Part 21

3K 326 1
                                    


Enjoy this story <3

























Setelah selesai makan, Arta beserta kedua adiknya kembali ke ruangan Arkan. Disana Arkan masih memejamkan matanya. Arvin langsung duduk di kursi samping brankar sedangkan Arta dan Arsen duduk di sofa.

Arvin menggenggam tangan sang kakak. Tatapannya kembali menyendu. Tak lama isak tangis terdengar di ruangan itu. Arta dan Arsen yang hanya diam membiarkan adiknya itu melepas semua bebannya.

Arkan yang terganggu pun membuka matanya. Arta dan Arsen tak memperhatikan itu karena sibuk dengan pikiran mereka. Sedangkan Arvin masih sibuk menangis.

Tangan Arsen yang tidak digenggam Arvin terangkat mengusap surai Arvin.

"Hei? Kenapa nangis?" Tanya Arkan.

"KAKAK?!"

Arsen dan Arta tersentak mendengar teriakan Arvin. Melihat sang kakak sudah sadar mereka langsung mendekat.

"Kakak udah sadar?"

"Ada yang sakit?"

"Apa yang kakak rasain?"

"Panggil dokter ya."

Arkan pusing mendengar rentetan pertanyaan dari adik-adiknya.

"Udah. Tenang ya. Kakak udah dari tadi sadarnya terus kakak tidur dan kakak gak apa-apa. Gak ada yang sakit." Ucap Arkan.

Ketiganya menghela nafas lega mendengar ucapan Arkan. Arvin langsung menghambur memeluk Arkan lalu menangis keras. Arkan membalas pelukan Arvin dan mengusap punggung sang adik.

"Sini. Gak mau pelukan juga?" Ucap Arkan kepada Arta dan Arsen.

Arta dan Arsen langsung ikut memeluk sang kakak sambil meneteskan air mata. Hanya meneteskan air mata tidak menangis kencang seperti Arvin.












•••••













Keesokannya empat putra Drasananta berkumpul di ruangan Arkan. Keadaan Arkan sudah mulai membaik sedikit demi sedikit. Mereka bercanda satu sama lain sehingga tawa pun terdengar di ruangan itu.

"Nanti malam gak usah datang aja ya." Ucap Arsen tiba-tiba.

Arkan mengernyitkan dahinya mendengar ucapan Arsen.

"Kemana?"

"Nikahan bokapnya Harsa."

"Loh? Nikah lagi?"

Arsen menganggukkan kepalanya.

"Terus kenapa gak datang aja?" Tanya Arkan.

"Ya kan kakak baru aja bangun. Abang gak mau ninggalin kakak."

"Datang aja bang. Kakak gak apa-apa kok. Lagi pula Harsa juga sahabat kamu kan. Hitung-hitung silaturahmi sama keluarganya. Kamu kan belum pernah ketemu." Ucap Arkan.

"Tapi...."

"Gak apa-apa Abang. Kan ada Adek." Ucap Arvin menepuk dadanya.

"Adek gak ikut?" Tanya Arkan pada Arvin.

"Gak. Adek mau jagain kakak aja."

"Mas?" Tanya Arkan pada Arta.

"Ikut kak. Nemenin Abang."

Arkan menganggukkan kepalanya paham.

"Gak apa-apa Abang ke sana?" Tanya Arsen.

"Gak apa-apa Abang." Jawab Arkan meyakinkan.

"Oh iya kakak baru kepikiran. Ini biaya rumah sakit gimana? Uangnya ada?" Tanya Arkan.

Mereka terdiam sejenak.

"Masih ada kok. Uang dari mama papa dulu yang kakak kumpulin." Jawab Arta.

"Maaf ya ngerepotin. Maaf juga belum bisa jadi kakak yang baik." Ucap Arkan.

"Apasih kak. Kakak tuh kakak yang baik. Kakak bisa ngegantiin peran orang tua yang harusnya dilakukan oleh mama papa." Ucap Arta yang disetujui Arsen dan Arvin.

"Bener tuh. Kakak itu kakak paling hebat. Bahkan orang tua kita sendiri aja gak sehebat kakak. Malah ninggalin anaknya. Cuih! Dasar orang tua gak ada adab." Ucap Arsen yang mendapat teguran dari sang kakak.

"Oh iya kakak baru inget. Abang sama Mas lupa angkat kasur ya!" Ucap Arkan menuding.

"Loh kakak tau darimana?!"

"Kalau kamu lupa orang koma bisa mendengar." Jawab Arkan santai.

Arta dan Arsen hanya cengengesan sedangkan Arvin sibuk bermanja ria dengan sang kakak.































































See you in next chapter <3
Don't forget to vote and comment <3<3

Drasananta✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang