Part 47 - Yang Tertinggal (1)

5.9K 490 19
                                    

Sinar mentari yang cerah tembus melewati beberapa ventilasi kayu perpustakaan, cahayanya menghidupkan kembali struktur perpustakaan terbuat dari kayu beraroma hutan di setiap mentari pagi menyongsong. Sinar tersebut menerangi rak-rak buku di lantai atas, membersihkan aroma buku yang pekat serta menampilkan ribuan jenis dan judul buku yang tersusun rapi di dalam rak-rak yang masih rapi.

Di lantai bawah hanya tersisa 40 orang yang selamat dari tragedi malam melelahkan kemarin, kini mereka masih tertidur pulas berhamburan di berbagai tempat dengan posisi nyaman. Ada yang tidur di dekat tungku perapian utama, ada beberapa yang nyaman dengan posisi duduk dengan punggung yang bersandar dinding rak. Sisanya berserakan di lantai, melihat di mana mereka merasa senyaman dan setenang mungkin, kesedihan yang dirasakan membuat lelah setiap jiwa, kesedihan itu menjadi benih kantuk, hingga mereka semua tertidur bersamaan.

Beberapa dari mereka memiliki selimut yang menutupi tubuh dari dinginnya malam, dan sisanya membiarkan kulit mereka meresap oksigen ke titik pori-pori yang tegang. Mengistirahatkan dan merilekskan semua tubuh dengan tidur yang sangat pulas.

Bahkan Gustavo masih tertidur dengan pulas di atas sebuah kursi belajar dengan sebuah buku di atas kedua pahanya, rupanya ia menghabiskan malamnya untuk mendongengkan dirinya sendiri sampai terlelap dalam tidur. Ia dipenuhi luka di wajah seperti luka robek yang panjang dan butuh bantuan seorang Orvos, begitu pula semua orang.

Di lain sisi rambut coklat panjang wanita itu terurai menutupi tangan kanan yang ia lipat tuk menyangga kepalanya ketika tertidur, tubuh jenjangnya tengkurap setelah berubah-ubah posisi. Namun satu tangan kirinya terulur panjang mengarah pada tangan seorang pria yang juga terulur dari sisi berseberangan. Tangan Skylar ikut terulur, namun kini tak bersentuhan dengan sedikit jarak renggang di tengahnya. Skylar tertidur dengan posisi paling nyaman baginya, tangan kiri yang ia lipat menumpu ke belakang kepala. Sebelumnya kedua tangan Sky dan Lena saling menggenggam erat di kala kantuk datang dan mimpi menjemput. Hangat mentransferkan dari setiap genggaman menenangkan setelah lelahnya berusaha, setelah energi terkuras habis-habisan.

Udara segar menyengat setiap hidung, dan mereka tak pernah merasakan aroma udara sesegar hari ini walaupun perpustakaan berada di tengah kota yang terjangkit banyak virus Mepis, namun kali ini udara begitu sejuk dan nyaman. Suasana hening tanpa kericuhan sedikit pun semakin mempernyenyak semua orang, tak ada yang terbangun baik sengaja maupun tak sengaja.

Suara kicauan burung mendadak terdengar bersama kepakan sayap mungil yang menggema di dalam perpustakaan, bahkan ketika kedua kaki kecil itu mendarat masih dapat terdengar ke seantero perpustakaan. Entah dari mana burung gereja itu datang, tak ada sedikit ruangan yang terbuka di perpustakaan itu, bahkan ventilasi tak muat dengan ukuran tubuh burung sekecil itu.

Kicauan burung itu terdengar sekali dan kepakan sayapnya membangungkan Aleena, burung kecil berbulu coklat itu terbang ke rak paling tinggi di lantai atas dan mematuk-matukkan paruhnya ke kayu mencari sarapan, rayap. Aleena membuka matanya, rambut yang berhamburan bergerak seiring kepala Aleena mencari cahaya terang pagi hari.

Ia menegedipkan kedua mata bergantian secara teratur, menetralisir cahaya yang masuk ke iris hijau indahnya. Suara burung merdu itu benar-benar membangunkannya sendirian, tak ada orang lagi yang terbangun selain dirinya karena kehadiran burung gereja yang entah-berantah datang dari mana asalnya.

Aleena menegakkan tubuhnya, ia menoleh perlahan memperhatikan sejenak sekitarnya begitu tenang dan sangat tentram dalam sejenak perasaan. Ia melihat Azzura tertidur nyaman di atas sofa panjang, mengulurkan kaki lelah kecilnya di atas sana. Sedangkan sekumpulan pria tengah sejajar tidur tanpa keributan.

Hingga matanya menatap satu makhluk tertampan yang pernah ia lihat, alis tebal dan rahang tegasnya menarik satu garis yang rapi di wajahnya yang tampan. Ia sangat kelelahan seperti semua orang, tangannya masih terulur tak bergerak sekecil pun. Bahkan Aleena fikir semua orang seperti mati suri, tak ada kehidupan sekecil apapun di dalam perpustakaan selain burung gereja yang masuk.

The FortlessHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin