Keluarga Kiara sudah tiba di salah satu hotel bintang lima di kota Medan. Keluarga Gika yang menginginkan acara dilaksanakan sedemikian mewah. Ditambah lagi, Kiara bukanlah berasal dari keluarga biasa. Keenan, Papa Kiara juga merupakan Pengusaha sukses di sini. Tidak mungkin acara diadakan biasa-biasa saja. Mereka tidak peduli nantinya akan tekor, asalkan tersohor.
Kiara mendapatkan kamar sendiri. Malam ini, ia akan luluran dan spa di hotel ini. Beberapa keluarganya tampak sibuk. Mereka memindahkan pakaian dan keperluan lainnya ke sini. Kiara tidak bisa membantu. Wanita itu harus berdiam diri di kamar dan melakukan perawatan badan.
Kiara mulai melakukan perawatan badan mulai pukul sepuluh pagi. Untuk melewati rangkaian panjang ini,Kiara harus bersabar. Prosesnya akan menghabiskan waktu berjam-jam lamanya.
Pukul enam sore, semua prosesnya selesai. Kiara merasa rileks dan tenang. Wanita itu kembali ke kamar dan melihat ponsel yang ia abaikan berjam-jam. Ada pesan dari Gika yang mengatakan kalau besok pagi ia ke hotel.
Kiara membalas pesan Gika sembari tersenyum.
Kemudian, ia membalas pesan dari Kala. Ia mengirimkan foto pemandangan yang sangat indah. Kiara sampai takjub dibuatnya."Foto di mana itu?"
"Pantai Tanjung Bira, Bulukumba, Sulawesi Selatan."
"Kamu lagi di sana?"
"Iya. Bagus, kan? Cocok untuk bulan madu."
Kiara menutup pesan. Ia beralih ke internet untuk mencari tahu tempat tersebut. Tempatnya memang sangat indah. Kiara suka pantai dan keindahan laut, meskipun ia tidak bisa berenang. Sepertinya lebih bagus pergi ke sana.
Kiara membalas pesan Kala.
"Iya bagus banget. Aku suka. Mudah-mudahan aja bisa ke sana."
"Oke. Ngomong-ngomong bagaimana persiapan pernikahan kalian?"
"Sejauh ini lancar dan aku deg-degan."
"Memang begitu, ya, kalau mau menikah. Deg-degan."
Kiara dan Gika tidak membicarakan perihal bulan madu. Cuti mereka memang singkat. Kata Gika, sangat singkat untuk digunakan bepergian. Gika mengatakan kalau nanti saja, ketika mengambil cuti khusus selama dua minggu. Di saat itulah, mereka akan pergi ke mana pun, yang Kiara inginkan. Mereka bisa merencanakannya dengan matang.
Mengingat Gika, Kiara jadi rindu. Di jam seperti ini, Gika pasti sedang santai di rumah. Kiara mencoba menghubungi kekasihnya itu. Nada hubung berbunyi berkali-kali. Gika tak kunjung menjawab. Kiara memutuskan sambungan, lalu satu menit kemudian menghubunginya lagi. Kali ini, Gika menjawab teleponnya.
"Hai, sayang..." Napas Gika terdengar memburu.
"Hai, lagi apa? Sorry ganggu."
Gika mengatur napasnya."Habis treadmill, makanya agak lama jawab telepon kamu."
"Jangan capek-capek,"kata Kiara khawatir. Jika terlalu diforsir, bisa-bisa tenaganya habis ketika hari pernikahan tiba.
"Nggak kok, santai aja. Kamu udah di hotel?"
"Iya sudah."
"Oke, kamu istirahat. Perawatan yang bagus. Jangan bergadang,"ucap Gika mengingatkan. Ia tidak mau Kiara terlihat tidak energik di keramaian nanti.
"Iya, sayang. Kamu juga istirahat, ya."
"Aku mau keringkan badan dulu. I love you."
"I love you too." Wajah Kiara merona.
"Sudah, ya, bye."
"Bye." Kiara meletakkan handphone ke sebelahnya, kemudian memeluk bantal dengan bahagia. Ia sempat memekik di dalam bantal. Ia begitu bahagia. Setelah beberapa detik bereuforia, Kiara teringat pada Kala. Ia belum membalas pesan dari orang tersebut.
Kening Kiara mengkerut ketika melihat layar ponselnya. Ternyata baik Gika mau pun dirinya belum memutuskan sambungan.
"Loh, jangan-jangan Gika dengar aku teriak." Kiara menempelkan benda tipis itu ke telinga. Baru saja mulutnya terbuka, raut wajah wanita itu berubah. Suara Gika terdentar di seberang sana. Kekasihnya itu sedang bicara dengan seorang wanita. Entah siapa, mungkin saudara atau Kakaknya. Kiara ingin segera memutus sambungan, tapi, perdebatan di seberang sana mengundang rasa penasarannya. Kiara tidak tahu permasalahannya, tapi, Kiara mulai mendengar kalimat yang mengejutkan hati.
"Sudah kubilang, kalau sedang sama aku, jangan angkat telepon dari dia."
"Aku nggak mungkin mengabaikan telepon calon istriku." Suara Gika terdengar lantang. Kiara memegang dadanya yang berdebar tak karuan. Siapa yang sedang bicara pada Gika. Jika saudara, tidak mungkin seperti itu."Jangan sebut dia calon istrimu. Kamu harus~"
"Pada kenyataannya kami memang akan menikah lusa."
Hati Kiara terasa ditampar keras. Tubuhnya membatu. Tentu saja otaknya sudah menerka-nerka. Itu seperti pembicaraan dengan selingkuhan bukan? Tidak. Kiara menggeleng. Ini hanyalah prasangkanya saja. Ia harus mendengarkannya sampai tuntas agar tidak gagal paham.
"Kenapa kamu menikah dengannya, Mas." Wanita di seberang sana terisak. Kiara merasa tidak asing dengan suara tersebut. Tetapi, ia masih belum menemukan nama pemilik suara tersebut.
"Karena kami memang harus menikah. Sudahlah, sayang, kenapa kamu baru menanyakannya sekarang?"
Bagaikan tersambar petir di siang bolong. Itulah yang Kiara rasakan saat ini. Awalnya ia menganggap, Gika bicara pada saudaranya. Anggap saja seperti itu. Tapi, jika sudah dipanggil sayang,bukankah itu artinya mereka punya hubungan spesial. Air mata Kiara menetes.
"Karena aku pikir, kamu atau Kia akan menyerah. Hubungan kalian,kan, begitu hambar. Bahkan kamu sama Kia nggak hubungan badan, kan, selama pacaran. Kamu carinya aku, dan selalu butuh aku."
Hati Kiara kali ini hancur lebur. Air matanya mengalir deras tanpa suara. Kiara menahan diri untuk tidak terisak. Ia menutup mulutnya menahan tangis.
"Orang tuaku sudah merestui hubungan kami. Kamu tahu, kan, pernikahan kami ini akan sangat menguntungkan. Ya kamu tahu sendiri maksudku." Nada bicara Gika terdengar enteng sekali.
"Tapi, aku selalu cemburu kalau kamu sama dia. Rasanya, aku mau cabik-cabik mukanya aja kalau ketemu."
Kiara tersentak. Bertemu? Itu artinya Kiara pernah bertemu dengan wanita itu.
"Bagaimana pun dia sahabatmu. Kamu harus bersikap baik padanya. Jika tidak, hubungan kita tidak selancar ini."
"Sahabat?" Genggaman ponsel Kiara hampir terlepas. Tapi, ia berusaha kuat untuk mendengarkan kelanjutannya. Sebab, ponselnya akan merekam otomatis setiap pembicaraan di telepon.
"Tapi, aku bakalan nangis menyaksikan kalian menikah. Aku bakalan hancur, Mas. Aku nggak terima. Aku sayang sama kamu, Mas. Bagaimana bisa aku menjadi bridesmaid dari wanita yang akan menjadi istri kamu."
"Vanya~" Kiara menggumam. Kali ini ia tidak bisa menahan diri lebih lama lagi. Ia menjauhkan ponselnya dan terisak. Beberapa detik kemudian, ia memutuskan sambungan telepon.
Gika selingkuh dengan sahabatnya sendiri, Vanya. Entah sejak kapan. Dari pembicaraan itu, sepertinya hubungan mereka sudah lama. Lalu, keduanya intens berhubungan badan. Kiara terisak, hatinya terasa disayat-sayat pisau. Ia sungguh mengasihani dirinya. Selama ini, Vanya selalu baik dan manis padanya. Ternyata, di balik itu semua, Vanya menikamnya. Kiara sangat terpukul, dua hari lagi ia dan Gika akan menikah. Tapi, ia justru menerima kenyataan pahit ini.
❣❣❣

ESTÁS LEYENDO
Save the Date
RomanceWarning 21+ Kiara memergoki Gika, Calon suaminya selingkuh dengan sahabatnya, Vanya. Bukannya langsung marah-marah, Kiara justru mengumpulkan bukti perselingkuhan mereka. Lalu, di malam pernikahan, Kiara membeberkan bukti dalam bentuk video dan foto...