Struggle (3)

41K 4.9K 255
                                    

Alan menghela napas panjang berulang kali. Baby benar-benar tidak memberinya kesempatan sama sekali. Bahkan ini sudah 3 jam berlalu dan Alan masih setia menunggu di depan pintu apartemen perempuan itu.

Entah sudah berapa kali juga Alan mencoba menghubungi nomor Baby. Tidak ada jawaban sama sekali. Dan panggilan terakhirnya tadi berakhir dengan suara operator. Baby mematikan ponselnya.

Sebenci itu kah Baby padanya?

Alan tahu ini semua salahnya karena tidak peka akan keadaan Baby kemarin. Alan hanya terlalu merindukan perempuan itu sampai membuang jauh rasa pedulinya agar birahinya terpuaskan.

Bangsat. Alan benar-benar bangsat.

"Mas, ini udah tiga jam, seharusnya sejak dua jam lalu kami mengusir Anda dari sini," ujar salah satu orang suruhan Lily.

Alan mendengkus. Lihat saja, saat rencana Alan sudah terealisasikan, Lily akan dia buat bungkam. Alan akan membuktikan ke Lily kalau dia pantas bersama Baby dan perempuan itu akan menyesal karena memperlakukan Alan seperti ini.

Alan yang duduk bersandar di pintu apartemen Baby seketika terjungkal kala pintu di belakangnya terbuka tiba-tiba. Alan segera mendongak dan menatap Baby yang berdiri di ambang pintu sambil menatap datar padanya.

"By," Alan tergesa berdiri dan meraih tangan Baby. Sayangnya, Baby menarik tangannya dengan cepat dan mengode Alan agar segera masuk.

Alan menekan rasa sedih di hatinya karena Baby berubah. Bukan Baby yang Alan kenal manja dan lemah lembut padanya.

"Kalian bisa ke bawah," Baby menatap suruhan Lily dan pria kekar di dekat lift tersebut mengangguk patuh.

Baby menutup pintu dan menghela napas panjang. Semoga saja ini keputusan yang tepat. Semua masalah harus di selesaikan.

"By, maaf, By," Alan yang masih berdiri menunggu Baby segera mendekati perempuan itu dan duduk di sebelahnya.

"Aku serius sama pesanku tadi, Al. Keputusanku udah gak bisa diganggu lagi. Kita putus. Aku gak bisa jalin hubungan sama suami orang ke depannya. Yang jelek nama aku, bukan kamu," Baby menatap Alan dengan pandangan lelah.

"Gak, By, aku gak mau. Aku gak akan nikah. Kamu tahu, kan, sejak dulu aku selalu bilang bakal nikahin kamu. Dan aku gak akan ingkar sama ucapan aku itu."

Baby tersenyum tipis sambil menunduk menatap jemarinya. Apa pantas jemari orang susah sepertinya memakai cincin pernikahan dari seorang Alan? Status mereka jelas sangat berbeda. Bagai bumi dan langit. Alan terlalu tinggi untuk ia gapai. Dan Baby juga terlalu rendah untuk Alan rangkul.

"Tapi aku gak mau. Aku mau fokus sama kuliahku. Aku mau lulus lebih cepat dari targetku. Dan setelah lulus, aku bakal balik ke kampung buat bantu Ayah. Aku gak bisa di sini lagi."

"By, plis, jangan kayak gini." Alan berlutut di depan Baby sambil menggenggam kedua tangan kekasihnya.

"Tunggu aku sebentar lagi, By, aku janji semuanya bakal baik-baik aja. Dan..." Alan menatap lama pada perut Baby sebelum kembali mendongak menatap wajah cantik kekasihnya.

"... aku gak akan biarin anak kita lahir dan besar tanpa orangtua yang lengkap," lanjutnya tersenyum.

Baby ikut tersenyum. Kini ia menarik tangannya dari genggaman Alan. Matanya berkaca-kaca dan bibirnya bergetar.

"Kamu telat, Al."

Kening Alan berkerut samar mendengarnya. Telat?

"Dia udah gak ada. Aku gak mau punya anak di usia sekarang. Aku masih kuliah. Masa depanku masih panjang. Aku harus singkirkan semua yang menghalangi masa depanku,"

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang