39. Papi (PAD)

3K 823 66
                                    

Papi


"Pingguin! Guinan! Nandra! Guinandra!"
Teriakan Papi di ruang kerjanya membuatku menghela napas. Mengapa dia menyebutkan semua panggilanku.

Aku keluar kamar dan menemuinya. "Kenapa, Pi?"

"Di rumah Pak RT ada pertemuan warga, Papi enggak bisa datang. Jadi kamu aja, ya?" perintahnya dengan mata sibuk menatap laptop.

"Pertemuan apa?"

Papi hanya memberikan secarik kertas dengan keterangan undangan di balai RT.
Melihatnya sedang sibuk bekerja sampai tidak menatap anaknya, aku pun bergegas ke rumah Pak RT karena jadwal pertemuan itu pagi ini.

"Gue mau ke rumah Pak RT. Lo mau ikut?" Aku bersiap untuk rapat warga mewakili Papi sembari mengajak Nael.

"Ikut, takut lo enggak waras."
Kadang Nael ada benarnya juga.

"Siapa tau dapat gelas cantik." Jiwa emak-emakku keluar

"Lo pikir souvernir nikah?" Nael mendengkus.

"Siapa tau aja dapat kupon liburan ke mana gitu. Kan, lo bisa ikut keliling Indonesia meski udah mati."

Nael menghela napas dengan kasar, baik dia mulai tidak suka dengan obrolan tadi.

Sedikit bersemangat karena pasti ada makanan gratis dan aku akan menjadi yang termuda mewakili Papi. Darah mudaku meronta ingin demo karena Bu RT sangatlah bawel dan tukang gosip.

"Lo ngomong apa aja sama Inara?" Aku membuka percakapan lagi.

"Inara kalut. Dia pengen celakain Auris, tapi enggak bisa karena Auris anak pemilik panti. Lo tau kalau panti kebanyakan anak-anak mulia. Gitu juga Auris yang kejaga sama kemuliaan itu sendiri."

Cerita Nael membuatku melirik curiga, apa hanya itu tujuan Inara kembali?

"Ada lagi," kata Nael seolah paham pikiranku. "Dia mau gue balik sama dia."

Wajahku datar, sebenarnya terkejut mendengar pernyataan Nael, hanya saja bingung harus merespon bagaimana.

"Cuma itu?" tanyaku memastikan dan Nael mengangguk mantap. Meski jujur aku melihat ada banyak rahasia yang sepertinya disembunyikannya.

Rumah Pak RT sudah ramai, tetapi aku melirik Nael ketika melihat hanya ada ibu-ibu di sana. Tunggu! Jadi ini bukan rapat kepala keluarga, tetapi Ibu rumah tangga? Aku perjaka tahu.

"Guinan! Sini masuk!" Bu RT berteriak memanggil.

Aku pun melangkah masuk dan menemukan lautan ibu-ibu yang kini kompak menatap ke arahku dengan senyuman, meski giginya ada yang kuning dan ompong. Tidak ada yang manis di sini, sungguh.

"Duduk!" Mamanya Dista menepuk bangku di sebelahnya. Jelas, wanita itu memiliki anak perempuan yang ingin dijodohkan denganku, tidak tahu saja banyak antrian.

Menyedihkan sekali aku menjadi yang tertampan di sini, menggantikan Mami yang sudah tidak ada.

"Gue yang paling ganteng sendiri." Aku bergumam lirih.

"Masih mending menurut gue, daripada Papi lo yang ke sini. Udah ketebak bakalan gimana." Nael menyahut dan untuk kali ini dia benar lagi.

Jika diperhatikan, rapat ini hanyalah mengadakan kumpul ibu-ibu untuk melihat promo perabotan rumah tangga. Kutebak setelah ini ibu-ibu diminta membeli barang yang dipamerkan. Lalu apa untungnya aku di sini?

Pingguin Anak Duda | ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang