Tanda - tanda

8.7K 901 63
                                        

"Katanya Kakak kamu menikah? Kok sudah di rumah?"tanya Kala.

"Iya,cuma dihadiri keluarga inti. Nggak bikin acara besar lagi. Soalnya kemarin sudah. Pas aku nggak jadi nikah, Kakak gantiin aku di pelaminan. Mengantisipasi tetap ada tamu yang datang. Dia membantu mengurangi rasa malu Mama dan Papa karena aku nggak jadi menikah,"jelas Kiara.

Kala manggut-manggut. Tidak salah ia memberi hadiah pada Kastara. Calon kakak iparnya itu sudah melakukan hal besar pada kekasihnya. Kemudian, Kalila dan Keenan datang. Kala langsung menduga kalau itu adalah orang tua Kiara. Pria itu menjabat tangan keduanya.

"Perkenalkan saya Kala, dan ini teman saja Jonas."

"Kata Kasta, Kamu dari Makassar?" Keenan langsung bertanya mengenai itu.

"Iya, Om."

"Wah, jauh sekali kamu datang ke sini. Sampai sini jam berapa?"

"Jam sebelas, Om. Terus langsung ke sini."
Keenan melihat jam tangannya."Berarti belum makan siang." Keenan beralih pada Istrinya."Suruh bibik siapin makan siang."

"Eh, jangan repot-repot, Om." Kala merasa tidak enak. Tapi, ia senang karena mendapatkan sambutan yang hangat.

"Nggak repot kok, Kala. Makanannya sudah ada, tinggal disusun aja. Tamu jauh wajib makan di rumah." Kalila terkekeh."Tante ke belakang dulu mau kasih tahu Bibik."

"Iya, Tante."

"Kalian kenal di mana? Kok Kia bisa punya teman jauh?"tanya Keenan pada anak bungsunya.

"Kami kenal di dunia maya." Kiara nyengir.

"Ah, sebenarnya kami sudah kenal cukup lama, Om. Ya, sekitar setahunan. Kita kenal di game, lalu berteman. Nah, pas kebetulan Kia main ke Makassar, kita ketemuan. Kia adalah pribadi yang menyenangkan. Jadi, kami sering berkomunikasi." Kala berusaha menjelaskan. Bagi Kiara, penjelasan itu sangat mengerikan. Orang tua biasanya tidak bisa menerima perkenalan seperti itu. Banyak sekali kejahatan yang terjadi berawal dari pertemanan dunia maya.

"Ah~iya-iya. Jadi, selama di Makassar, apa yang Kiara lakukan? Apa kamu ajak dia jalan-jalan?"

Kala mengangguk."Saya ajak mengunjungi beberapa tempat wisata. Saya juga ajak Kiara ke rumah, ketemu sama Mama dan Papa saya."

Keenan menatap Kiara dengan penuh arti."Terima kasih, Kala, sudah membawa Kiara ke hal-hal yang baru. Sepertinya Kiara senang."

"Iya, Om. Saya senang jika apa yang saya lakukan membuat orang lain senang."

"Pa, Kia ke belakang dulu bantuin Mama." Kiara beralasan. Padahal jantungnya sudah hampir copot. Bisa saja Kala menceritakan kalau dia menyukai Kiara.

"Loh, Ki, kok ke belakang?"tanya Kastara yang berpapasan dengan sang Adik.

"Iya, mau lihat Mama siapin makanan."

"Hei, Ki." Kastara menahan tangan Adiknya."Jujur sama Kakak."

"Kenapa, Kak?"

"Dia suka sama kamu, kan?" Kastara langsung bisa menebak. Tidak mungkin Kala jauh-jauh datang jika pria itu tidak memiliki perasaan pada Kiara.

Kiara terperanjat. Ia mengendikkan bahunya.

"Masa kamu tidak tahu? Pura-pura nggak tahu?"

Kiara meremas tangannya."Tahu, Kak. Cuma, kan aku baru gagal nikah. Nggak mungkin aku langsung terima-terima aja. Takut orang bicara yang nggak-nggak."

"Iya, sih. Tapi, nggak ada salahnya kok menerima hati yang baru kalau memang kamu siap. Ngapain mikirin omongan orang. Yang penting adalah kebahagiaan kamu." Kastara bicara dengan bijak setelah menerima seikat uang dari Kala. Jumlah uangnya akan ia gunakan sebagai tambahan membeli rumah baru. Rumah sederhana saja di sebuah komplek perumahan. Yang penting ia dan Yuna bisa mandiri setelah berumah tangga.

Save the Date Where stories live. Discover now