EPILOG

8.8K 662 133
                                    

2 tahun kemudian

Gulungan awan putih bergantung erat-erat di mega biru mulus tanpa kelam kelabu yang mencuri tempat. Guguran daun berwarna coklat dan orange turun seraya angin menerpa dalam beberapa detik, menghamburkan dedaunan di atas atap rumah dan jalanan.

Dahan yang bergoyang pelan bagaikan sebuah permainan menyenangkan bagi burung-burung yang berdiam diri. Kicau burung beradu dalam keharmonisan lingkungan yang damai. Berayun dari satu dahan ke dahan lain, mencari burung lainnya untuk memulai kehidupan baru.

Belajar dari tindakan sang burung, setiap orang pun memulai kehidupan yang baru tanpa kecaman.

Dalam 2 tahun terakhir, Matilda beserta rekan-rekannya membangun ulang mega benteng yang dahulu mereka kuasai. Benteng yang sederhana, bukan terbuat dari besi logam Osmium dan Tungsten, melainkan benteng sebagai sebuah ciri khas warga yang merdeka, The Fort.

Benteng setinggi empat meter perlahan membentang mengelilingi kota pelan-pelan, berawal dari pinggir sisi kota, dan seutuhnya tertutup oleh dewala memanjang. Para pekerja mulai menyebar, membersihkan total kota dari berbagai bangkai Ghroan dan Molk yang membusuk, membuangnya ke sungai atau membakarnya dalam sebuah lubang yang begitu dalam bagaikan jurang.

Kedalamannya mencapai 25 meter, di dasarnya terdapat timbunan abu hitam karena pembakaran Ghroan yang terus bertumpuk setiap harinya. Sebuah papan besar tertulis "Edge of Revenge" di atas, sebuah papan pengingat masa-masa terpuruk kala itu.

Satu hal yang membuat tempat tersebut unik adalah terpampangnya 1 tentakel Dommed yang besar tertancap banyak tombak yang berbaris hingga membentuk vertical. Setiap 1 meternya tersusun 4 tombak yang menembus sampai dinding tebing di belakang di penghujung sisi jurang.

Setiap benda yang berada di jurang tersebut adalah sebuah balasan akan dendam yang terus bergeliyang di hidup. Pengingat sang peneror dan sang pembunuh terkejam, tak terlupakan. Ledakan The Dropprunus bagaikan saklar lampu, ketika ia dalam mode mati maka setiap lampu akan ikut mati. Angin yang berhembus kala itu adalah gelombang radiasi bagi Ghroan. Semua yang merasakannya mati, dan bagi yang tidak merasakannya pun mati perlahan karena tidak ada keseimbangan kehidupan mereka.

Molk dan Fast Molk yang memiliki virus Mepis dari Ghroan pun perlahan ikut merasakan gejala tersebut, mati dalam kekosongan jiwa asing, terbengkalai di atas tanah tandus tak berpenghuni. Walaupun sebagian Molk masih bertahan, tak membuat semua orang kesulitan untuk membunuhnya dengan semua pasukan yang berjaga di setiap kota dan peralatan senjata yang semakin canggih terevolusi.

Sinar mentari terang menyinari tiap pohon dan tempat tinggal semua orang. Dahulu, tempat mereka adalah ladang kehancuran, namun dengan benteng yang melindungi berubahlah menjadi tempat tinggal sempurna tiap-tiap orang yang ingin berkeluarga, hidup normal, mencoba hal baru dan sebagainya yang di lambangkan dengan keharmonisan.

Ris mengambil sebuah palu dari gudang rumah berwarna serba putih yang telah diperbaiki dengan baik oleh tangan yang handal, tepat di samping rumah Donny dan Anastasia yang menetap bersama jejeran rumah milik yang lainnya. Will bersama seorang wanita yang cantik, berkulit gelap sama sepertinya berasal dari Afdeling 3. Di sebelahnya tempat tinggal Dan dan wanita dari Afdeling 2 yang sudah ia incar sejak di The Fort.

Julius lebih senang hidup dalam kesendirian dan tinggal bersama teman-teman barunya di posko penjagaan, terutama ia bisa melihat jejeran bintang yang membentang di malam hari bagaikan ribuan helikopter. Posko yang nyaman dekat dengan hutan dan begitu alami terjaga, sehingga tinggal di sana dalam waktu yang lama pun bukan hal yang buruk.

The FortlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang