Gika~

9.1K 876 42
                                        

Kala merenung di jendela. Tatapannya begitu kosong melihat gedung-gedung di sekeliling Kantornya. Pria itu tetap bekerja, tapi, sebentar-sebentar ingat dengan Kiara. Selalu ada pertanyaan di benaknya. Kiara sedang apa? Apakah dia baik-baik saja? Dia tidak akan kembali dengan mantannya itu, kan? Dan masih banyak lagi.

Pintu ruangannya diketuk. Yuni, sekretaris Kala masuk membawa kopi untuk Kala. Pria itu menoleh lalu duduk.

"Silakan diminum, Pak."

"Terima kasih, Bu." Kala menyeruput kopinya.

"Pak, bagaimana dengan perekrutan sekretaris baru? Pak Nurdin menanyakannya pada saya."

Kala menggeleng."Saya tidak mau Ibu diganti. Cukup Ibu Yuni saja yang menjadi sekretaris saya sampai pensiun."

Wanita empat puluh tahun itu tersenyum tipis."Tapi, saya kan sudah tua, Pak. Banyak yang menyarankan saya diganti. Sekretaris itu haruslah orang yang muda, berpenampilan menarik dan~"

"Yang terpenting kualitas kerjanya, Bu Yuni. Saya tidak mau mengganti sekretaris menjadi yang lebih muda. Saya tidak suka, terkadang mereka memperlakukan saya berlebihan. Ya, mungkin hanya ke saya." Kala memotongnya cepat. Kala pernah mengalami kejadian tidak mengenakkan dengan sekretaris barunya dulu. Ada yang berani menggodanya secara terang-terangan. Bahkan sampai membuka celananya. Wanita itu ingin menghisap miliknya.

Kala bukan tidak suka dengan wanita. Hanya saja perlakuan yang seperti itu, terlihat menjijikkan di matanya. Orang yang melakukan hal-hal kotor demi mendapatkan hatinya.

Yuni terdiam. Ia hanya bisa menghela napas berat. Tidak ada yang percaya kalau ini adalah keinginan Kala. Semua orang berpikir kalau Yuni sudah meminta Kala agar menjadikannya sekretaris. Meskipun Kala pernah mengatakannya langsung, tetap saja banyak yang tidak percaya.

"Jangan dijadikan beban, Bu Yuni. Kalau ada yang keberatan, suruh mereka temui saya."

"Baik, Pak Kala."

"Apa jadwal setelah ini?"

"Makan siang bersama Pak Hamid dari PT. Grass Karya. Sekaligus membicarakan kerja sama dengan perusahaan."

Kala berpikir sejenak."Apa Ibu sudah konfirmasi saya akan datang?"

"Bapak yang mengkonfirmasi akan datang minggu lalu. Jadi, jadwalnya sudah diatur hari ini."

"Oke." Kala mengangguk setuju. Janji harus ditepati."Terima kasih, Bu Yuni. Untuk jadwal selanjutnya koordinasikan dengan Jonas."

"Baik, Pak, saya permisi."

Kala mengangguk. Ia mengambil gawainya, kemudian mengirim pesan pada Kiara. Kekasihnya itu mungkin akan lambat membalas. Pasti sedang sibuk kerja, pikirnya. Tapi, ia sangat rindu. Lima menit kemudian, Kiara membalas pesan Kala. Semangat Kala yang tadinya menurun, kini langsung naik dua kali lipat. Hal sederhana tapi memberikan efek yang luar biasa.

Kiara tersenyum sendiri membalas pesan Kala. Berhubungan jarak jauh memiliki seni sendiri. Mereka harus berteman dengan jarak dan waktu.
Memupuk rasa sayang dan sabar. Harus banyak menebarkan hal-hal yang positif.

Kiara beranjak dari mejanya menuju toilet. Sambil berjalan ia terus membalas pesan Kala. Karena begitu senang, Kiara kehilangan keseimbangan dan terjatuh menabrak tempat sampah. Wanita itu meringis malu.

"Kamu nggak apa-apa, Ki?"

Sekian banyaknya orang di kantor ini, kenapa ketemunya dia lagi,dia lagi. Kiara menggeram. "Nggak apa-apa. Cuma kurang hati-hati aja. Makasih."

"Ki, nanti mau makan siang bareng aku dan Vanya?"tanya Gika.

"Eh, apa?" Kiara pura-pura tidak mendengar.

"Makan siang, yuk, bareng aku dan Vanya." Gika mengulangi ajakannya dengan tegang.

"Kenapa? Kalian ya kalian aja. Nggak perlu ajak-ajak aku, sih. Lagian mau ngapain? Mau pamer kalau kalian berhasil selingkuh?" Kiara mendecih.

"Katanya Vanya mau bicara sama kamu."

"Ya udah, nanti aja kalau ketemu Vanya. Biar kami ngobrol berdua aja." Kiara berkata ketus. Kemarin ia belum sempat memaki atau marah-marah pada Gika. Sudah terlambat, tapi, bedanya kalau marahnya sekarang,ia tidak akan menangis atau pun meratapi nasib.

"Kita harus bicara bertiga, Ki."

"Kenapa harus bertiga. Nggak ah." Kiara melambaikan tangannya menuju toilet. Wanita itu bergidik ngeri. Memangnya apa yang ingin mereka bicarakan sampai memaksa seperti itu. Mau bilang kalau mereka khilaf? Mereka saling mencintai?

Kiara mencuci tangan setelah memakai toilet. Ia keluar sembari bersenandung. Kala mengatakan kalau minggu depan ia akan datang. Ah, senangnya, pikir Kiara.

"Kiara."

"Astaga!" Kiara melonjak kaget."Anda ini beneran setan, ya, Pak Gika. Ngapain ada di depan toilet perempuan?"

"Aku berharap kamu mau datang. Sekali ini aja, Ki."

Kiara bersedekap dan menatap Gika kesal."Apa sih yang membuat Anda begitu memaksa?"

"Vanya menangis terus karena merasa bersalah. Dia mau ketemu kamu."

Kiara memutar bola matanya. Jawaban Gika sangat memuakkan. Kiara menatap lelaki itu dari bawah hingga ke atas. Ia bertanya pada hati kecilnya, masih adakah rasa untuk lelaki itu. Tapi , Kiara hanya bisa mengingat Kala. Perasaan Kiara terhadap Gika sudah sirna sejak perselingkuhan itu tercium. Hanya saja perlakuan pria itu padanya memang sulit dimaafkan.

"Lihat saja nanti. Aku tidak janji. Permisi, ya, masih banyak kerjaan." Kiara cepat-cepat meninggalkan Gika.

❣❣❣

Save the Date Where stories live. Discover now