Calon Mertua

8.4K 873 65
                                    

Matahari sudah menampakkan diri. Kiara membuka mata dan menatap ke luar jendela. Jalanan sudah ramai kendaraan. Mungkin karena ini sudah memasuki jam kerja. Seperti itulah potret aktivitas masyarakat di Kota Makassar. Tidak berbeda jauh dengan tempatnya tinggal.
Kiara menatap ke depan lalu terkejut. Ada orang asing yang membawanya. Ia hampir saja berteriak. Tapi, begitu melihat ke sebelahnya, ia tersenyum malu. Ia membangunkan Kala pelan.

"Kal~ Kal~"

Kala membuka matanya dengan berat. Menyadari kekasihnya yang membangunkan, ia tersenyum."Hai~"

"Kenapa kita disopirin?"bisik Kiara.

Kala membetulkan posisi duduknya."Oh, iya soalnya aku ngantuk. Aku takut kenapa-kenapa, jadi panggil sopir aja."

"Kamu panggil sejauh itu?" Kiara menatap Kala tak percaya.

"Iya." Kala melihat ke sekitar."Kita udah sampai mana, nih, Pak?"

"Losari, Pak."

"Oh, udah dekat. Kita langsung ke rumah. Nanti kamu mandi di rumah aja, sayang."

Kiara masih tidak terbiasa dengan panggilan itu. Tapi, ia berusaha memakluminya. "Memangnya nggak apa-apa?"

"Nggak apa-apa."

Mobil berhenti di halaman rumah besar bewarna cokelat muda. Halamannya penuh dengan tanaman dedaunan yang sedang hits. Ada pos penjagaan yang ketat di depan rumahnya. Kiara bertanya serta menerka di dalam hati. Jika demikian, bukankah artinya Kala bukan orang biasa. Maksudnya, keluarga Kala pasti adalah orang yang saangat dikenal di sini. Pengusaha,pejabat,atau pemilik-pemilik perusahaan. Ya, mungkin di antara pilihan itu. Tapi, kenapa Kala malah mencintai wanita random yang ia kenali di dunia maya. Cinta memang aneh.

Rumah itu tampak sepi saat Kiara masuk. Kala langsung mengantarkan Kiara ke kamar tamu agar segera mandi dan bisa bertemu dengan orang tuanya.

Setengah jam kemudian, Kiara menampakkan diri. Kala sudah menunggu Kiara sejak sepuluh menit lalu.

"Sudah selesai, sayang?"

Kiara mengangguk."Orang tua kamu di mana?"

"Papa biasanya sudah keluar, sih, kalau Mama ada di belakang sama dayang-dayangnya." Maksud dayang di sini adalah asisten pribadi sang Mama.

Kala dan Kiara ke tempat yang terkoneksi langsung dengan kolam renang. Tampak seorang wanita berkerudung berdiri. Memberi perintah dengan orang-orang yang ada di sana. Kiara tertegun melihat apa yang terjadi di sana.

"Mama kamu habis belanja tas?"bisik Kiara. Tas dengan harga puluhan hingga miliaran rupiah itu terhampar di lantai beralaskan karpet tebal.

"Itu koleksi tas Mama, mau dibawa ke Jakarta, Bandung, dan tempat lainnya. Aku juga kurang tahu, sih ke mana aja Mama sewakan tasnya." Kala membalas pelan. Saat ini, Mamanya belum menyadatmri kehadirannya dengan Kiara.

"Disewakan?"

"Iya. Kalau udah bosan sama tasnya, Mama bakalan sewakan tas, dompet, bahkan sepatu, lengkap sama kardus dan paperbagnya."

"Ada orang yang sewa?buat apa?"tanya Kiara tak habis pikir.

"Buat foto doang. Biasanya sepaket sama Private jet, sih. Jadi, misal ada orang yang ingin terlihat naik private jet, terus habis belanja tas mahal. Terus mereka foto. Nanti diposting dong di media sosial."

Penjelasan Kala cukup mengagetkan Kiara. Ia baru tahu kalau ada bisnis sejenis itu. Lebih kagetnya lagi, karena orang sampai rela menyewa private jet dan barang tas branded hanya untuk menaikkan status sosial mereka.

"Mama~" Kala memanggil sang Mama. Wanita paruh baya itu tersenyum.

"Hai."

"Ma, ini Kiara."

Kiara menyapa Mama Kala dengan tersenyum."Halo, Tante, saya Kiara temannya Kala."

"Selamat datang di keluarga ini. Ayo sini."Mama Kala menarik Kiara, bergabung bersama tas tas di lantai. Sementara Kala memerhatikan dari kejauhan saja. Entah apa yang mereka bicarakan. Kala hanya bisa menunggu sambil membuka email.

"Ini buat kamu, ya, Kiara." Tiba-tiba saja Mama Kala menyodorkan sebuah tas. Masih baru. Wanita itu hanya sekadar membeli. Tetapi, sampai di rumah, seleranya sudah berubah. Alhasil tidak terpakai sama sekali.

"A-anu,maaf, Tante, jangan. Ini kan buat bisnis." Kiara gelagapan. Kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutnya.

"Apa kurang bagus yang ini? Kalau gitu pilih aja, ya, mau yang mana."

Kiara tidak tahu harus menjawab apa. Rasanya tidak enak menerima hadiah semahal itu. Kala langsung menghampiri dan duduk di sebelah Kiara."Terima aja. Mama bakalan senang kalau pemberiannya diterima."

"Oh gitu, tapi, aku nggak enak, Kal,"bisik Kiara.

"Ma, yang hitam itu aja. Itu juga masih baru, kan?" Kala menunjuk quilted bag di sebelah Sang Mama.

"Oh, ini...iya belum pernah Mama pake ini. Terus~wanita itu melihat ke sekelilingnya."Nah, ini juga." Mama Kala menyodorkan jenis structured bag bewarna cokelat.

"Satu aja, Tante,"kata Kiara tak enak.

"Pake aja, pake. Kamu makin cantik kalau pakai yang itu."

Kiara menatap Kala bingung. Sementara Kala hanya tertawa kecil lalu mengangguk. Sebaiknya hadiah itu diterima saja agar Mamanya senang.

"Kalau begitu saya terima, Tante. Terima kasih banyak."

"Sama-sama, Ki."

Kiara membantu merapikan tas-tas tersebut. Setelah itu ia diajak makan siang. Ketika jam makan siang berakhir, datanglah seorang kurir membawa banyak sekali makanan kering khas Kota Makassar.

"Mama pesan ini semua?"tanya Kala.

"Iya, katanya Kiara mau pulang. Ini untuk oleh-olehnya. Biar keluarga dan temam-temannya bisa rasakan makanan sini."

"Tante, banyak banget." Kiara sendiri tidak tahu bagaimana cara membawanya.

"Nanti pakai koper besar, di sini ada. Kamu ganti ke pesawat yang bisa upgrade bagasi, ya. Soalnya masih ada lagi yang belum datang." Indira menoleh ke arah Kala."Kamu suruh Jonas pesankan tiketnya, Kal."

"Iya, Ma."

Kiara meraih kedua tangan Mama Kala."Tante, ini banyak banget. Saya nggak tahu bagaimana harus berterima kasih." Mata Kiara berkaca-kaca.

Mama Kala tersenyum lembut. Ia mengusap pipi Kiara. Kiara tidak tahu kenapa Mama Kala menatapnya seperti itu. Bahkan terlihat ingin menangis."Datanglah lagi kalau ada waktu. Rumah ini terbuka lebar untuk kamu."

"I-iya, Tante."

"Ah, Tante mau ke toilet dulu." Indira cepat-cepat pergi sebelum air matanya jatuh.

"Mama kamu kenapa?"

"Kayaknya teringat sama dua Kakakku yang sudah tiada." Kala sangat yakin akan hal itu. Mamanya itu sangat merindukan anak-anak perempuannya.

"Aku membuat Mama kamu sedih. Maaf."

Kala mengusap pipi Kiara."Bukan, sayang. Itu berbeda. Jadi, kayaknya malam ini kamu nginap di sini deh. Besok kuantar ke Bandara. Biar Jonas yang urus tiket kamu malam ini."

Kiara sedih mendengar kata pulang. Tapi, setiap ada pertemuan pasti ada perpisahan."Makasih, Kal. Walau sebentar di sini, aku merasakan banyak kebahagiaan."

"Karena kamu harus bahagia, sayang."

Entah kenapa langkah Kiara menjadi berat untuk pulang. Tiba-tiba saja ia ingin tinggal di sini, menyerahkan hati dan seluruh jiwa raganya untuk Kala.


❣❣❣

Save the Date Where stories live. Discover now