Perverted Neighbor 4

49.5K 5.1K 891
                                    

"Mmhhh... Ahh..." Sheila benar-benar dibuat Gio tidak bisa berkata-kata selain mendesah keenakan.

Gio semakin memacu gerakannya untuk segera mendapatkan pelepasan. Saatnya mengisi kekosongan rahim Sheila. Tunggu saja, Gio pastikan kalau benihnya akan segera menjadi seorang janin lucu di dalam sana.

"Shei..." Gio memejamkan mata dan meremas pinggang Sheila begitu kuat ketika ia berhasil melepaskan sesak di perkututnya sejak tadi.

Dahinya dipenuhi oleh keringat. Dinginnya AC sama sekali tidak terasa oleh kulit polos Gio karena terbakar gairah.

Gio ambruk menindih tubuh Sheila. Deru napas keduanya masih berat dan berpacu. Gio mengecup dada Sheila sebelum menggulingkan dirinya ke sebelah wanita tersebut.

"Aku suka kadonya," bisik Gio dengan senyuman lebar khas mesumnya.

Sheila yang masih setia terpejam hanya diam saja. Dia tahu apa yang dimaksud oleh laki-laki di sebelahnya. Sial. Sheila tidak pernah membayangkan kalau pertemuan mereka kembali akan berakhir panas seperti malam ini.

"Kamu milik aku, Shei," Gio semakin mendekatkan diri ke tubuh Sheila dan melingkarkan lengannya dengan posesif di perut Sheila.

"Aku ngantuk," ujar Sheila lemah.

"Ayo tidur," Gio mengecup pipi Sheila sebelum ikut memejamkan mata bersama wanita itu.

Pagi menjelang, Gio terbangun karena merasakan pelukannya kosong. Saat membuka mata, Sheila sudah bersiap dan kembali mengenakan pakaiannya semalam.

Kening Gio berkerut dalam. Mulutnya menguap dan jarinya menggaruk pipi karena bingung. "Mau ke mana?" tanyanya.

"Aku harus pulang. Mama telpon, calon besannya bakal ke rumah siang ini."

"Besan?"

Sheila mengangguk dan memperlihatkan jarinya yang tersemat cincin yang kemarin Gio lihat. Sial. Gio melupakannya. Jadi...

"Aku udah tunangan. Dan siang ini bakal bahas persiapan pernikahannya. Kalau kamu bener-bener serius sama aku, kamu harus berani ngomong ke Mama aku soal perasaan kamu. Aku gak bisa nolak saat Mama jodohin aku, Gio. Kamu harus ngertiin posisi aku."

Sheila menyeka sudut matanya yang berair. "Kadonya udah kamu ambil, kan? Artinya tugasku udah selesai di sini. Aku pergi dulu," lanjut Sheila.

Gio langsung beranjak dan menahan lengan Sheila. "Shei, aku gak bakal biarin pria mana pun bersanding sama kamu. Cuma aku, Shei, cuma aku yang bakal ada di sini kamu selamanya."

"Buktiin, datang nanti siang. Ngomong langsung ke Mama sama Papa aku. Jangan jadi pengecut lagi kayak sebelumnya." Sheila melepaskan lengan Gio dan pergi dari kamar laki-laki itu.

Gio yang dalam keadaan telanjang menatap pantulan dirinya di kaca lemari. Gio mengernyit saat matanya terarah pada beberapa bekas kemerahan di dadanya. Berjalan mendekati kaca, Gio menahan napas.

"Shit! Shei, kamu nakal," decaknya syok. Jelas sekali itu bekas cupang dari bibir Sheila.

Kapan?

"Tunggu aku, Shei. Kamu cuma milik aku," gumam Gio dan berlalu memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri.

Sekitar 10 menit mandi dengan cepat, Gio keluar kamar dan meraih ponselnya. Gio mendial salah satu kontak yang sering ia hubungi.

"Bun, siap-siap sekarang. Ini urgent!"

"Urg-"

Gio mematikan sambungan telepon sebelum lawan bicaranya sempat membalas kalimatnya.

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang