End

4.9K 306 14
                                    

Enjoy this story <3



















Arvin tersenyum saat melihat ketiga kakaknya sedang bermain-main. Dengan semangat ia langsung menghampiri ketiga kakaknya.

"KAKAK! ABANG! MAS!" Teriak Arvin membuat yang dipanggil menoleh.

Ketiganya langsung tersenyum senang.

"ADEK!" Teriak ketiganya.

Mereka langsung berpelukan dengan erat seakan tiada hari esok. Arvin tanpa sadar menitipkan air matanya saking senangnya.

"Hiks...hiks...hiks."

"Loh? Kok nangis sih dek."

"Kangen...."

"Cup...cup...cup sini sama kakak."

Arkan langsung membawa si bungsu ke dalam rengkuhannya. Bukannya berhenti tangisan Arvin malah makin menjadi. Tak tega mendengar tangisan si bungsu Arta dan Arsen pun ikut memeluk.














Saat ini Arvin sedang tiduran dengan paha Arkan sebagai bantalan. Sedangkan Arkan duduk bersandar pada pohon sambil tangannya mengelus surai Arvin.

Arta dan Arsen? Mereka tiduran disamping Arkan dengan perut Arta sebagai bantalan Arsen sedangkan Arta menunjukkan tangannya sebagai alas kepalanya.

"Kalian tadi ngapain? Kok kayaknya seneng banget." Tanya Arvin menatap Arkan.

Arkan menghentikan usapan pada rambut Arvin sejenak lalu menunduk menatap sang adik. Arkan tersenyum dan kemudian mengelus surai Arvin kembali.

"Gak ngapain-ngapain kok. Cuma bercanda kayak biasanya doang."

"Beneran?"

"Iya, beneran."

Arvin hanya menganggukkan kepalanya mengerti.

"Nggak. Kita lagi bahas kamu waktu kecil pernah nyusruk ke got waktu naik sepeda." Celetuk Arsen.

Arvin langsung memberengut mendengar celetukan abangnya itu.

"Gak ya!" Protes Arvin sambil duduk.

"Iya kok. Tanya aja sama kakak." Ucap Arsen dengan wajah meledek.

"Kakak! Itu abangnya ih!" Rengek Arvin kepada Arkan.

Arvin kembali merebahkan badannya dan menelusupkan kepalanya pada perut sang kakak.

Arkan hanya tertawa mendengar perdebatan adik-adiknya itu.

"Udah heh! Jangan dijailin adeknya." Ucap Arta menyentil dahi Arsen.

"Kamu juga dulu pernah masuk got cuma karena ngejar katak bang, kalau kamu lupa." Celetuk Arta.

Mereka tertawa mendengar celetukan Arta kecuali si korban yang sedang memasang wajah cemberut







•••••










Di sisi lain terdapat pria paruh terkejut saat melihat anaknya tak sadarkan diri yang sudah bersimbah darah di pergelangan kiri tangannya. Sedang tanga kanannya masih memegang cutter.

Di peluknya raga yang sudah tak bernyawa itu. Tangisan pria paruh baya itu terdengar di seluruh ruangan. Tangisan kesedihan yang begitu mendalam.








































See you in next chapter <3
Don't forget to vote and comment <3<3

Drasananta✓Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt