SweetTalker (32)

1.2K 287 26
                                    


Setelah hari itu, Ivar jarang terlihat di sekolah. Entah pemuda itu memang jarang masuk sekolah atau karena memang Rylie jarang berpapasan dengannya. Sosial medinya juga tidak begitu aktif, entah akun aslinya dan akun palsu yang gemar sekali meneror itu. Rylie tentu saja tidak mengendurkan serangan karena dia terus mengunggah fakta baru. Dari obat-obatan yang dikonsumsi Sofi sampai fakta kalau sepupunya adalah orang yang menyebarkan kebencian lewat akun palsu. Mungkin citra Ivar tidak seburuk miliknya, akan tetapi setidaknya dia berhasil menanamkan noda juga di image bersih pemuda itu. Meski orang lain mungkin tidak membenci Ivar seperti membenci dirinya, hanya saja dia yakin kalau orang-orang tidak akan lagi melihat Ivar dengan cara yang sama seperti sebelumnya. Nama Ivar Prabaswara sekarang tidak dilepaskan dari Dania Sofia, sepupunya yang bunuh diri dan akun SweetTalk yang terkutuk serta admin akun itu sekaligus mantan pacar yang menyebalkan.

"Enggak buruk!" Bibirnya mengembang dan membentuk senyuman ketika membalas komentar di akun sosial media SweetTalk.

"Apanya yang enggak buruk?"

Rylie mendongak kala mendengar suara tidak jauh darinya. Sapaan itu muncul berbarengan dengan bunyi langkah kaki yang mendekat. Beberapa pemuda yang dikenalinya sebagai anggota tim basket SMA Nusantara kini berdiri di depannya. Kedatangannya mereka seperti membawa hawa buruk, apalagi sekarang Rylie baru sadar kalau dirinya ada di samping gedung sekolah. Lokasi yang cukup sepi untuk meminta tolong. Meski dia sendiri tidak yakin kalau akan ada yang menolongnya sekarang.

"Kok enggak dijawab, tadi Theon tanya tuh apa yang tidak buruk?" Randi kini memiringkan kepala dan menatap Rylie lekat-lekat.

"Bu—bukan apa-apa," sahut Rylie sambil buru-buru berdiri. Dia harus secepatnya pergi drai tempat ini.

"Mau ke mana sih? Kok buru-buru banget?" Randi sekarang melingkarkan lengannya di bahu Rylie. Tindakan yang membuat Rylie bergidik.

"Ma—masuk kelas, kan ini sudah bel."

"Bareng aja kalau gitu!" Kali ini Theon yang menimpali.

"Eng—enggak deh, terima kasih."

"Udah barengan aja, Ry. Enggak perlu takut lagi!" Aldi menimpali.

Rylie ingin sekali meronta, akan tetapi pemuda-pemuda tinggi bertubuh kekar itu kini mengapitnya. Bahkan ketika Rylie menolak ajakan sekalipun, mereka tetap menyeretnya dengan paksa. Sesekali mengancam akan memeganginya dengan tidak sopan kalau Rylie berani teriak. Sialnya, banyak siswa tetap tidak peduli dan tidak menolong meski mereka melihatnya ditarik paksa seperti itu. Mungkin karena cowok-cowok ini mengatakan kalau Rylie akan jadi manajer tim basket mereka atau sesederhana alasan umum, murid-murid itu sama sekali tidak peduli padanya.

Ketika akhirnya mereka berhasil menggiringnya ke lapangan basket indoor SMA Nusantara, matanya melirik pintu yang terkunci rapat. Tidak ada jalan keluar lagi. Dikeroyok dua dari mereka saja sudah pasti babak belur, apalagi kalau sampai mereka semua memukulinya, dia mungkin pulang dengan beberapa tulang yang retak dan patah.

"Jadi apa yang kalian inginkan?" tanya Rylie dengan napas tertahan. Keringat sebesar jagung udah memenuhi keningnya sejak tadi.

"Santai saja, Rylie. Masih banyak waktu!" Aldi kini berjalan mendekat.

"Iya, tapi kalian mau ngapain? Kalau mau bicara langsung saja atau aku pergi sekarang!" Rylie langsung menggertak dan bergerak menuju pintu keluar.

"Galak bener!" Randi terkekeh pelan sambil menghalangi jalan Rylie.

"Jadi apa yang kalian inginkan?"

"Hmm, hal yang kami mau ya?" Randi memiringkan kepala lalu menyeringai. "Apa semua sudah siap?"

SweetTalkWhere stories live. Discover now