My Maid of Honor (2)

56.6K 4.7K 194
                                    

Richard berdecak kesal karena ini sudah satu jam berlalu dan wanita yang ia bawa ke sini untuk memilih pakaian baru tak kunjung terlihat.

"Tuh orang milih baju apa bikin baju sih?"

Richard beranjak dari duduknya dan melangkah menuju pintu sebuah ruangan di mana Aura tadi menghilang. Lihat saja, Richard akan mengomeli wanita lemot itu.

Kepalan tangan Richard terangkat hendak mengetuk pintu di depannya. Namun, pintu tersebut lebih dulu terbuka dan sosok yang ditunggunya keluar juga.

"Kenapa lama sekali? Kamu kira saya gak punya kerjaan selain nungguin kamu?!" sembur Richard kepada Aura yang akan dia bawa ke perusahaan sebagai sekretaris pengganti sementara.

"M-maaf, Pak, susah nyari ukuran saya," balas Aura sedikit menunduk.

Sepupu Aura yang berdiri di sebelah wanita itu menahan kedutan geli di bibirnya. Sial. Belum pernah dalam sejarah Aura menunduk pada lawan bicaranya. Dan sekarang, wanita itu melakukannya.

"Salah sendiri, tete digedein,"

Aura dan sepupunya mengerjap bersamaan. Sedangkan Richard sudah berlalu dari hadapan keduanya. Pria itu jelas sangat kesal karena waktunya terbuang sia-sia.

"Cepat!"

Aura tersentak. "Gay bangsat!" makinya dengan kepalan kedua tangan.

"Ra, lo mending jujur deh ke Pak Richard. Biar dia bisa bantu lo juga. Lagian, kan, dia juga gak minat lobang. Pasti..."

"Gak! Gue mau bikin perhitungan sama itu laki melehoy. Lihat aja, gue pasti bakal bikin dia kembali ke jalan yang lurus. Bangsat, gunung kembar gue yang dipuji-puji kaum adam ini malah dikatain sama mulut gay sialan itu. Tunggu pembalasan gue!"

Aura menoleh pada sepupunya. "Lo naikin harga pakaian yang gue pakai ini tiga kali lipat! Harga diri gue baru aja dicoreng sama si gay itu."

Aura melangkah menyusul Richard yang sudah menunggu di meja kasir. Pria itu menatap malas pada Aura yang mendekat padanya.

"Berapa?"

"Tujuh puluh lima juta, Pak," jawab sang kasir setelah menangkap kode dari sang atasan yang berdiri di belakang Aura.

Richard mengeluarkan kartu hitam andalannya. Usai membayar, pria itu pergi begitu saja. Aura segera menyusul setelah melambaikan tangan kepada sepupunya.

"Cepat masuk!"

Aura berlari kecil mendekati mobil Richard dan masuk ke dalam, lalu duduk tenang. Sebenarnya Aura sangsi dengan pakaian yang dipilihkan oleh sepupunya. Aura merasa ini sedikit terbuka untuk pergi ke sebuah perusahaan. Apalagi bekerja sebagai sekretaris.

Selama di perjalanan, Richard dan Aura sama-sama bungkam. Keduanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Jika Aura memikirkan tentang kebohongan Bu Nina yang menjebaknya, maka Richard sedang mencoba mengalihkan pikiran kotornya dari lekuk tubuh Aura.

Ya, kali, Richard tergoda dengan pelayan rendahan seperti Aura. Seleranya masih di atas rata-rata. Bisa-bisa ia di-bully oleh Adam dan Isabela karena memilih seorang pelayan dan menolak perjodohan ibunya.

Cukup lama berkendara, akhirnya mobil Richard tiba juga di perusahaan milik keluarganya. Pria itu keluar dari mobil diikuti oleh Aura. Keduanya melangkah masuk ke dalam lobi, lalu berjalan ke arah lift khusus petinggi perusahaan.

Aura melirik Richard yang tengah melonggarkan dasinya. Pria itu juga sedikit berkeringat. Apa dia baik-baik saja?

Aura menggeleng. Persetan. Mau si gay itu baik-baik saja atau tidak, Aura tidak peduli. Sejauh ini Aura bersyukur menolak perjodohan itu. Aura masih waras dan ia jelas tidak mau mempunyai suami seorang gay.

SHORT STORY 2017 - 2021 (END)Where stories live. Discover now