Part 9

4.4K 455 4
                                    


Enjoy this story <3



Setelah berbicara dengan orang tuanya, Arkan langsung memasuki kamarnya karena kepalanya sedari tadi sudah pusing bukan main.

Dengan tertatih-tatih Arkan menuju nakas dan membuka lacinya mencari obatnya. Namun yang tangannya dapatkan hanyalah bungkus obat yang sudah kosong.

Arkan lupa jika obatnya sudah habis. Kini ia hanya bisa pasrah sembari memegang kepalanya yang semakin sakit sampai kegelapan merenggut kesadarannya.

Arvin berdiri di depan pintu kamar Arkan. Niatnya Arvin ingin meminta bantuan untuk tugas seni budaya kepada Arkan.

Tok tok tok

"Kakak!"

"Kak!"

"Kak Arkan!"

Karena tak ada jawaban, Arvin membuka pintu yang memang kebetulan tidak terkunci. Arvin pun masuk terkejut setengah mati melihat sang kakak tak sadarkan diri di samping ranjang dengan wajah pucat pasi.

Arvin menghampiri Arkan dan menyentuh permukaan pipi sang kakak yang terasa dingin dan menepuknya pelan berharap sang kakak tersadar.

Air mata Arvin sudah menetes karena baru pertama kalinya ia melihat keadaan sang kakak seperti ini.

"MAS! ABANG!" Teriak Arvin memanggil kedua kakaknya.

Arta dan Arsen langsung berlari menuju sumber suara. Betapa terkejutnya mereka yang melihat Arkan tidak tersadarkan diri di pangkuan Arvin yang menangis.

"Kakak kenapa dek?!" Panik Arta. Arvin hanya menggelengkan kepalanya sambil terus terisak.

"Mas! Gendong kakak ke mobil sekarang kita ke rumah sakit!" Seru Arsen. Tanpa ba-bi-bu Arta langsung menggendong Arkan dan membawanya ke mobil diikuti Arsen yang menenangkan Arvin.



•••••



Sesampainya di rumah sakit, Arkan langsung masuk ruang IGD. Arta yang bersandar di tembok menunggu pemeriksaan. Sedangkan Arsen duduk di kursi tunggu sambil memeluk Arvin yang masih terisak pelan.

Kalau ada yang tanya mereka udah memberi tahu orang tuanya jawabannya yaitu sudah. Namun orang tuanya tidak mau datang dengan alasan baru saja berangkat dan malah menyerahkan Arkan pada mereka. Arta sampai mengumpat mendengar alasan orang tuanya. Sepenting itukah pekerjaan bagi kedua orang tuanya? Cih.



Ceklek

Dokter keluar dari ruang IGD.

"Bagaimana dengan keadaan kakak saya dok?" Tanya Arta segera.

"Kalian bertiga siapanya?"

"Kami adiknya dok." Jawab Arsen.

"Begini, pasien menderita tumor otak dan tumor otak yang diderita pasien sudah memburuk." Jelas dokter.

Mereka terkejut dengan pernyataan dari dokter.

"A-apa? Tu-tumor ot-tak?"

Dokter itu menganggukkan kepalanya.

"Tumor yang ada di otaknya sudah mengganas dan satu-satunya cara yaitu operasi."





























See you in next chapter<3
Don't forget to vote and comment<3<3

Drasananta✓Where stories live. Discover now