Jam pulang kerja sudah tiba. Kiara harus pulang menggunakan taksi online. Mobilnya dipakai oleh Kastara. Bicara soal Kakaknya itu, ada kabar baik. Kastara memutuskan untuk kembali tinggal di sini bersama orang tuanya. Sejak pernikahan pura-puranya dengan Yuna, hubungan keduanya semakin dekat. Maksudnya, mereka tidak sering bertengkar lagi seperti dulu.
Kastara sudah melakukan interview tadi pagi. Tapi, Kiara tidak tahu apakah Kakaknya itu diterima atau tidak.Kiara berharap Kastara dan Yuna benar-benar menikah. Apa lagi keduanya sudah saling memahami. Yuna juga sosok wanita yang sederhana. Meskipun sesikit tomboy, Yuna memiliki jiwa keibuan. Dia sangat baik dan penyayang. Siapa yang tidak mau punya Kakak ipar seperti itu.
Handphonenya berbunyi saat ia dalam perjalanan menggunakan taksi. Kala, sang kekasih menghubunginya. Kiara tersenyum dan menjawab panggilan tersebut.
"Hai~"
"Oh, sayang~aku rindu." Suara manja Kala terdengar di seberang sana. Bukan suara manja yang menyebalkan atau menjijikkan. Tapi,suara pria yang sangat lembut.
Kiara tersenyum lagi."Aku juga. Aku lagi jalan pulang, nih."
"Aku juga."
"Kamu lagi nyetir? Kenapa menelepon. Bahaya, kan?"
"Nggak. Aku pakai sopir. Kamu naik apa itu?"
"Naik taksi."
"Kamu nggak ada mobil sendiri?"
"Ada. Tapi, dipakai Kakakku. Dulu Kakak tinggal di luar Kota. Terus sekarang tinggal di sini. Jadi, mobilnya dipakai sama dia buat ke sana ke mari. Banyak yang mau diurus." Sepertinya setelah ini, Kiara justru akan diantar jemput oleh Kakaknya itu. Kecuali Kastara sedang sibuk.
"Oh, beli lagi aja." Kala bicara dengan mudahnya.
Kiara mendelik, bicara beli mobil semudah itu. Memang, tidak sulit untuk minta dibelikan Papa. Tapi, untuk apa mobil banyak tapi tidak dipergunakan. Kiara tidak suka seperti itu."Nggak,ah,mubazir."
"Tapi, kan, kamu jadi naik taksi ke kantor. Bahaya kalau udah malam gini."
"Belum malam."
Kala terkekeh."Oh, iya. Di sini udah gelap, sih, makanya kubilang udah malam."
"Di sini, matahari masih bersinar." Kiara melihat ke arah luar jendela. Jalanan terlihat padat oleh kendaraan.
"Tadi gimana kerjaannya di kantor?"
"Baik. Ya, aku bagikan sebagian oleh-oleh dari Mama kamu ke kantor. Nggak apa-apa, kan? Soalnya banyak banget."
"Ya nggak apa-apa. Tapi, orang tua kamu dapat oleh-olehnya, kan?"
"Iya dong. Malah antusias makannya. Ya sempat nanya gitu, sih dari siapa. Ya~aku belum berani bilang pacar. Aku hanya bilang itu dari orang yang spesial."
"Tidak apa-apa. Aku akan sabar menunggu waktu itu tiba." Kala mengarahkan wajahnya ke jendela. Ia menggigit jarinya menahan senyuman yang tiada habisnya. Jonas melirik Bosnya dari bangku depan. Pria itu tampak menahan tawanya. Pria dewasa yang sedang jatuh cinta itu sangat lucu.
"Kamu tidak pakai headset? Aku mau komunikasi terus sampai kamu tiba di rumah."
"Oh ada. Sebentar, ya." Kiara membuka tas kemudian memakai headsetnya."Sudah."
"Tiga hari lagi aku ke Jakarta. Bagaimana kalau kita bertemu di sana?"
Sebelah alis Kiara terangkat."Aku tidak bisa pergi. Aku harus kerja."
"Oh~" Terdengar nada kekecewaan dari mulut Kala. "Aku ingin bertemu."
"Iya. Aku juga. Tapi, kita harus bersabar bukan?" Kiara tersenyum kecut.
"Akan kuusahakan segera datang ke sana. Melamarmu."
Kiara geleng-geleng kepala. Rahangnya terasa pegal karena tersenyum lebar terus."Aku tunggu saat itu tiba."
"Aku sayang kamu, Ki."
Wajah Kiara memerah."Aku juga sayang kamu." Lalu ia melirik sopir taksi yang mungkin sudah muntah di dalam hatinya.
Kala melihat jam tangannya."Nanti kalau kamu sudah di rumah aku hubungi lagi, ya. Aku mau lihat wajah pacarku."
"Iya. Hati-hati di jalan, Kala."
"Bye, sayang." Kala hampir saja mengerucutkan bibirnya untuk mencium kekasihnya itu dari jauh.
Tapi, ia baru sadar sopirnya dan Jonas tengah memperhatikannya dari kaca. Pria itu berdehem, mengubah posisi duduknya menjadi lebih tenang seperti biasanya."Sampai nanti, Kia."
Sambungan terputus. Kala menormalkan kondisinya terlebih dahulu. Saat ini hatinya sedang euforia karena baru saja berkomunikasi dengan Kiara."Jon, setelah dari Jakarta, bisa tidak kita ke Medan?" Kala betul-betul akan menemui kekasihnya itu. Mencuri-curi waktu di jadwalnya yang padat. Padahal, jika ia bersabar sedikit saja, ia bisa menemui Kiara dengan waktu yang lebih panjang. Namun, rindu yang sudah menggebu tak mampu menyabarkan hatinya.
"Bisa, Pak."
"Tolong siapkan jet yang di Jakarta, ya."
"Kita hanya naik pesawat komersil, Pak. Ke Jakarta kita juga naik pesawat komersil."
"Loh, jet kita kenapa?"
"List antreannya sudah penuh sampai bulan depan,Pak. Jika dibatalkan, pelanggan meminta ganti sepuluh kali lipat harga yang telah mereka keluarkan." Penjelasan Jonas membuat Kala menganga. Memberi uang pengganti bukanlah masalah. Tapi, bukan itu solusinya. Itu juga risiko karena Jet pribadi keluarga mereka memang jarang sekali dipakai. Jadi, mereka menyewakannya.
"Wah, punya sendiri malah mau naik susah. Tapi, ya udahlah. Itu kan bisnisnya Mama. Kamu atur, ya, begitu urusan di Jakarta selesai, kita langsung ke Medan."
"Baik, Pak."
Kala sudah tidak sabar tiba di rumah. Ia bisa berkomunikasi dengan Kiara sepuasnya di dalam kamar. Rindu itu memang berat.
---
Kiara melihat mobilnya sudah ada di rumah. Itu artinya Kastara sudah pulang. Wanita itu masuk ke rumah dengan riang. Tidak ada kesedihan sedikit pun setelah bertemu Vanya dan Gika. Kehadiran Kala mengubah segalanya. Andai ia tidak bertemu Kala, sampai saat ini ia pasti masih dirundung duka.
Kastara masih mengenakan pakaian tadi pagi. Tampaknya, sang Kakak baru saja pulang. Kiara menghampiri."Kak."
"Eh, Ki, maaf Kakak nggak jemput. Kakak baru saja sampe." Kastara memeluk adik kesayangannya.
"Nggak apa-apa. Terus gimana interviewnya? Diterima?"
"Iya diterima. Lumayan tesnya dari pagi sampai sore." Kastara mengusap keningnya.
"Yes. Kakak balik lagi!" Kiara berteriak senang.
Kalila datang membawa teh hangat serta makanan ringan, oleh-oleh Kiara. Semianya tertata rapi di dalam toples cantik."Nih, ngemil dulu, capek habis kerja,kan."
"Wah oleh-olehnya Kia." Kastara bersemangat."Kakak masih penasaran, siapa yang kasih kamu oleh-oleh sebanyak ini? Nggak mungkin orang biasa,kan?"
"Ya orang biasa, manusia juga." Kiara mengelak.
"Spesial? Sampai dikasih tas branded segala?"bisik Kastara.
Kiara memukul lengan Kastara."Tahu apa Kakak soal tas branded."
"Ya, dulu kan pacar Kakak suka koleksi tas. Sering nemenin beli. Makanya tahu." Kastara menyikut lengan Kiara."Kamu beli sendiri? Kayaknya nggak mungkin. Tabungan kamu juga kan menipis buat bantuin beli seserahan."
"Iya, kan seserahannya aku kasih ke Kak Yuna. Mana gantiin." Kiara mendengkus kesal, sekaligus mengalihkan pembicaraan.
"Kan udah Kakak ganti, tiket kamu." Kastara memainkan alisnya."Awas aja kalau kalian nggak nikah beneran."
"Iya, rencananya mereka mau menikah kok, Ki." Kalila memyambung pembicaraan kedua anaknya.
"Masa, Ma? Beneran?" Kiara terbelalak,.kemudian menatap Kastara."Beneran, Kak?"
"Iya, bawel." Kastara menyembunyikan wajah merahnya.
Kiara memekik senang, kemudian memeluk Kastara. Akhirnya sang Kakak menikah juga.
❣❣❣

KAMU SEDANG MEMBACA
Save the Date
RomanceWarning 21+ Kiara memergoki Gika, Calon suaminya selingkuh dengan sahabatnya, Vanya. Bukannya langsung marah-marah, Kiara justru mengumpulkan bukti perselingkuhan mereka. Lalu, di malam pernikahan, Kiara membeberkan bukti dalam bentuk video dan foto...