SweetTalker (24)

1.2K 272 49
                                    

"Kalau kamu menarik napas terus mending ke rumah sakit, aku takut kamu kena asma!"

Rylie langsung menoleh kala mendengar suara Ivar. Saat ditatap, pemuda itu langsung menautkan kedua alisnya dan memasang ekspresi cemberut.

"Aku enggak apa-apa, Var," ucap Rylie sambil mencoba memoleskan senyuman untuk menenangkan pemuda itu, meski dia sendiri gagal melambatkan debaran jantungnya yang menggila sejak tadi. "Serius."

"Kamu yakin mau melakukan ini?"

"Ini sudah pertanyaan yang keberapa?" Rylie mendengus sebal.

"Maksudku, kamu enggak harus ngelakuin semua ini dan abaikan saja permintaan warganet yang tidak masuk akal, permintaan maaf sudah cukup. Kamu sudah ngelakuin banyak hal yang seharusnya enggak kamu lakuin karena semua kematian Sofi itu bukan salahmu."

"Aku tahu kalau kamu khawatir dan aku enggak perlu melakukan semua ini. Tapi, aku hanya ingin semua ini segera selesai. Bukankah warganet akan tetap menuntut selama ada yang dipermasalahkan, tapi kalau aku menghilangkan semua tuntutan itu maka semuanya akan segera selesai."

"Aku paham."

"Kamu yakin kalau aku akan melakukan yang terbaik, kan?" tanya Rylie sambil menyentuh tangan Ivar yang kini memegangi roda kemudi.

"Tentu saja," ucap Ivar sambil menggenggam tangan Rylie erat-erat.

Pemuda itu menarik tangan Rylie dan mendaratkan ciuman ringan di jari-jarinya. Tindakan yang membuat jantungnya rasanya mau melompat saja dari dalam dada. Rylie meneguk ludah karena belum terbiasa dengan sisi manis Ivar yang baru diketahuinya sejak mereka resmi jadian. Sisi menyenangkan yang membuatnya merasa beruntung jadi pacar pemuda itu dan tidak sekalipun menyesal meski dimusuhi nyaris semua siswa perempuan di sekolah.

"Aku selalu percaya padamu," bisik Ivar pelan, akan tetapi masih cukup terdengar jelas di telinga Rylie.

"Aku tahu," sahut Rylie sambil menarik tangannya dari genggaman pemuda itu.

"Kok dilepas?"

"Kita harus turun, Var!" ucap gadis itu sambil mengulum senyuman.

Ivar mendesah, bibirnya mencebik dan wajahnya cemberut. Sepertinya tidak suka kalau harus berhenti memegangi tangan Rylie. Tingkahnya yang mirip anak kecil ini kadang menggemaskan. Hanya saja, Rylie sedang tidak ingin memanjakan Ivar karena ada yang dilakukan secepatnya.

"Sampai ketemu di luar!" kata Rylie sambil mencubit pipi pemuda itu.

"Aku akan kangen."

"Halah gombal!" sanggah Rylie cepat sambil menarik kenop pintu mobil sampai terbuka dan bergerak turun.

Ivar juga melakukan hal sama. Setelah menutup pintu, Ivar langsung menggandeng tangan Rylie. "Kan apa kubilang, aku udah kangen."

"Pisah berapa detik ini?"

Pemuda itu tergelak. "Aku enggak tahan pokoknya kalau kudu pisah dari kamu."

"Sudah ngegombalnya?"

"Ya?"

"Kalau sudah kita masuk sekarang!"

"Oh, oke."

Rylie mengalihkan pandangan dari wajah Ivar dan kini menatap rumah besar yang kini ada di hadapannya. Rumah yang dikunjunginya beberapa waktu lalu. Tempat tinggal mendiang Sofi.

Ivar mengetatkan pegangan ketika tungkainya mulai melangkah melewati halaman dan langsung menuju teras. Padahal Rylie tidak masalah kalau harus pergi sendirian, akan tetapi pemuda itu bersikeras untuk ikut bersamanya. Namun, Rylie bersyukur karena Ivar ikut masuk. Setidaknya Ivar membuatnya sedikut lebih tenang, entah bagaimana jadinya kalau dia harus masuk ke rumah mendiang Sofi dan bertemu orang tua gadis itu dengan debaran jantung yang menggila.

SweetTalkWhere stories live. Discover now