Sementara itu Jonas yang sudah tiba duluan hanya bisa diam. Di hadapannya ada.sepasang suami istri, yang dipanggil Ibu dan Bapak besar olehnya. Ibu Besar menatapnya tajam. Harusnya Jonas datang bersama Kala. Tetapi, pria itu justru datang sendirian. Jonas sudah siap dimarahi. Itu sudah biasa. Setelah marah-marah, Bosnya itu tetap sayang padanya. Ia masih diberi gaji serta tunjangan. Sebab hanya Jonas yang mampu bertahan menjadi asisten Kala.
"Di mana Kala, Jon?"
"Pak Kala lagi istirahat di kantornya, Bu."
"Kenapa lagi dia? Ada masalah kerjaan?" Wanita berkerudung ungu itu mengernyit.
"Tidak ada, Bu." Jonas menjawab seperlunya saja. Ia takut ucapannya menjadi bumerang.
"Biarkan saja. Kala punya kehidupan sendiri, Ma. Dia udah sangat dewasa." Feri, Ayah Kala berkomentar. Istrinya itu terkadang berlebihan untuk urusan anak. Tapi, ia bisa mengerti, karena kini, Kala menjadi anak satu-satunya. Sikap istrinya seperti itu karena dua Kakak perempuan Kala sudah pergi mendahului mereka.
"Yah, tapi, Mama tetap khawatir."
"Pak Kala sedang patah hati, Bu. Wanita yang disukai, hari ini menikah." Jonas mengatakan sebenarnya.
Indira dan Feri menghentikan gerakan mereka. Keduanya saling berpandangan. Lalu, secara bersamaan menatap Jonas. Pria itu langsung merasa terintimidasi dengan tatapan kedua Bosnya.
"Siapa wanita itu?" Indira bertanya dengan nada kaget.
Jonas menggeleng."Saya tidak tahu, Bu. Tapi, Pak Kala benar-benar patah hati. Makanya sampai tidak mau makan."
Indira dan Feri terdiam. Entah apa yang mereka pikirkan saat ini. Lalu, di keheningan itu, Kala.tiba-tiba muncul.
"Ma, Pa~" Kala duduk di sebelah Jonas."Maaf terlambat."
Jonas menganga. Raut wajah Bosnya berubah seratus delapan puluh derajat dari yang terakhir kali ia lihat.
Indira terbelalak melihat Kala. Wajahnya langsung terlihat cemas."Kamu ke sini naik apa?"
"Naik mobil sendiri." Kala menunjukkan kunci mobil dengan bangga.
"Kenapa nggak telepon Jonas atau sopir?" Indira menggeram. Ia tidak suka anaknya pergi dengan sembrono. Minimal harus ditemani dua atau tiga orang.
"Mobilnya anti peluru, Ma. Aman kok." Kala tersenyum manis agar omelan Indira tidak berlanjut. Ia tahu, Mamanya sangat khawatir. Tapi, ia juga ingin menikmati rasanya pergi tanpa pengawalan.
Indira memilih mengalah. Lagi pula Kala juga sudah sampai di sini dengan selamat. Tidak ada yang perlu diperdebatkan.
"Jonas bilang kamu nggak nafsu makan karena patah hati,"celetuk Feri.
Kala melirik Jonas yang kini tertunduk. Lalu ia menatap Papanya."Iya, Pa. Patah hati, tapi, nggak jadi."
Jonas mengusap dada serta mengembuskan napas lega. Itu artinya Kala tidak akan memarahinya.
"Patah hati ~nggak jadi?" Indira menggelengkan kepalanya. Ia bingung dengan apa yang terjadi.
"Karena ternyata dia batal menikah." Kala tertawa riang.
"Bahagia di atas penderitaan orang lain, Pak?" ucap Jonas tanpa sadar. Ucapan itu disambut tawa oleh Feri dan Indira.
Kala memeluk pundak Jonas, lalu, memeluk leher asistennya itu, seolah akan mencekiknya."Berani bilang sekali lagi?"
"Ampun, Pak, ampun." Jonas menunjukkan ekspresi minta ampun.
"Sebagai hukuman, kamu nggak boleh ikuti ke mana pun aku pergi." Kala melepaskan Jonas dan merapikan pakaiannya.
"Kala~" Indira meletakkan sendoknya. Rasanya sudah lelah meminta anaknya itu untuk mengerti. Setiap anggota keluarga mereka harus mendapat pengawalan ke mana pun mereka pergi. Tapi, jiwa kebebasan Kala terkadang tidak bisa dikontrol."Terserah kamu mau bagaimana. Tapi, tetap harus dikawal."
"Bagaimana aku bisa punya pacar, Ma. Kalau ke mana-mana diikuti. Bukankah aku juga harus menikah. Apa Mama dan Papa tidak ingin mempunyai cucu?" Kala menatap Indira dan Feri. Tapi, kedua orang tuanya itu justru mematung. Kala tidak menyadari ada yang berbeda dengannya hari ini. Kala yang cuek kini membicarakan soal menikah dan anak. Ini kejadian yang langka. Jonas pun tak kalah kaget. Belakangan ini Bosnya sangat dingin. Tiba-tiba menjadi hangat mengalahkan mentari pagi.
"Sepertinya dia sudah sangat yakin, kalau wanita yang gagal menikah itu, akan menerimanya. Bagaimana kalau ditolak? Wah, bakalan menyeramkan." Jonas membatin.
Feri mengangguk-angguk. Ia meneguk air putihnya. Andi Sandyakala Arsa, tidak terasa anaknya itu sudah berusia tiga puluh empat tahun. Rasa-rasanya memang sudah pantas menikah. Baik Feri maupun Indira tidak pernah memaksakan kapan Kala menikah. Ucapan Kala barusan menyadarkan mereka bahwa, Kala memang sudah pantas menikah.
"Malam ini, Kala mau pergi sendiri pakai mobil ini." Kala memegang kunci mobil erat-erat.
"Kamu mau ke mana?"tanya Feri."Kamu boleh pergi sendiri, tapi, tetap beri tahu Jonas.
"Iya, Pa. Kala mau jemput temen di Bandara." Kala sudah tidak sabar bertemu dengan Kiara. Menjemput di Bandara dan memeluknya pertemuan pertama. Itu yang ingin Kala lakukan, meskipun itu sedikit aneh.
Indira baru saja akan protes. Bandara adalah tempat yang ramai. Ia khawatir Kala pergi ke sana sendirian. Tapi, sang suami menggenggam tangannya. Mengingatkan untuk tidak memprotes atau menolak permintaan Kala.
"Ya sudah. Hati-hati."
"Iya, Ma."
Jonas bersyukur dalam hati. Karena Kala ingin pergi sendiri, ia bisa istirahat malam ini.
❣❣❣
Ehem...ehem...jadi, part-part berikutnya bakalan ada adegan dewasa.
Bagi kalian yang tidak nyaman, bisa berhenti sampai di sini. Daripada melontarkan kalimat yang melukai hati.Untuk kalian yang memilih lanjut, terima kasih.
Gasskan!!

YOU ARE READING
Save the Date
RomanceWarning 21+ Kiara memergoki Gika, Calon suaminya selingkuh dengan sahabatnya, Vanya. Bukannya langsung marah-marah, Kiara justru mengumpulkan bukti perselingkuhan mereka. Lalu, di malam pernikahan, Kiara membeberkan bukti dalam bentuk video dan foto...