Part 3 - Perkenalan

14.8K 1K 19
                                    

03:25 PM

Langit memamerkan warna biru aslinya yang sangat lembut, awan-awan menebal melindungi sinar terik dari wajah seorang wanita.

Rindangnya pohon yang letaknya dekat dengan pagar benteng bagian timur membuat bayangan dahan dan daunnya menutupi tubuh jenjangnya yang sangat dekat dengan bagian pohon, sepoi angin menerbangkan helai-helai rambut coklatnya ke kiri menutupi wajahnya.

Wanita muda yang sangat kesepian hingga ia tidak dapat mengajak satu pun orang tuk menikmati indahnya siang yang terik tanpa menyengat kulit putihnya.

Matanya sayup-sayup menikmati tiap angin yang menggelitik kulit hingga terpejam, keheningan yang sangat menenangkan kalbu. Meninggalkan suara dengingan panjang serangga di dalam hutan.

"Ah! Di situ kau rupanya!" ucap seseorang berparau besar yang cenderung berteriak, tubuh wanita itu sangat terguncang mendengar dengusan kesal dan nafas terengah-engahnya secara bersamaan.

Dalam hatinya sudah merasa kesal telah diganggu kenyamanan di tengah keheningan dan damainya suasana.

"Ada apa lagi?" tanya wanita itu terduduk dan mengerut bingung, tak biasanya ada seseorang yang mencarinya sampai terengah-engah seperti itu.

"Aku sudah mencarimu ke mana-mana aku sangat lelah, tangga itu melebihi usiaku untuk sampai ke atas sini," jelasnya masih mengatur nafas berat.

"Kau tak apa?" dia semakin khawatir melihat Ben terbungkuk terengah-engah di atas tangga yang hanya selebar 1 meter terbuat dari besi kuat lainnya.

"Donny mencarimu, sebaiknya bergegas," ucapnya datar dan kembali turun tanpa ingin mendengar jawaban wanita itu yang sebenarnya sudah ia jawab dengan anggukan bingung.

Donny masih menunggu kehadiran wanita berambut brunette yang dipanggil oleh Ben, hanya dia wanita satu-satunya yang suka keluar menghirup udara hutan.

"Mari ikut aku, kau akan keluar." Donny mengulur tangan kanannya lembut, merangkul ringan di bahu gadis itu dan menuntunnya keluar ruangan.

Semuanya serba putih di dalam namun warnanya berubah menjadi warna yang gelap bercampur bau karat besi yang khas setelah keluar ruangan, lampu-lampu neon putih yang berjajaran hanya penunjuk arah jalan keluar di lorong yang selebar 3 meteran, tak ada satu pun benda yang dapat menarik perhatian di jalan itu, semua hanya lorong kosong.

Mereka sampai pada daun pintu dengan jendela kecil dilapisi kaca di bagian atas, gadis itu sesekali meneguk salivanya menghilangkan rasa penasaran akan dunia luar selain ruangan putih yang sudah lama ia tinggali.

Tangan Donny menggeser pintu ke arah kanan sampai habis, cahaya siang yang terang mencoba menerobos paksa kelopak mata gadis tersebut, wajah dinginnya menjadi hangat karena paparan sinar dan hawa panas siang hari.

Ia menoleh ke kiri, banyak pria berbagai usia tengah membawa tombak, senjata, dan beberapa benda lainnya di arena lain. Semua warna bajunya berbeda dengan milik gadis tersebut yang masih mengenakan seragam putih besar.

"Ayo," tuntun Donny kembali, kakinya kini sudah dapat merasakan kerasnya tanah coklat, tidak ada rerumputan di sekitarnya dan lebih mendominasi pada batu-batu keras dan pasir kering.

Donny mengajak berjalan dan mengambil arah kanan. Hembusan nafas dari gadis itu terdengar sangat jelas saat menatap kagum gerbang yang ada di depannya, menjulang tinggi, berwarna abu-abu, dan terbuat dari besi lagi.

"Itu gerbang kedua hanya setinggi 4 meter, kau belum melihat gerbang utama. Membuatmu harus memutar kepala 180 derajat karena sangat tinggi," jelasnya yakin dengan kekaguman yang dilihat gadis itu terhadap gerbang yang diberi nama Sega.

The FortlessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang