Kiara benar-benar datang menemui Gika dan Vanya. Mereka duduk di hadapan meja bundar. Kiara memasang wajah datar. Sementara Vanya, ia justru menunjukkan wajah sedih seakan ia adalah korban perselingkuhannya. Kiara meletakkan tas yang diberikan Mama Kala di atas meja. Vanya melirik sekilas.
Kiara menatap Gika dan Vanya bergantian."Aku sudah datang. Silakan bicara."
Gika menatap Vanya yang tampak murung. Ia memegang tangan Vanya, seakan-akan sedang menguatkan wanita itu.
"Aku mau minta maaf karena sudah membuat situasinya seperti ini." Vanya memulai pembicaraan.
"Sudah kumaafkan,"balas Kiara cepat.
"Kami memiliki rasa ketertarikan ketika bertemu. Lalu, semuanya terjadi begitu saja. Cinta kami~seakan-akan memang silit untuk dipisahkan." Vanya menatap Gika mesra.
"Aku tidak menyalahkan kau, Vanya. Perselingkuhan terjadi karena adanya gerakan dua arah. Sama-sama mau, maka terjadilah." Kiara tersenyum tenang.
"Aku lihat kamu sangat sakit hati sampai-sampai kabur ke luar Kota." Vanya berkata lembut. Tapi, dari tatapan matanya, Kiara tahu, wanita itu sedang menghinanya.
"Aku tidak kabur. Hanya sekadar liburan. Sudah telanjur cuti, sayang jika tidak dipergunakan dengan baik. Buktinya aku sudah kembali. Intinya aku tidak apa-apa dengan hubungan kalian."
"Kamu memaafkan kami?" Vanya menunjukkan wajah menggemaskannya. Wajah yang selalu ia gunakan untuk merayu Gika.
"Iya. Lagi pula, kenapa aku harus marah? Kalian saling mencintai. Aku ini tipe setia, sementara Gika tidak. Kami sangat tidak cocok." Ucapan Kiara menjadi pukulan telak bagi lelaki itu.
"Kami akan menikah sebentar lagi. Sebelum itu terjadi, kami harus menemuimu dan menyelesaikan segalanya. Iya,kan, sayang?" Vanya menoleh ke arah Gika.
Gika tertegun, wajahnya tiba-tiba pucat. Pria itu mengangguk pelan."Iya. Oh, ya aku ke toilet dulu."
"Kiara, aku nggak akan bermanis-manis lagi di depanmu. Kuharap, kau nggak mengganggu hubunganku dengan Gika." Vanya menatap Kiara tajam, seakan memperingatkan Kiara.
Kiara tertawa."Sesuatu yang kaudapatkan dengan cara mengambil paksa, seumur hidupmu pasti dihantui rasa ketakutan. Bahwa~suatu saat milikmu itu juga akan diambil oleh orang lain."
"Diam mulutmu!"hardik Vanya.
"Kenapa kau harus marah. Gika sudah milikmu sekarang." Kiara tersenyum sinis."Kau sangat pintar berakting."
"Aku memang terlalu pintar dan kau terlalu bodoh."
Darah Kiara mendidih mendengarnya. Sedari tadi ia ingin mengucapkan kata-kata kasar. Tapi, orang seperti Vanya akan senang jika ia emosi.
"Ya, aku memang bodoh terlalu percaya dengan Gika. Sekali selingkuh, mungkin dia akan melakukannya lagi suatu saat nanti."
"Kau pikir bisa menakutiku?" Vanya memukul meja pelan.
"Aku tidak sedang menakutimu. Kau yang terlalu ketakutan. Sudah kubilang, aku sudah merelakan Gika sejak aku membeberkan perselingkuhan kalian." Andai saja Kiara bisa menjambak rambut Vanya sekarang. Ia ingin sekali melakukannya, lalu menceburkan wanita itu ke tempat pembuangan akhir.
"Kau membencinya sekarang, kan?"
"Ya. Aku rasa itu hal yang wajar."
"Kau tidak berhak membencinya. Dia memberimu banyak hal dan juga barang mahal." Vanya menatap Kiara tak suka. Tapi, Kiara justru tertawa geli.
Kiara menopang dagu, mengingat-ingat apa yang pernah Gika berikan padanya."Barang mahal? Barang yang dibelikannya itu paling mahal hanya lima juta. Gajinya memang lumayan. Tapi, kau tahu,kan dia harus membayar cicilan apartemen dan mobilnya."
"Nggak usah munafik, Ki. Sudah putus saja kau berani menghinanya. Selama ini, kebaikannya tidak pernah kau ingat. Lalu tas ini apa? Palsu, ya? Atau~jangan-jangan hanya aku yang dibelikan barang mahal. Sementara kau tidak pernah. Kasihan."
Kiara memutar bola matanya. Tujuan Vanya mengundangnya ke sini, hanya untuk menghinanya. Tapi, tidak apa-apa. Ia akan membiarkan Vanya tertawa puas. Ia akan mengembalikan keadaan. "Ini tas pemberian seorang Ibu, bukan Gika. Kau tahu harganya berapa, kan? Kau pasti juga tahu membedakan mana yang asli dan mana yang palsu?"
Pembicaraan itu terhenti ketika Gika datang. Pria itu bisa merasakan aura yang tidak baik di antaranya. Raut wajah Vanya berubah. Tapi, raut wajah Kiara terlihat tenang.
"Jadi, pembicaraan sudah selesai, kan? Semuanya udah clear?"
"Iya, Kia. Terima kasih sudah memaafkan kami,"ucap Gika.
"Bukan masalah. Tapi, Vanya ingin memastikan sesuatu. Tas ini pemberianmu atau bukan?" Kiara menunjukkan tas miliknya.
Gika menggeleng."Aku tidak pernah memberikannya."
"Sudah jelas,kan, Van." Kiara menyandang tasnya."Karena sudah selesai, aku harus balik ke kantor. Semoga pernikahan kalian berjalan lancar dan bahagia selalu."
Gika dan Vanya terdiam. Kiara melenggang pergi meninggalkan tempat ini.
"Bukankah dia mendoakan sebaliknya?"ucap Vanya pada Gika.
"Menurutku tidak."
Vanya menatap Gika dengan mata merah."Katakan pada Mamamu, kalau Kiara sudah memaafkan kita."
Gika mengusap puncak kepala Vanya."Iya-iya. Sabar, ya. Kita harus tenang dulu. Nanti kita cari solusi sama-sama supaya Mama mau menerima kamu."❣❣❣

YOU ARE READING
Save the Date
RomanceWarning 21+ Kiara memergoki Gika, Calon suaminya selingkuh dengan sahabatnya, Vanya. Bukannya langsung marah-marah, Kiara justru mengumpulkan bukti perselingkuhan mereka. Lalu, di malam pernikahan, Kiara membeberkan bukti dalam bentuk video dan foto...