Part 37 - Kurungan

5.2K 539 79
                                    

"What !" jerit Cadance acap setelah mendengar keputusan wanita dangkal di seberangnya, entah apa yang membuat Cadance begitu emosi hingga ia ingin sekali meronta dan menghantam wajah Matilda itu dengan tangannya sendiri.

"Hey!" Gustavo tanpa sengaja mengeluarkan suara, ia membengkang keras atas keputusan Matilda untuk membunuh wanita di depan Gustavo yang terduduk lemah.

Gustavo benar-benar terkejut dengan 'pilihan bijak' Matilda, ia kembali lagi dengan sikap kemanusiawiannya yang masih aktif sempurna di balik sifat kejamnya pada setiap orang yang ia latih.

"Bahkan jika kau membunuhnya mereka tetap kembali! Energi yang mereka incar akan terus mereka buru!" tambah Cadance meronta di kursinya sendiri dan mengakibatkan kursi itu goyah dan bergetar hebat.

"Persetan dengan energinya, bagaimana kalian tahu bila energi itu hanya ada satu di dunia ini ha? Mereka memiliki cadangan banyak! Bumi memiliki sumber daya alam yang tak terjangkau yang belum di cetak dalam sejarahnya dan menunggu untuk ditemukan! Mereka bisa mencari yang lain!"

"Satu-satunya yang membuat mereka masih mengejar energi itu adalah karena energi itu masih mendekam di tubuh seseorang yang masih hidup! Membuatnya ikut aktif di dalam. Bila orang yang menyimpannya mati, secara otomatis energi itu akan lenyap bersama orang yang ikut mati bersamanya!" jerit Matilda memberi persepsi logikanya.

"Kau tidak tahu jenis energi apa itu!" tambah Cadance masih tak lelah mengelak.

"Apa kau tahu?" sindir Matilda pada perempuan memiliki warna rambut yang sama dengannya.

Cadance terdiam, masih menjelajahi logika-logika yang masih berputar pada titik tempat semuanya sudah terjadi selama ini.

Gustavo angkat bicara. "Jika mereka tahu ada energi lain yang dapat menggantikan energi itu maka mereka sudah sedari dulu menggali ke inti bumi terdalam, palung laut terdalam, jurang terdalam, lubang terdalam untuk menggantikan hal itu. Lalu mengapa mereka tak mencarinya ha? Karena itu satu-satunya," sela Gustavo cukup tenang di nadanya, tetapi hatinya bagaikan bantalan tinju yang dihantam telak karena degupan keras jantungnya.

"Karena mereka organisme tak memiliki otak, mereka melakukan secara natural dan tak ada pilihan lain. Mereka mengerjakan semua itu demi kehidupan mereka yang lebih baik!" hujat Matilda kembali.

"Dan kurasa kau sudah termasuk salah satu organisme tak memiliki otak itu eh?" cemooh Gustavo keji.

Matilda terdiam mendengar sindiran yang menyakitkan, mengiris telak ke hatinya. Nafasnya menjadi berat, rahangnya mengeras sembari giginya bergemeletuk menghadapi pria seumurannya di depan.

Argumen mereka saling berperang, tak ingin kalah dan ingin selalu menang. Bersikeras bila opini mereka adalah yang benar di alam semesta yang tak seimbang.

"Di mana bukunya?" Matilda beralih ke topik lainnya.

Cadance menatap nanar kembali wanita yang terus-menerus membuatnya terkejut setiap pertanyaan, ekspetasinya tentang wanita di seberangnya itu yang sebelumnya aneh harus ia rubah menjadi wanita yang licik dan berbahaya.

Matilda tau semua yang termasuk rahasia besar, di mana semuanya fikir Cadance hanya ia seorang yang tahu tentang buku itu.

"Di mana!" jerit Matilda lagi dan lagi tak lelahnya.

"Buku apa?" tanya Cadanceberpura-pura tak tahu, namun bermakna menyelidiki lebih lanjut buku apa yang di maksud Matilda.

"Chronicle Of The Lost Treasure dan Chronicle Of The Lost Fort," tukas Matilda dingin.

"Itu tidak nyata," elak Cadance berdusta.

"Apa itu?" tanya Gustavo di sela-sela kericuhannya.

"Jangan pura-pura bodoh Cadance, seperti halnya menggunakan serum seenakmu tanpa tahu bagaimana efek setelahnya," desis Matilda menyindir kembali masa lalu mereka.

The FortlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang