Kiara tiba di kantor. Ia melewati pintu pemeriksaan dengan tenang. Di tangannya ada tas besar berisi oleh-oleh. Karena terlalu banyak, ia harus membagikannya ke teman kantor. Usai melewati pintu pemeriksaan, Kiara menunggu di depan pintu lift.
"Kia~"
Kiara menoleh, lalu tersenyum."Hai~."
"Apa kabar?" Gika menyapa dengan canggung. Seolah-olah mereka adalah mantan kekasih setelah bertahun-tahun tidak bertemu.
"Baik." Kiara tertawa."Cara nanyanya, kayak udah lama banget nggak ketemu, ya, Pak?"
"Iya. Eh~" Gika menyadari sesuatu yang berbeda."Kenapa panggil Bapak?"
"Ini, kan, di kantor. Harus panggil Bapak Manager,kan?" Kiara bicara dengan tenang. Ya, walaupun hatinya masih kesal. Kemesraan serta obrolan Gika dan Vanya kini terngiang-ngiang di telinga.
"Ah iya." Gika mengusap tengkuknya."Ki, kita belum sempat ngobrol setelah waktu itu. Kamu langsung kabur."
Kiara bersedekap menahan emosi yang ingin meledak. Tapi, ia tidak akan membuang energinya untuk Gika."Aku nggak kabur kok. Ada di kamar bahkan sampai ikutan foto keluarga. Kayaknya, kamu yang pergi dari hotel duluan."
"Ya, aku harus menyelamatkan Vanya. Karena keluargaku tidak suka."
"Risiko, sih." Kiar menjawab singkat seakan memang tidak peduli. Bisa-bisanya Gika masih membahas Vanya setelah apa yang terjadi. Atau Gika memang benar-benar mencintai Vanya.
Beberapa orang mulai berdatangan dan ikut menunggu lift. Kiara menghela napas lega. Ia tidak perlu bicara banyak dengan Gika. Keduanya tidak bicara lagi sampai mereka memisahkan diri.
Semua mata tertuju pada Kiara saat wanita itu tiba. Ada sorotan kasihan yang Kiara rasakan. Tetapi, itu hal yang wajar.
"Hai, semuanya!"
"Kia!" Nia memekik dan menghampiri Kiara dengan riang."Kangen banget, akhirnya kamu selesai cuti."
"Aku juga kangen. Eh,Kakak-Kakak, Abang-Abang, teman-teman ini aku bawa oleh-oleh. Ayo sini, yuk." Kiara setengah berteriak.
Mendengar kata oleh-oleh, yang sudah hadir di sana langsung berkerumun. Masing-masing mengambil sesuai porsinya.
"Ki, dari mana ini?" tanya Zakia.
"Dari Makassar."
"Kamu dari sana?"tanya Zakia tak percaya.
Kiara mengangguk dan tersenyum penuh arti."Iya, liburan."
"Ya ampun seru banget liburan ke sana,"ucap Nia dengan mulut penuh.
"Makasih, Ki, oleh-olehnya. Semoga murah rejeki."
Setelah berterima kasih, masing-masing kembali ke meja. Ada yang menyimpannya untuk dibawa pulang, ada juga yang menyimpan untuk dimakan nanti. Kiara senang karena semuanya terlihat antusias.
"Kamu kok makin cantik, Ki?" Zakia menatap wajah Kiara. Gagal menikah tidak membuat wajah wanita itu sembab atau kusut.Mirima yang sedari tadi menikmati cemilannya menatap Kiara intens."Iya. Kayak aura pengantin baru."
"Mbak~" Nia mengamit tangan Mirima. Dion sudah meminta semuanya untuk menghargai perasaan Kiara, atau siapa pun nanti yang hisa saja mengalami hal yang sama. Batal menikah adalah hal yang menyakitkan.
"Wah, masa, sih, Mbak."Kiara memegang wajahnya."Kalian nggak usah takut bahas pernikahan aku. Aku memang nggak jadi menikah."
"Iya. Tahu, nih, Nia." Mirima terkekeh. Wanita berusia tiga puluh tujuh tahun itu juga pernah merasakan pengkhianatan."Kiara ini wanita yang kuat. Dia cantik dan punya karir. Dikhianati Gika, huh, masih ada pria lain. Ya nggak, Ki?"
Kiara hanya bisa tertawa menanggapi ucapan Mirima. Tapi, yang diucapkan Mirima dangat benar.
"Tapi, Pak Gika beneran selingkuh, Ki?"tanya Mirima santai.
"Iya, Mbak. Aku ada buktinya. Aku udah membeberkan semuanya di depan keluarga dia,"kata Kiara dengan bangga. Gosipan pagi pun dimulai.
"Bukti apa?" Mirima semakin antusias."Kamu bisa kuat cari buktinya?"
"Iya, Mbak." Kiara mengambil ponsel dan menunjukkan video Gika dan Vanya. Keempat wanita itu menunduk dan terdiam selama video tayang.
"Ih, amit-amit. Nggak tahu malu, Vanya." Nia bergidik ngeri."Tapi, mereka satu divisi, sih."
Mirima tercengang, kemudia ia bertepuk tangan sambil geleng-geleng kepala."Bravo, Kia." Wanita itu mengacungkan jempol.
"Eh, kemarin aku dengar dari itu tuh, temennya Vanya." Zakia berbisik,"katanya mereka mau menikah."
"Muka tembok ya kayak gitu." Mirima mendengkus."Mereka memang cocok, sih, tukang selingkuh sama penggoda." Keempat wanita itu pun tertawa. Suasana menjadi menyenangkan karena rekan Kiara mendukungnya.
"Vanya udah masuk kerja, kah?"tanya Kiara.
"Eh, dia cuti. Malu dong, sekantor udah tahu kalau dia itu perusak hubungan orang. Astaga." Zakia bercerita dengan berapi-api.
"Kalau aku, sih, jadi dia langsung resign. Malu banget, kan." Nia menimpali. Pergosipan jadi semakin panjang. Ditambah lagi ada cemilan.
Mirima menggeleng."Ya dia mana mau resign. Mau kerja di mana dia kalau keluar. Nanti nggak bisa ketemu Bapak GM dong. Jaman sekarang cari kerja susah. Nggak mungkin dia keluar. ""Wah, ada apa ini? Kok ngumpul-ngumpul?" Dion datang dan keempat wanita itu membubarkan diri seketika."Loh, Kiara udah masuk."
"Udah, Pak. Ini oleh-oleh." Kiara sudah menyediakan khusus untuk Dion.
"Wah, habis liburan, Ki? Kok repot-repot segala bawain oleh-oleh. Makasih, ya."
"Terima kasih kembali, Pak Dion."Kiara tidak terlihat seperti wanita yang sedang patah hati. Meskipun heran, Dion tidak akan menanyakan apa pun yang berkaitan dengan kegagalan pernikahan Kiara.
"Kia, Zakia, Nia, nanti kita gosip lagi, ya!"teriak Mirima dari tempat duduknya. Nia dan Zakia menjawab sementara Kiara membalasnya dengan acungan jempol saja. Mungkin membahas perihal Vanya dan Gika. Lupakan Gika, sekarang ia sudah dimiliki dan memiliki Kala. Sedang apa pria itu?semoga baik-baik saja.
❣❣❣
Hai, aku punya grup khusus pembaca. Tapi, bagi yang mau aja. Dan nggak keberatan kalau misalkan banyak chattingan yang masuk di sana, terus hapenya jadi bunyi terus atau penuh.
Yang berminat, silakan chat ke
WA : +62 851-5640-9148
Nanti aku masukkin.Terima kasih.

YOU ARE READING
Save the Date
RomanceWarning 21+ Kiara memergoki Gika, Calon suaminya selingkuh dengan sahabatnya, Vanya. Bukannya langsung marah-marah, Kiara justru mengumpulkan bukti perselingkuhan mereka. Lalu, di malam pernikahan, Kiara membeberkan bukti dalam bentuk video dan foto...