Part 41 - Dua Rute

6.2K 555 40
                                    

Kini semua orang yang mengikuti langkah besar untuk keluar dari benteng The Fort satu per satu keluar dan menikmati suasana yang baru dan begitu asing. Semilir angin dingin ditambah hujan terus menemani mereka dan menjadi tajuk pemandangan satu-satunya.

Semua orang terperangah tak dapat berucap, semua isi kota telah hancur berserakan, gedung menjulang tinggi kini tak lagi mewah di mana melainkan hanya menjadi sebuah gedung tanpa kaca di makan lumut, debu, dan tumbuhan liarnya. Waktu dan uang yang sebelumnya diluangkan untuk membangun gedung-gedung itu terasa begitu percuma, kemewahan sedetail apa pun kini bukan lagi penakjub mata.

Dari kejauhan terlihat sebuah jembatan berwarna merah yang di sedikit terselimuti kabut di udara, jembatan Napoleon. Sedangkan beberapa bentuk mobil terparkir tak karuan di beberapa sisi jalan. Kota yang sangat sunyi dan begitu mati, tentu saja di balik sunyinya sesuatu terdapat rahasia akan penyebabnya.

Ghroan lebih mendominasi ke seluruh kota di bandingkan dengan Molk, ini di karenakan sebelumnya Ghroan memakan manusia, sisa manusia yang belum mati dan sudah terinfeksi virus Mepis itulah yang mengakibatkan perubahan wujud menjadi Molk, di mana tak begitu banyak di bandingkan dengan Ghroan.

Tentu saja kali ini mereka semua akan menghadapi dengan sebuah makhluk yang cukup berbahaya dan memiliki banyak jenisnya itu, masing-masing jenisnya memiliki keahlian sendiri dan memiliki intelejensi sendiri.

Kini mereka mulai berkumpul dalam satu lingkaran penuh dengan manusia yang tersesat mencari arah tujuan selanjutnya, lagi-lagi ini menuju pada Aleena dan kawan-kawannya yang menentukan. Aleena tak pernah keluar dari benteng dan mengetahui seluk beluk kota, ini bukan 'waktu' miliknya.

"Sekarang ke mana kita?" tanya Seth di samping Skylar yang tengah memegang tombaknya.

"Hanya kalian yang pernah keluar dari benteng yang tahu kota mengerikan ini," sahut Cadance sarkatik.

"Kita harus mengamankan semua orang dahulu," ujar Aleena mengusul.

"Ke mana?" sahut Cadance.

Aleena masih berfikir. "Tempat di mana Ghroan tidak mampu masuk, setidaknya tempat di mana kita dapat menghalau mereka bila datang," ujar Aleena lagi.

Semua orang masih mengeksplorasi ke semua arah, setiap laki-lakinya terus menyisir rambut basah mereka agar tak menutupi wajah tampan masing-masing. Sedangkan Aleena dan semua kaum wanita hanya cukup menahan dinginnya sore dan memimpikan sebuah tempat dengan perapian hangat agar dapat menghangatkan tubuh.

"Ada sebuah atau semacam benteng di bagian utara, aku masih ingat puluhan tahun lalu terakhir kali aku keluar, 1km ke utara," jelas Gustavo mengancungkan telunjuknya ke arah tujuan selanjutnya.

"Apakah tidak ada yang lebih dekat? Aku takut bila 1km itu membutuhkan waktu yang lama, aku sudah merasakan malam akan datang. Kita harus bergegas sebelum malam menjelang, aku tidak mau membiarkan mereka di luar di saat senja atau malam," sahut Aleena menyulut.

"Kau mau jalan tercepat? Kalau begitu berlari adalah mempersingkat waktumu berada di luar sebelum malam," balas Gustavo dingin.

Aleena memutar bola mata jengah dan beralih pada Skylar. "Sky, apa kau tidak pernah melihat tempat aman di sekitar kota di dekat sini?" bisik Aleena.

Skylar menggeleng. "Sayangnya tidak, begitu pula dengan Savagery lainnya," ujar Skylar.

"Kita hanya menuju ke sisi pusat kota dan menelusuri setiap gedung atau pun rumah-rumah, kita tidak pernah berani menuju hutan atau pun jalan lainnya yang tidak ada di peta kami," tambah Skylar menjelaskan sedikit.

The FortlessWhere stories live. Discover now