The Doctor's Charm (3)

72.8K 5.2K 1.1K
                                    

Prank!















































































Asya mendesah kesal karena suhu tubuhnya masih saja panas. Wanita itu tidak tahu kalau tubuhnya akan selemah ini hanya karena terkena air hujan. Pantas saja selama ini ayahnya selalu siaga untuk melindungi Asya dari guyuran air mata langit tersebut. Asya tahu alasannya sekarang.

Menghela napas berulang kali, Asya akhirnya bangkit dari atas Kasur. Seharian berbaring tanpa melakukan apa pun membuat badannya sakit semua. Asya jadi merindukan rumah sakit dan pekerjaannya. Padahal ini baru sehari dia tidak bekerja.

Ponsel Asya berdering. Matanya langsung menatap ke arah sofa di mana ia meletakkan benda pipih itu. Dengan langkah pelan, Asya mendekati deringan suara ponsel yang memekakkan telinga tersebut.

"Halo, Yah?"

"Dek, sibuk gak? Ayah pulang, ini udah di Bandara, kamu bisa jemput, Dek?"

Asya memejamkan mata. Kepalanya memang tidak pusing, tapi tubuhnya luar biasa kedinginan. Bisa saja dia memaksakan diri untuk menjemput ayahnya, tapi Asya tidak mau malah meregang nyawa sebelum tiba di Bandara.

"Sebentar, ya, Yah, Adek pesan taksi online aja, soalnya Adek lagi gak enak badan," jawab Asya dengan nada sesal.

"Kamu demam? Ya, sudah, istirahat aja. Ayah naik taksi di Bandara aja, kamu jangan ke mana-mana, tunggu Ayah."

Asya tersenyum. Sudah seminggu dia dan ayahnya berjauhan. Karena pria itu harus dinas ke luar kota sehingga meninggalkan Asya sendiri. Setelah sambungan telepon terputus, Asya memilih untuk keluar dari kamar. Wanita itu masih memakai pakaian tebal sejak tadi malam, lalu kakinya juga dibalut sepasang kaos kaki.

Asya ingin membuat coklat hangat untuk diminumnya. Dia juga akan membuatkan coklat dingin untuk sang ayah. "Bakal hujan lagi kayaknya," gumam Asya saat matanya melirik keadaan langit dari jendela dapur.

Kemarin, saat ia memutuskan untuk pulang sendiri setelah sempat berdebat dengan Rama, Asya tidak benar-benar langsung pulang ke rumah. Wanita itu menenangkan diri sebentar di taman yang dulu sering ia dan Rama kunjungi. Asya hanya sedang merindukan momen-momen kebersamaan mereka. Mungkin, itu juga terakhir kalinya Asya akan mengingat semuanya dan meneteskan air mata. Asya harus segera membuka hati untuk pria baru.

Usai membuat dua gelas coklat, yang satu panas dan satu lagi ia masukkan ke dalam lemari pendingin, Asya berjalan kembali memasuki kamar. Wanita itu ingin berdiam diri di dalam kamar saja menunggu ayahnya tiba.

Asya duduk di sofa dengan pandangan yang lurus menatap jendela kamarnya. Kenangan Bersama Rama kembali terngiang. Tanpa sadar Asya tersenyum. Andai saja, andai saja dulu Asya tidak egois dengan mengutarakan perasaannya pada Dira untuk Rama, mungkin hubungannya dengan Rama saat ini baik-baik saja. Mereka pasti masih bersahabat dengan baik seperti sebelumnya.

"Ya, sebentar!" Asya mendesah kesal mendengar pintu rumahnya diketuk berulang kali dengan kuat. Siapa yang kurang ajar melakukannya?

Asya membuka pintu dan langsung merutuki mulutnya yang tadi sempat mengumpati si pengetuk pintu. "Mama," ujar Asya tersenyum tipis.

"Mama dengar kamu demam. Gimana, Sya, cek dulu yuk ke rumah sakit," ajak Dira yang menampilkan wajah khawatir.

Asya menggeleng. "Cuma demam biasa kok, Ma, Ayah yang ngasih tahu, ya?" tebak Asya.

Dira mengangguk tanpa ragu. "Kalau tahu lagi gak sehat, harusnya kamu hubungi Mama biar Mama ke sini. Bibi juga dari pagi udah bilang kalau lampu rumah kamu sejak semalam gak hidup. Mama kira kamu gak di rumah."

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang