Part 45 - Perpustakaan (1)

5.1K 486 39
                                    

Suara bergeser dan mendengung yang terus didengar mereka sangatlah mengganggu, di saat mereka harus waspada maksimal semuanya pun terus menengok ke mana pun di mana suara seperti benda terjatuh atau tergeser sesuatu terus berbunyi.

Entah darimanakah suara itu berasal, apakah dari suara burung-burung yang mencari tempat tinggal, ataukah hanya seekor kijang dan hewan-hewan lainnya yang mengaruk sampah, atau suara mesin-mesin dari sebuah gedung yang masih aktif dan mendengung bagaikan lebah.

Di kota kedua ini mereka ditegangkan dengan suara aneh di balik gedung pencakar langit yang tak terhitung berapa banyak. Berbeda dari kota asal, di sini begitu sangat tertutup dengan gedung pencakar langit yang bertebaran di mana-mana. Bekas kota metropolitan yang meninggalkan kehancuran lebih parah, gedungnya beberapa hancur seperti patah terbelah menjadi dua.

Ada sebuah gedung begitu mencolok, mereka menyebutnya dahulu dengan tiga serangkai. Berjajar dengan desain yang berbeda satu sama lain, gedung di kiri bertema abu-abu gelap, gedung tengah bertema abu-abu terang, dan gedung yang kanan berwarna putih.

Namun yang kini terlihat gedung di bagian kanan dan kirinya hambruk ke sisi gedung tengah, sehingga membuatnya tersangkut dan membentuk segitiga dengan garis tengah. Adapun gedung lain juga memiliki bentuk yang utuh, namun sebuah lubang besar menghiasi di tengah-tengah gedung seperti sebuah donat.

Semuanya hancur tak bersisa, tanpa kehidupan dan tak berpenghuni. Harapan untuk melihat orang yang selamat di kota lain perlahan sirna, mungkin memang hanya mereka yang beruntung dapat hidup dan mendapatkan The Fort yang melindungi mereka dari serangan makhluk-makhluk berbahaya.

Aleena membelai pelan punggung lengannya yang ia tutupi dengan lengan bajunya, rasanya semakin sakit dan menimbulkan pusing yang membuat matanya rabun. Kepalanya berputar dan ia terus mengedip cepat agar ia tak jatuh karena pandangannya mulai hancur.

Walau tak ada satu orang pun yang tahu tentang apa yang dialami Aleena, ia bersusah payah untuk menutupi sakitnya. Ia tak ingin membebani semua orang lagi, tak ingin memperlambat lagi perjalanannya. Karena tujuannya hampir sampai, hanya melewati beberapa liku.

Cadance menoleh cepat pada arah suara yang ia dengar, hanya dia yang begitu gelisah dengan suara benda yang jatuh di sekitarnya. Ia takut bila itu adalah makhluk yang mengincarnya, setidaknya bila memang itu Ghroan yang ia harapkan makhluk itu tak menyerang mereka diam-diam.

"Apa hanya perasaanku saja, atau kita sedang dibuntuti," gumam Cadance mengeluarkan keresahan yang sedari tadi ia pendam.

"Apa maksudmu? Jangan takuti semua orang," desah Dan.

"Tidak, aku memang merasakan hal ini. Suara yang selalu kita dengar tanpa wujudnya, apa arti semua itu?" pekik Cadance dalam nada yang tenang.

"Mungkin suara itu membuat sebuah ilusi di kepalamu, membuatmu pusing dan gelisah," sahut Dan.

"Bukan, aku hanya merasa kota ini sangat aneh. Udaranya dan anginnya tidak segar," ujar Cadance masih melanjutkan perjalanan mereka dengan langkah kaki sekuatnya.

"Ini mungkin karena virus Mepis di sini lebih banyak kadarnya di udara," sahut Dan terdengar professional.

Gustavo, Skylar dan beberapa orang yang berjalan di belakang hanya dapat menyimak perkalimat yang dilontarkan. Ikut berada di tengah-tengah berdebatan itu semakin membuat resah saja, belum lagi suara-suara aneh di sekitar mereka membuat waspada setiap saat.

"Aku hanya berharap tidak bertemu Gemirix," ujar Cadance.

"Gemirix sangat langka, sangat jarang terlihat, mungkin kita masih memiliki kesempatan untuk tak bertemu makhluk itu," tutur Julius.

The FortlessWhere stories live. Discover now