PROLOG

41.5K 1.9K 102
                                    

12 Januari
05:16 PM

Suara derasnya hujan yang menyentuh tanah seakan menambah kecemasan mereka. Suara guntur yang menggelegar dahsyatnya seakan tanda keputusasaan mereka.

Pepohonan bergoyang ke kanan dan kiri mengikuti terpaan angin kencang, semua dedaunan kering yang dengan setianya menemani sang dahan pohon kini berjatuhan ke dalam benteng.

Keringat dingin yang bercucuran di setiap jenis kulit sangat membuat suasana menjadi lebih mencekam. Langit berubah menjadi abu-abu gelap seakan tidak mengizinkan sang matahari menyinari mereka semua dan menenangkan hati yang berdebar-debar.

Tidak ada suara apapun selain hujan deras di senja ini. Tidak ada bolam lampu yang menerangi benteng mereka, semuanya gelap karena senja dan tidak ada sinar matahari yang memberi pasokan listrik pada medan energi benteng.

Dua pria berdiri tegang di gerbang utama yang tingginya dua kali lipat dari tinggi mereka berdua, masing-masing berdiri memegang gerbang besi kanan dan kiri menatap lurus penuh harap ke depan mereka.

Jantung terpompa sama seperti deretan orang lain di belakang. Sang pria penjaga gerbang utama bagian kanan menengok ke belakang pelan, matanya menuju sang istri yang rambutnya basah karena hujan deras, mata hijau daunnya sangat berair, baju putihnya kotor karena cipratan tanah basah, kakinya sudah lemas menunggu sama seperti yang lain. Tatapannya seakan penuh cinta di tiap pasang mata masing-masing.

Jejeran hutan di depan perlahan menggelap, cahaya semakin memudar. Waktu yang berjalan kini terasa sangat cepat hingga harapan mereka telah lenyap.

Beberapa pasang kaki yang kebasahan terguyur hujan masih setianya menunggu kedatangan teman-teman mereka, senjata tombak mereka masih setianya menempel di genggaman.

Sedangkan beberapa pasang kaki yang berteduh di belakang hanya bisa menatap lirih gerbang dan semua orang yang kehujanan.

Tiba-tiba saja suara cipratan langkah kaki yang berlari terdengar dari telinga sang penjaga, tombak yang berujung tajam berdiri tegak berjaga-jaga.

Tubuh semua orang yang tadinya lemas kini menjadi tegang melihat sang penjaga gerbang sangat was-was saat ini.

Pria pembawa tombak lainnya yang berdiri menyebar kini memegang tombak dengan kedua tangan mereka yang bergetaran hebat di setiap tangan. Semuanya telah siap dengan kedatangnya.

"Hey!!!" teriakan pelan terdengar dari dalam hutan, sang penjaga kini menurunkan tombak mereka mendengar suara pria berteriak dari dalam hutan.

"Cepat!!!" teriakan besar tadi semakin lama semakin mendekat pada gerbang utama, sang penjaga masih diam di tempat masing-masing. Mereka berdua tidak akan mengambil risiko yang akan berakibat fatal bila meninggalkan tempat mereka saat itu.

Keputusasaan kini berubah kembali menjadi harapan yang tadinya sudah pudar ketika melihat sesosok pria berlari menuju benteng mereka.

Tombaknya yang sebelumnya panjang kini telah patah menyisakan satu potongan kecil dengan ujung tombak terlihat berlumuran darah kental berwarna hitam pekat.

Pria yang menggunakan baju serba hitam itu sangat tergesa-gesa menuju gerbang yang tinggal beberapa meter lagi, langkahnya cepat dan teliti menerobos lebatnya hutan di sekitar mereka tanpa harus terjerat akar-akar liar yang menguasai hutan.

Wajahnya yang sudah di tumbuhi bulu-bulu kasar tipis di sekitar rahangnya, basah karena air hujan yang mulai deras. Ekspresi tegang yang menggebu dalam jantung tak terelakkan.

Di belakang sang pria terdapat lima orang pengikutnya berjalan dengan ketelitian yang tidak kalah dibandingkan sang pemimpin.

Dua pria seumuran di belakangnya berjalan tergesa-gesa menuju gerbang, sang pria berambut abu-abu terlihat sedang menggotong rekan di sebelahnya yang sangat lemah hingga sulit berjalan.

The FortlessWhere stories live. Discover now