Second Change

72.9K 4.3K 179
                                    

PO jingan series resmi ditutup!

Selamat 1 April, cintah...

***

Zika memperhatikan jendela kamar yang terbuka lebar. Angin masuk ke dalam kamarnya dan menerpa kulit putihnya tanpa ampun. Zika kedinginan, tapi bara api yang berkobar di hatinya mengalahkan segala kedinginan itu.

Keluarga?

Zika tersenyum miris. Masih bisa kah saat ini Zika tersenyum seperti sedia kala ketika nanti bertemu dengan anggota keluarganya yang lain? Zika sangsi. Apalagi hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa soal ini setelah 24 tahun hidupnya berlalu.

"Apa aku gak seberharga itu buat Ibu?" tanya Zika pelan pada dirinya.

Air mata yang sejak tadi dia bendung akhirnya tumpah tanpa diminta. Zika sakit. Hatinya sakit. Kenapa semua orang pintar berakting di depannya?

Ketukan di pintu kamarnya sama sekali tidak Zika hiraukan. Biarkan saja orang-orang itu berpikir Zika tidur. Biarkan saja para tamu di bawah sana menunggu. Zika tidak peduli.

"Zika? Buka pintunya," Itu suara ibunya.

Zika terkekeh pelan. "Bahkan gak ada satu orang pun yang nanya pendapat aku."

"Zika! Buka pintunya!"

Zika beranjak dari duduknya dan berlalu ke dalam kamar mandi. Mungkin, berendam dengan air dingin akan membuat hatinya yang panas sedikit mendingin.

Di luar kamar, Linda terus saja mengetuk pintu kamar putrinya sambil memanggil nama sang empunya kamar. Linda sesekali menoleh ke arah tangga, takut-takut kalau suaminya menyusul.

"Ini anak ngapain sih? Tumben banget kamarnya dikunci begini," keluh Linda.

"Bu, kenapa?"

Linda menoleh dan mendapati putra tirinya keluar dari kamar yang bersebelahan dengan kamar Zika.

"Ini, Zika gak biasanya ngunci pintu kamar. Ibu panggil-panggil gak nyahut. Padahal tamu di bawah udah nunggu dari tadi," jawab Linda.

"Tamu? Perjodohan lagi?" kekeh Arya, pria 30 tahun yang sudah setahun ini menjadi putra tirinya.

"Ya, gimana, Ibu harus jodohin dia biar masa depannya lebih terjamin dengan adanya suami."

"Zika masih 24, Bu. Kalau gak mau, gak usah dipaksa."

"Tapi ini harus, Ar. Papa kamu hutangnya banyak banget sama keluarga Kaffa. Dan Papa kamu nyerah buat bayar hutang tersebut. Keluarga Kaffa minta Zika aja buat jadi menantunya. Ide bagus, kan?"

Arya mengeraskan rahangnya. Walau pun ia dan Zika hanya saudara tiri tanpa hubungan darah, Arya sudah menganggap wanita itu seperti adik kandungnya.

"Dengan kata lain, kalian mau menumbalkan Zika sebagai alat bayar hutang?"

Linda mengerjap, "ini hanya bentuk balas budi Zika sebagai anak. Apa susahnya? Tinggal nikah, hidup mewah, terjamin sampai tua."

Arya geleng-geleng kepala mendengarnya. "Kenapa enggak jual aja perusahaan Papa dan bayar hutangnya?"

"Terus kita hidup dari uang mana?" tanya Linda.

"Aku kerja, Bu, Zika juga kerja. Penghasilan kami cukup untuk kehidupan sehari-hari," ujar Arya dengan kesal.

"Kamu juga mau nikah, Ar. Kamu butuh tabungan buat masa depan kamu. Udah, kamu gak usah pusingin soal Zika. Itu urusan Ibu sama Papa kamu."

Linda kembali mengetuk pintu kamar Zika dan mengabaikan Arya yang kini mengusap kasar wajahnya. Arya yakin, adik tirinya itu pasti tertekan saat ini.

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang