Mengumpulkan Bukti

10K 852 26
                                        

Ini sudah pukul dua belas malam. Kiara merasakan perih di sudut matanya. Kelopak matanya membengkak. Air matanya sudah berhenti karena Kiara merasa lelah. Wanita itu berusaha mengumpulkan tenaga. Ia akan pergi ke apartemen Gika. Dua jam lalu, Kiara menghubungi Kakak Gika. Jawabannya semakin menegaskan kalau Gika ada di apartemen bersama Vanya. Bahkan, kemungkinan, saat ini mereka tidur bersama.

Kiara mengambil hoodie milik Kastara yang tertinggal di kamarnya. Kemudian memakainya berpasangan dengan celana pendek. Ia keluar hotel dengan pelan. Tidak mau ada keluarganya yang tahu kalau ia pergi. Untung saja ia memegang kunci mobil. Kiara melanjukan mobilnya dengan cepat. Apartemen Gika tidak begitu jauh dari sini. Karena ia tahu passwordnya, maka tidak sulit bagi Kiara untuk masuk. 

Kiara tiba di depan apartemen Gika. Ia menarik napas panjang, kemudian menekan password. Ia mendorong pintu pelan. Ia sengaja melepas sandal agar tidak menimbulkan suara. Kiara berjalan pelan sekali menuju kamar. Kakinya sempat gemetaran. Ia sudah menyiapkan ponselnya. Ia akan merekam atau mengambil gambar.

Kiara menutup mulut, menahan diri untuk tidak bersuara. Namun, air matanya kini membasahi pipi. Gika dan Vanya tengah tertidur pulas tanpa pakaian di balik selimut. Lalu, pakaian mereka tergeletak tak beraturan di lantai. Kiara menenangkan dirinya terlebih dahulu. Setidaknya ia harus mengambil gambar atau video sebagai bukti. Meskipun, sebenarnya ia ingin sekali berteriak dan mencaci maki Vanya saat ini juga. Kiara ingin memisahkan pelukan mereka. Tapi, Kiara harus melakukan pembalasan dengan cara yang baik.

Kiara menarik napas panjang. Kemudian berjalan perlahan mengambil video dari mulai pintu kamar. Ia juga memvideokan pakaian yang berserakan di lantai, lalu, terakhir pasangan yang tengah tidur nyenyak. Tangan Kiara gemetaran saat melakukan itu. Ia sampai menyanggah tangan kanannya agar bisa mengambil video dengan benar.

Setelah video selesai. Kiara mengambil beberapa gambar, kemudian segera meninggalkan apartemen itu.

Di jalan, Kiara kembali menangis. Gika snqgat tega melakukan ini padanya. Gika yang sangat manis dan perhatian  ternyata menduakannya. Bahkan, dia tidur di dalam apartemen yang nantinya akan menjadi tempat mereka tinggal setelah menikah.

Kiara berteriak di dalam mobil, melampiaskan rasa sakit hati dan marahnya. Jika sudah begini, tidak mungkin ia pura-pura tidak tahu. Tapi, jika pernikahan mereka dibatalkan, pihak keluarga akan malu. Kiara tidak mau keluarganya diperlakukan seperti ini. Secara tidak langsung, Gika mempermalukan Mama dan Papa, juga keluarga besarnya. Tapi, Kiara juga tidak mau bersama Gika. Meskipun, Kiara mencintai Gika. Pria itu sudah berkhianat. Pernikahan seperti itu, tidak akan membahagiakan Kiara. Bisa saja hubungan mereka tetap berlanjut.

Kiara tiba di hotel. Ia cepat-cepat masuk ke kamar. Wanita itu tidak langsung tidur, melainkan memindahkan video dan foto ke laptop.

Setelah selesai, Kiara berbaring. Air matanya kembali mengalir. Ia tidak tahu apa yang harus ia katakan sekarang. Hatinya seakan sudah tidak berbentuk.

Sudah pukul tiga. Kiara masih belum bisa tidur. Tetapi, ia khawatir matanya akan bengkak. Wanita itu memanaskan air. Ia akan mengompres matanya dengan air hangat. Kiara berusaha tidur agar tidak begitu lelah. Ia akan pikirkan cara membeberkan prilaku Gika nanti, setelah ia istirahat.

Pukul delapan pagi, bel kamar berbunyi berkali-kali. Kiara tersentak dan mengenyahkan handuk kecil di matanya. Ia tidak ingat lagi pukul berapa ia tidur.  Ia mengompres matanya beberapa kali dan baru tersadar saat ini. Ia melihat wajahnya di cermin, sedikit mengempis. Tapi, masih sedikit sembap.

Kiara membuka pintu karena bel terus berbunyi.

"Nggak sarapan, Ki?" Kastara berdiri di depan pintu dengan rambut dikuncir. Kakaknya lebih tampan jika rambutnya diikat. Atau lebih baik dipotong pendek saja.

"Malas, Kak."

"Mana boleh. Kakak suruh antar makanan ke kamar aja, ya. Kamu harus ada energi." Kastara melihat mata Kiara yang tampak berbeda.

"Iya boleh."

"Kunci mobil dong, Ki."

Kiara mengambil kunci mobil dan menyerahkan ada Kastara. Pria itu belum beranjak meskipin kunci sudah di tangannya.

"Kamu habis nangis?"
Kiara tergagap. Ia terkekeh untuk menyembunyikan kegugupannya."Iya. Karena nggak tahu mau ngapain, aku marathon nonton drama Korea, Kak. Filmnya sedih."

"Astaga." Kastara menyentil jidat Kiara."Kamu nggak boleh begadang. Ya udah lanjut istirahat aja. Nanti Kakak suruh makanannya diantar ke kamar,"ucap Kastara sebelum beranjak dari sana.

Kiara menarik napas lega. Ia kembali berbaring. Wanita itu berpikir kapan waktu yang tepat untuk mengagalkan pernikahan ini. Tapi, semua kegagalan ini disebabkan oleh Gika. Kiara tidak mau malu sendirian. Gika juga harus merasakan apa yang ia rasakan.

Kiara pikir, ia masih harus mengumpulkan bukti. Lalu, ia ingat, kalau Vanya akan ke sini sore nanti.
Kiara dan Gika tidak boleh bertemu sampai besok. Tidak menutup kemungkinan, Gika dan Vanya akan bertemu. Tangan Kiara mengepal. Ia sudah tidak sabar menunggu wanita itu tiba. Meskipun hati Kiara tersakiti, ia tidak akan membiarkan harga dirinya semakin diinjak-injak.
Jika memang keduanya saling mencintai, Kiara akan melepaskan Gika.

❣❣❣

Save the Date Where stories live. Discover now