Part 36 - Pimpinan Upper

5.9K 527 41
                                    

Suara mesin berbunyi dalam tempo bergantian yang selaras, suaranya tak membuat banyak orang khawatir tiap mendengarkannya. Bahkan seperti alunan penyemarak ruangan yang kosong tanpa banyak orang lain.

Suara dari mesin detakan jantung yang terpasang di tubuh Aleena yang tidur masih berbunyi, suaranya lengking dan menggema ke ruangan cukup besarnya. Hanya ada tiga orang di dalam ruangan sana termasuk Aleena.

Perlahan alam sadarnya aktif kembali, ia dapat merasakan hawa dingin besi juga dengan dengungan suara yang sering ia dengarkan setiap hari.

Namun kali ini Aleena mendengar suara lain, suara yang terdengar tak asing baginya. Cukup dekat dengan jangkauan pendengaran Aleena yang masih mencoba berbaur dengan sekitarnya.

Matanya tertutup rapat seperti tak ingin melihat apa yang akan ia saksikan ketika membuka mata, apakah masih ada bekas jejak pertempuran? ataukah tubuhnya terbaring bersama puluhan jenazah yang mati akibat perang?

Ia memberanikan membuka matanya, sayup-sayup matanya terbuka memperlihatkan warna hijau yang indah dengan mata yang masih basah. Satu kedipan saja ia langsung melihat lampu redup di atasnya.

Putih bersih menyongsong tubuhnya yang tergeletak lemah, Aleena kembali mendengar suara tak asing itu. Hingga ia melirik kecil ke kanannya, mata hijau bersihnya mendapati Yura tengah tersenyum dengan seseorang, terlihat di rautnya begitu gembira mengobrolkan sesuatu yang membuatnya tertawa, memperlihatkan deretan gigi putihnya.

Suara balasan tertawa kembali terdengar yang kali ini lebih merdu, Aleena menatap lawan bicara Yura di depannya duduk dengan raut tak kalah riang dengan Yura dan masih tertawa bersamanya, Azzura.

Karena keasyikkan mereka bersenda gurau tentang suatu hal, mereka tak sadar bila Aleena sudah siuman. Sudah terbangun sejak dua hari terakhir pingsan, seorang putri cantik yang tersenyum kecil melihat sahabatnya begitu penuh gelak tawa.

Apa yang ia takutkan dengan melihat kekacauan, musnah ketika mengamati raut bahagia Azzura dan Yura yang tertawa bersamaan, rasanya tak ada hal buruk yang pernah terjadi.

Yura tertawa. "Setelah itu kami menangkap kera itu, cukup sulit menangkap kelincahan kera kecil itu. Ia meloncat ke mana-mana, menjambak semua rambut yang berusaha menangkapnya, hingga ia ingin kabur lagi. Tapi ia tak bisa lepas, karena pohon di mana ia bergelantungan sebelum terjatuh begitu jauh," cerita Yura pada Azzura.

"Jadi dia tak diselematkan?" tanya Azzura senang, masih mengamati Yura yang bercerita.

"Hmm, karena kera itu tidak bisa memanjat temboknya jadi kami merawatnya. Pernah sekali kera itu berkeliaran bagaikan banteng lepas di Versal, dia membuat geger semua orang karena berlari begitu lincah. Untung saja pimpinan kami tidak ada," desah Yura memutar mata jengah.

Azzura masih selalu tertawa mendengarnya. "Aku membayangkan apa yang dilakukan kera coklat itu di sana," alis tebal Azzura terangkat.

"Kau mau melihatnya? Aku bisa menunjukkanmu suatu hari nanti," ujar Yura antusias.

"I'd love too!" pekik Azzura bersemangat, dirinya begitu tak sabar menantikan hari itu.

"Apa itu artinya kencan?" sambar Aleena yang sudah sedari tadi mendengarkan.

Azzura dan Yura menengok cepat, menatap Aleena nanar dan keterkejutan yang membahagiakan mereka. Aleena masih menatap Azzura dengan senyuman nakalnya, membuat wajah Azzura memerah.

Azzura beranjak dari kursinya, mendatangi Aleena dengan cepat dan langsung menangkap tubuhnya dalam pelukan hangatnya.

"Senang kau sudah siuman," umbar Azzura tersenyum lega. Mendengar kalimat dari bibir Aleena seperti mendengarkan kicauan burung merdu di hutan sana, sangat menenangkan jiwa yang gundah.

The FortlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang