Yang dipesan oleh Jonas bukanlah sebuah hotel. Melainkan sebuah Villa. Kala tidak merasa keberatan, apa lagi Kiara terlihat antusias saat melihatnya. Villa yang dibangun dengan bahan kayu itu terlihat besar dan cantik.
"Kal, makasih udah diajak ke sini."
"Iya, Ki. Kamu senang dengan tempatnya?"
Kiara menoleh dan mengangguk."Sangat suka. Terima kasih."
"Cukup sekali saja terima kasihnya. Aku ambil koper kamu dulu, ya."
Kiara menghempaskan tubuhnya ke tempat tidur. Ia sudah tidak sabar menjelajahi tempat sini. Untunglah ia bertemu dengan Kala. Kalau tidak, mungkin ia hanya menangis di kamar hotel sampai masa cuti berakhir.
Kala kembali dengan koper Kiara dan koper kecil miliknya. Ia meletakkan di sudut ruangan."Malam ini kamu harus istirahat. Besok, kita mulai petualangan kita. Kita pergi ke Malino Higland, Hutan Pinus, terus kamu kamu ke mana lagi? Mungkin ada tempat yang mau kamu kunjungi?"
"Ingin ke banyak tempat. Tapi, rasanya tenagaku tidak cukup." Kiara tertawa.
"Datanglah lagi nanti. Aku akan bawa kamu wisata pantai. Di sini banyak pulau kecil. Kamu pasti suka dengan pemandangannya."
Kiara mengangguk setuju."Kamu tidak merokok?"
"Nggak."
"Kenapa?"
Kala selesai dengan kopernya, lalu duduk di sebelah Kiara."Dulu waktu masih sekolah pernah merokok. Ya, kenakalan remaja. Terus ketahuan sama Papa. Aku dimarahi habis-habisan. Nggak dikasih uang jajan selama sebulan. Terpaksa bawa bekal dari rumah atau hutang sama temen. Aku ingat banget, Papa bilang, aku nggak boleh merokok selama belum menghasilkan uang sendiri. Setelah udah kerja, aku udah nggak minat."
"Bagus. Aku suka cowok yang nggak merokok. Ya, itu keputusan yang mutlak. Aku tidak suka perokok."
"Syukurlah. Sudah lulus satu kriteria." Kala mengelus dadanya.
Kiara mengubah posisinya."Apa kamu sesuka itu padaku?"
"Iya, sangat suka."
Kiara terdiam sejenak. Saat bersama Kala, ia benar-benar merasa nyaman. Padahal, ia dan Kala adalah dua orang asing yang kemudian bertemu.
Kala meraih tangan Kiara dan menggenggamnya."Andai hati kamu tidak sedang terluka. Aku sudah melamar kamu. Saat ini, tentu hal itu tidak bisa kulakukan, kan? Kamu pasti menolakku."
Kiara menarik napas panjang."Rumah kita sangat jauh, Kal. Waktu kita juga berbeda satu jam. Aku tinggal di Pulau Sumatera. Kamu ada di sini. Butuh empat jam lebih perjalanan udara untuk kita bisa bertemu kembali. Itu belum termasuk transit dan menunggu boarding."
"Iya. Aku tahu itu,"ucap Kala dengan nada sedih."Tapi, ini hanya masalah tempat tinggal. Kita bisa mencari jalan keluarnya. Hanya berbeda waktu, Ki, satu jam saja. Itu bukan masalah yang besar."
"Andai aku kembali~berarti kita akan menjalani hubungan jarak jauh bukan?" Kiara tersenyum kecut. Ia takut hubungannya akan kembali gagal. Bersama pria yang sekantor saja, ia bisa kecolongan. Apa lagi dengan pria yang tinggalnya sangat jauh. Memang, tidak semua laki-laki seperti Gika. Tapi, Kiara tetap takut. Terlebih hatinya masih belum bisa menerima sosok baru.
"Iya." Kala berkata lirih."Sudahlah, kenapa kita memikirkan hal itu? Saat ini kita mau bersenang-senang, kan?"
"Memangnya apa yang akan kita lakukan sekarang?"tanya Kiara. Sementara Kala tidak bisa menjawab. Ia masih ingin melanjutkan obrolan. Tapi, terkadang ia juga tidak memiliki jawaban atas pertanyaan Kiara.
Kala bangkit, kemudian menarik Kiara agar berbaring."Istirahat. Aku nyalakan lampu dulu, soalnya udah hampir gelap."
Kiara mengangguk. Ia memerhatikan ke mana pun Kala pergi. Sedikit pun ia tidak pernah berpikir kalau Kala menyukainya. Mungkin Kala tidak pernah mengatakan, karena menghargai hubungan Kiara dan Gika. Pria itu tidak mau merusaknya.
"Sudah aku nyalakan." Kala kembali.
"Kamu istirahat juga. Kamu,kan, habis nyetir berjam-jam."
Kala naik ke tempat tidur, berbaring di sebelah Kiara. Tubuhnya miring menghadap wanita itu. Ia mengusap-usap pipi Kiara."Aku sangat menyukaimu."
Mata Kiara berkaca-kaca. Ia dan Kala bertatapan, lalu berpelukan. Keduanya berpagutan mesra. Ciuman Kala begitu menuntut. Tangannya mengusap leher wanita itu. Satu persatu pakaian mereka terlepas dari badan. Gairah yang sempat terpercik pagi tadi,kini berdesir kembali.Sentuhan Kala membuat sekujur tubuh Kiara menjadi ringan. Perasaannya menjadi tidak karuan saat lidah Kala menyapu puncak dada kecoklatannya. Aroma tubuh Kala begitu memabukkan. Kiara ingin terus menciumnya.
"Kia~" Kala berbisik mesra di telinga Kiara. Hidung mancungnya menyentuh belakang telinga wanita itu. Napasnya terdengar memburu. Kiara merasakan miliknya berdenyut, terlebih saat ini Kala menggesekkan miliknya.
Kala membuka paha Kiara, lalu menyatukan miliknya dan Kiara. Keduanya tak bersuara. Hanya saling menatap.Kiara merasakan dirinya terasa penuh dan sesak di bawah sana. Namun, milik Kala terus melesak memasukinya lebih dalam. Kiara terpejam merasakan setiap gesekan yang terjadi. Kala menghujaninya dengan ciuman bibir dan juga leher. Sesekali meremas payudara Kiara atau menghisap puncaknya.
"Kala~" Akhirnya Kiara bersuara, lebih tepatnya mendesah karena Kala mempercepat hunjamannya. Lalu, Kala mengerang dan gerakan itu terhenti. Tubuh Kala ambruk di atas tubuh Kiara. Napasnya yang tak teratur mengenai lekukan lehernya.
Kala menatap Kiara setelah beberapa detik ambruk. Kiara meneteskan air matanya. Kala mengusapnya lembut."Kenapa, Ki?"
Kiara tidak menjawab. Wanita itu terisak pilu. Lalu, memeluk Kala dengan erat. Kala membalas pelukan Kiara dan membiarkan wanita itu tenang terlebih dahulu.
❣❣❣

YOU ARE READING
Save the Date
RomanceWarning 21+ Kiara memergoki Gika, Calon suaminya selingkuh dengan sahabatnya, Vanya. Bukannya langsung marah-marah, Kiara justru mengumpulkan bukti perselingkuhan mereka. Lalu, di malam pernikahan, Kiara membeberkan bukti dalam bentuk video dan foto...