21. Ketahuan (PAD)

2.9K 914 87
                                    

Happy read, jangan lupa bintang dan komennya. Viralin deh.

~~~

"NAEL!" Aku berteriak ketika sampai di rumah, beruntung Papi belum pulang.

Anehnya, hantu sok dingin itu menghilang seharian ini. Setelah mencari ke setiap sudut rumah dan nihil, aku masuk kamar seraya membanting pintu. Kemarahan memuncak setelah mendengar pernyataan Auris kalau Nael mengalami kecelakaan bersama selingkuhannya.

Apa ini yang dimaksud pemuda itu dengan mengizinkanku memacari Auris, karena dia tidak setia? Tidak! Aku harap Nael tidak serendah ini apalagi mempermainkanku.

"Nael, keluar lo!" Aku berteriak lagi, sudah tidak sabar untuk mencak-mencak.

"Gue di sini." Suara datar pemuda itu menginterupsi, dia berdiri di depan lemari baju. Dengan segera aku mencengkeram jaket miliknya.

"Apa maksud lo nyuruh gue deketin Auris sebenarnya, hah? Apa lo mau minta maaf lewat gue karena udah selingkuh?"

Nael diam, tatapannya masih datar. "Tenang dulu. Cara lo enggak asyik."

Nael berusaha melepaskan cengkeramanku, tetapi tidak kubiarkan.

"Kenapa Auris bilang lo kecelakaan sama selingkuhan lo?!" Tunggu, aku baru menyadari sesuatu yang beberapa waktu lalu sempat mengganggu. Gadis di lampu merah yang menemuiku di halte, dia membisikkan kalau tahu aku mengenal Nael.

"Apa hantu cewek itu adalah selingkuhan lo? Apa dia yang kecelakaan bareng sama lo? Jawab gue?!" bentakku.

"Lo suka sama Auris, kenapa lo enggak pacarin dia, kenapa lo enggak jagain dia gantiin gue?" Nael malah melempar pertanyaan yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan apa yang tengah dibahas.

"Jangan lari dari pembicaraan!" protesku mulai kesal.

"Gue akan jawab pertanyaan lo setelah lo jawab gue."

Sial, dia memang mengajak bertarung. "Iya, gue suka sama Auris. Gue enggak macarin dia karena dia cewek lo. Apalagi dia masih berduka kehilangan lo!"

Nael menggeleng. "Ini yang salah, duka Auris enggak akan sedalam itu untuk orang kayak gue yang dia pikir udah selingkuh. Harusnya lo raih dia."

Tunggu, aku baru memahami apa yang selama ini ingin Nael lakukan. Namun, mengapa?

"Selama ini lo cuma mau gue raih Auris demi gantiin lo? Itu tujuan lo sebenernya?" tanyaku memastikannya.

"Guin, sorry kalau udah bikin lo kejebak sama ini. Tapi apa yang lo bilang tadi emang bener."

Aku melepas cengkeraman dan tertawa geli. Dia sungguh membuat pengakuan yang konyol.

"Lo boleh marah sama gue, lo boleh usir gue selamanya, tapi gue mohon, jagain Auris, dia berharga buat gue," katanya masih sanggup memohon. Dia pikir hidupku ataupun Auris adalah mainannya?

Ingin sekali aku memberikan tinju padanya. "Gue pikir lo temen gue, yang paling paham tentang gue, ternyata lo cuma manfaatin gue?"

Nael menggeleng lagi. "Lo enggak tau apa-apa Guin–"

"Iya, gue lupa kalau lo cuma hantu."

"Ada banyak hal yang harus lo tau," ucapnya penuh penekanan.

"Apa lagi? Tentang perselingkuhan lo?" Rasanya ubun-ubun mulai mendidih, sudah cocok digunakan merebus telur.

"Gue tegaskan, gue enggak pernah selingkuh. Auris enggak tau yang sebenernya."

Aku terbahak, dia bisa berbohong sejauh ini, lalu mengatakan kalau dia tidak benar-benar selingkuh, lelaki macam apa dia?

"Harus gue percaya lagi sama lo yang udah sembunyiin banyak rahasia?" tanyaku telak.

"Gue serius. Lagian enggak ada ruginya buat lo nolongin gue, Guin," katanya masih terdengar lucu. Apa dia tidak merasa bersalah begitu?

Brak!
Aku menonjoknya meski tidak berpengaruh, karena dia hanya tersungkur tanpa luka. Namun, Nael kembali berdiri dan bergantian mendorongku sampai menabrak meja.

"Kalau lo main emosi, lo enggak akan pernah tau yang sebenarnya!" Baru kali ini Nael berteriak.

"PINGGUIN!" Suara khas Papi memanggil. Baru akan membereskan buku yang berjatuhan, lelaki itu sudah di ambang pintu.

"Ngapain kamu? Kesurupan apa goyang Tek Tek lagi?" tanya Papi lalu mendekat.

"Enggak, ini ... anu–"

"Papi udah bilang jangan suka ngomong sendiri. Pasti ada yang kamu sembunyiin, kan?" tanyanya kali ini dengan wajah serius.

"Enggak, Pi," jawabku masih gugup.

"Papi tau kamu suka ngomong sendiri. Papi udah bilang jangan berhubungan sama makhluk kayak mereka, Guin! Mami kamu udah enggak ada!" Untuk pertama kali setelah Mami meninggal, Papi membentakku. Kenapa terasa menyakitkan?

"Pi ...."

Papi melihat sekeliling. "Dia ada di sini, 'kan? Kamu! Kalau kamu hantu, jangan temanan sama anak saya, anak saya ganteng dan waras."

"Pi, ini enggak seperti apa yang Papi pikir!" ujarku berusaha membuatnya percaya. Ah, mengapa dia harus pulang di waktu yang tidak tepat.

"Papi enggak mau bawa kamu ke Ustadz buat dirukiah. Udah, mending ke bawah sekarang. Papi beliin kamu motor baru, ninja." Lelaki itu langsung keluar begitu saja. Beruntung tidak membawaku ke Ustadz terdekat.

Motor ninja? Sejak kapan laki-laki itu berpikir membelikan anaknya motor bagus?

"Urusan kita belum selesai!" seruku pada Nael seraya melangkah keluar. Namun, baru beberapa langkah suara hantu sok keren itu menghentikan.

"Gue bukan selingkuh, tapi dijodohin."

Kenyataan apa lagi ini? Apa Nael masih memiliki banyak rahasia yang disembunyikan? Selingkuh, perjodohan, lalu nanti apa lagi? Gila, dia membuatku ingin pipis karena menahan marah.

"Kalau lo masih mau terusin, imbalan buat lo adalah tentang bokap lo."

.

.

*****

Apa sih? Nael makin misterius aja.

Hayo loh, siapa yang kemarin BULLY NAEL?
Nanti malam katanya mau didatengin sama dia dengan keadaan dia setelah ....

Ini lagi enggak ngakak, mulai masuk konflik soalnya. Tapi besok akan ngakak lagi.

Bantu promosi?
Makasih banyak yang udah bantu❤️

#salamcinta
#nanialien

Pingguin Anak Duda | ENDWhere stories live. Discover now