papi dan Hana
3. Imbalan yang dijanjikan Nael untuk Guinan

Semua akan terjawab satu persatu. Tapiiiii, kejawab di part berapa itu jadi misterinya.

Intinya, aku gemes banget, gregetan pokoknya. Soalnya masih banyak lagi yang bikin aarrrggg.

Intinya setia baca PAD, jadi tau.

Lama enggak update, tapi double up kok.

Pingguin Anak Duda | ENDWhere stories live. Discover now