SweetTalker (30)

1.3K 305 131
                                    


Rylie mengusap wajahnya yang menyisakan sisa-sisa kebrutalan Tante Nadia tadi. Tidak ada yang didapatkannya selain setumpuk sampah. Ivar juga menuntut penjelasan darinya karena entah bagaimana pemuda itu datang ke rumah dan membuat kebohongannya ketahuan. Untuk itu Rylie memilih untuk mengajaknya ketemuan di kedai waffle dekat sekolah karena lokasi itu ada di tengah-tengah antara rumahnya dan rumah Sofi. Mungkin pemuda itu akan menanyakan perihal lecet-lecet di mukanya nanti dan dia hanya perlu menjelaskan semuanya.

Saat Rylie turun dari taksi, Ivar belum sampai di kedai jadi dia memilih menunggu di dalam. Sambil berjalan masuk, dia menulis pesan singkat untuk pemuda itu. Tindakannya berhenti ketika tubuhnya membentur sesuatu.

"Ouch!"

Suara keluhan itu datang bersamaan dengan bunyi benda jatuh dan pecah di lantai. Minuman dingin entah cokelat atau kopi kini berhamburan di atas permukaan keramik. Sebagian es batunya yang masih utuh menggelinding agak jauh dari gelasnya. Rylie langsung terkesiap dan buru-buru mendongak. Dia hendak meminta maaf ketika gadis itu juga mencicitkan kalimat yang sama. Namun, melihat penampilan gadis itu membuat Rylie terpaku sejenak. Gadis itu terlihat tidak asing. Hanya saja, dia langsung berdeham pelan dan langsung berjongkok untuk membantu membersihkan tumpahan minuman. Selama itu pula, dia menawarkan untuk mengganti minuman yang sudah disenggolnya. Rylie tetap memaksa memesan meski gadis itu menolak. Jadi tidak ada pilihan lebih baik selain duduk sebentar sambil menunggu pesanannya dibuat.

Mereka mengobrol sekitar sepuluh menit sambil menunggu pesanan. Ivar datang tidak lama setelah gadis itu berpamitan untuk pergi. Rylie langsung melambaikan tangan ke arah pemuda itu. Ivar bergerak mendekat dengan senyumannya yang biasanya. Senyuman manis tanpa cela yang membuatnya semakin tampan.

"Kamu sudah nunggu lama?"

"Lumayan," sahut Rylie sambil tersenyum.

"Sudah pesan?"

"Belum, kamu bisa pesan sekarang. Waffle es krim cokelat buatku!" katanya.

"Oke."

Ivar memesan sementara Rylie menunggu. Setelah pesanan diambil pramusaji, pemuda itu sekarang berdeham pelan dan memandangi Rylie.

"Kenapa?" tanya Rylie sambil menepuk pipi dengan tangan.

"Bukankah kamu mau jelasin sesuatu? Kenapa bohong sama mamamu bilang pergi sama aku, sementara kamu bilang ke aku kalau kamu di rumah? Terus wajahmu itu kenapa? Kok bisa lecet begitu? Matamu bengkak, pasti nangis kan?" tanya Ivar bertubi-tubi, seolah-olah tidak ingin disela.

Rylie mengusap kelopak matanya. Mungkin sekarang bengkaknya memang terlihat. Namun, dia langsung berdeham pelan. "Aku ke rumah Sofi."

"Apa?" Kelopak mata pemuda itu melebar seketika.

"Iya, aku ke rumah Sofi sejak pagi."

"Jangan bilang dari kemarin juga?"

Rylie mengangguk membenarkan. "Iya dan kemarinnya lagi."

"Terus kamu enggak bilang sama aku?" Ivar langsung memijat pelipis. Sepertinya benar-benar tidak menyangka penjelasan semacam ini.

"Aku enggak bilang sama siapapun, termasuk kamu," tukas Rylie enteng.

"Terus kamu bangga?"

"Ya, enggak sih."

"Kalau begitu, kenapa?"

Rylie menarik napas lalu mengembuskannya lagi. "Ada yang ingin kucari tahu, Var."

"Kalau cari tahu maka harus pergi sendirian? Enggak perlu bilang sama aku gitu?"

SweetTalkWaar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu