Part 26

3.1K 340 8
                                    

Enjoy this story <3




















Kini semuanya terdiam hening di ruang tamu. Tak ada yang bicara baik dari papa maupun anak-anak. Mereka merenungi pikiran mereka masing-masing.

"Maaf." Ucap papa memecah keheningan.

"Maafin papa. Maaf karena gak pernah ada disaat kalian terpuruk. Maaf karena telah menyembunyikan kebenaran. Maaf. Papa minta maaf. Papa menyesal." Lanjut papa.

"Kenapa papa gak pernah bilang kalau papa sama Mama udah pisah?" Tanya Arvin.

Papa menundukkan kepalanya sebentar lalu netranya menatap mata si bungsu.

"Maaf. Papa gak mau kalian merasakan menjadi anak broken home."

"Tanpa itu pun kita udah broken home." Celetuk Arsen membuat papa merasa bersalah.

"Kenapa papa baru datang sekarang? Kenapa harus di saat kakak udah gak ada? Kenapa?! Papa tahu gak? Saat papa dan mama gak lagi kirim uang, kak Arkan harus bekerja disaat dia punya penyakit yang sangat amat berbahaya untuk memenuhi kebutuhan kita. PAPA TAHU GAK?!" Ucap Arta emosi dengan air mata yang menetes dari ujung matanya.

Arsen langsung mengelus pundak Arta bermaksud untuk menenangkan.

"Maaf. Papa gak tau kalau Arkan bekerja saat dia sakit. Papa masih kirim uang saat itu. Papa kirim uang kalian lewat mama karena papa pikir mama bakal ngasih jatah uang untuk kalian. Tapi ternyata kalian gak menerima uang itu." Jelas papa.

Papa menghela nafas sebentar lalu kembali membuka mulutnya.

"Maaf papa gak datang saat Arkan kecelakaan. Bahkan saat Arkan dimakamkan pun papa gak ada di sana. Maaf. Papa minta maaf. Waktu itu papa juga kecelakaan saat akan pulang untuk menemui Arkan. Dan sayangnya papa baru bisa keluar dari rumah sakit kemarin. Maaf. Papa minta maaf." Lanjut papa dengan suara yang tertahan.

Air mata papa mulai meneteskan mengingat betapa bodohnya dia sampai menelantarkan darah dagingnya sendiri bahkan sampai salah satu darah dagingnya pergi terlebih dahulu.

Arta, Arsen dan Arvin terdiam mendengar penjelasan papa. Mereka tak menyangka bahwa sang mama sebegitu jahatnya kepada mereka. Mereka juga tak menyangka bahwa sang papa masih peduli terhadap mereka.

Arvin langsung berdiri dan duduk disamping papa lalu memeluk laki-laki itu.

"Maaf."

"Maafin papa."

"Papa minta maaf."

Mendengar racauan sang papa Arvin langsung mengeratkan pelukannya. Air mata Arvin pun tak bisa dibendung untuk tidak keluar dari sumbernya.

Tak lama Arsen pun ikut memeluk sang papa dengan tangisan yang tersedu-sedu.

Arta yang melihat itu langsung beranjak dari duduknya lalu pergi ke kamarnya. Sesampainya di kamar, Arta langsung merosot di balik pintu kamarnya dengan tangisan yang sejak tadi ia tahan. Ia terus-menerus memukul dadanya berharap rasa sesak yang di dalam menguap keluar.

"Kak..."

"Kak Arkan..."

"Kakak...."

"Sakit kak...."

Arta terus meracau sambil memukul-mukul dadanya.

"KAKAK!"

Setelah berteriak Arta pun menangis dengan kencang. Ia menangis sejadi-jadinya. Kepergian si sulung mampu membuat ia kehilangan arah.








































See you in next chapter <3
Don't forget to vote and comment <3<3

Drasananta✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang