4. Menu Baru (PAD)

6.5K 1.4K 66
                                    

Menu Baru

"Kadang kita harus sok cool agar tidak mudah dijatuhkan."

"Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Malik, Ya Kudus, Ya Salam, Ya Mukmin, Ya Muhaimin." Sembari sholawat, aku mengintip suasana di luar dari balik jendela.
Menunggu tukang sayur ternyata seperti menunggu jodoh datang, dag-dig-dug ser. Bukan tanpa alasan, walau hanya membeli sayur untuk dimasak, tetapi rasanya seperti akan berperang. Ya, bagaimana tidak, aku harus menghadapi para penguasa sayuran, yaitu emak-emak.

"Sayuuur!"

Melihat Bang Jepri-tukang sayur yang sempat viral di komplek karena pakai parfum mahal, aku keluar dari persembunyian dengan sendal jempit yang menambah ketampanan, lalu memanggilnya dengan suara serak-serak tsunami.

"Bang!"

Ia tersenyum, lalu mendorong gerobaknya ke arah sini.

"Jatah belanja, ya? Mau beli apa, Mas? Ini kangkungnya lagi seger banget kayak habis mandi," katanya seraya menyabetkan kain serbet ke segala arah, demi mengusir lalat minta dibelai.

"Ayam ada?" tanyaku.

"Ada." Dia mengeluarkan ayam dan ditaruh paling atas.

"Bayam?"

"Ada."

"Wortel?"

"Ada."

"Sawi?"

"Ada juga."

"Jengkol?"

Bang Jepri menghela napas lelah, sehingga menjawab lesu. "Ada semua, Mas."

"Kalau separangkat alat sholat?"

Dia mendecak. "Dikira toko pernikahan berjalan?"

"Katanya tadi ada semua. Pembohong." Aku menahan tawa, berbeda dengan Bang Jepri yang hampir khilaf memukul anak tampan di depannya.

"Mau beli apa sebenarnya, sih, Mas?"

Aku terkekeh. "Cuma absen tadi, takutnya ada yang bolos."

Wajah Bang Jepri berubah merah seperti gadis yang baru saja mendapat ciuman di kening. Ah, pasti dia tersipu malu.

"Dia kesel, bukan kesemsem, Anakonda!" Si Nael menyela. Padahal kemarin dia sudah menghilang dari kampus setelah banyak tanya mengenai diriku, dan sungguh hidup sangat tenteram tanpanya. Seandainya dia menghilang selamanya, kuadakan pengajian besar-besaran.

"Gue enggak akan hilang sebelum urusan gue selesai." Nael mulai mengoceh.

Mataku membelalak. Gara-gara Nael dan Bang Jepri aku membuang waktu sampai belum membeli sayur. Hal itu membuat ibu-ibu datang sebelum aku selesai, dan ini sial.

"Pagi, Guinan. Papi udah berangkat kerja?" Bu RT bertanya. Tubuhnya yang lebar menggeserku dari posisi awal, beruntung tidak terpental ke Saturnus. Dia memilih sayur dengan dompet di ketiak, kujamin uangnya bau keringat naga.

"Iya." Menjawab singkat adalah jalan ninjaku ketika tengah bersama ibu-ibu.

"Tumben bukan Papi kamu yang belanja?" Bu Marni juga bertanya, dan ini membosankan. Apa mereka merindukan wajah papiku? Menjengkelkan.

Pingguin Anak Duda | ENDWhere stories live. Discover now