Part 10

4.4K 451 1
                                    


Enjoy this story <3





Saat ini Arta, Arsen dan Arvin sedang mengunggu Arkan yang sedari tadi belum sadar. Oh ya, Arkan sudah dipindahkan ke ruang rawat VVIP.

"Eeeuunghh"

Mereka yang mendengar suara lenguhan langsung mendekat ke brankar Arkan. Arkan perlahan membuka matanya. Matanya menangkap dinding-dinding putih yang ia tebak rumah sakit.

Arkan menarik sudut bibirnya melihat ketiga adiknya. Arvin langsung menerjang tubuh kakaknya dan menangis. Arkan hanya terkekeh melihat tingkah adik kecilnya itu.

"Kenapa kakak sembunyiin tentang ini?" Tanya Arta datar.

Tubuh Arkan menegang. Apa adik-adiknya sudah tahu tentang penyakitnya?

"Kakak yang bilang kalau ada masalah harus cerita. Kakak marah waktu aku gak cerita masalah aku. Tapi kenapa kakak sendiri menyembunyikan penyakit kakak? Kakak tahu? Kita takut banget waktu lihat kakak pingsan tadi. KAKAK TAU?!" Ucap Arta frustasi kemudian menangis tersedu-sedu.

Arkan yang mendengar itu merasa sakit di relung hatinya. Air matanya pun menetes tanpa ijin. Ia meraih tangan sang adik dan menggenggamnya.

"Maafin kakak...." Ucapnya lirih.

Arsen melangkah keluar ruangan tanpa berkata apapun. Hal itu membuat Arkan diterpa rasa bersalah karena merasa Arsen marah padanya. Arvin yang menyadari itu langsung menyusul abangnya.

"Gak apa-apa." Ucap Arta mengelus tangan yang tadi menggenggam tangannya.

"Dari kapan tumor itu ada?" Tanya Arta.

"Dua tahun yang lalu mungkin."

"Apa ini dampak dari kejadian itu?" Tanya Arta ragu.

"Mungkin."





•••••





Arsen melangkahkan kakinya menuju taman rumah sakit. Ia duduk di bangku taman. Ia menghela nafas kasar. Arvin yang sedari tadi mengikuti Arsen pun duduk disamping abangnya.

"Abang marah sama kakak?" Tanya Arvin. Arsen hanya menggelengkan kepalanya.

"Terus kenapa keluar?" Tanya Arvin lagi.

"Abang takut dek. Saking takutnya sampai Abang gak tau harus gimana." Ucap Arsen dengan pandangan kosong.

Arvin hanya bisa memeluk tubuh Arsen berniat memenangkan.

"Kita semua takut bang. Bahkan kakak sendiri mungkin takut. Yang bisa kita lakukan hanyalah berdo'a." Ucap Arvin.

"Balik ke ruangan kakak yuk. Tadi kakak mikirnya Abang marah sama kakak." Lanjut Arvin yang diangguki Arsen.

Ceklek


Arkan yang tadinya hanya melamun sambil mengusap surai Arta yang tidur disampingnya pun menoleh ke arah pintu. Ia tersenyum melihat kedua adiknya.

Arsen langsung berlari menerjang tubuh sang kakak membuatnya sedikit tersentak. Arsen menangis tersedu-sedu dalam pelukan Arkan. Arkan menepuk-nepuk pelan punggung Arsen.

Omong-omong, Arta sudah pindah di sofa bersama dengan Arvin karena dia terbangun saat Arsen memeluk Arkan. Tangan Arkan yang di kepalanya tanpa sadar menabok Arta karena ia tersentak.

"Ma-maaf k-kak hiks." Ucap Arsen yang diangguki Arkan.

Mereka pun tidur karena ini sudah larut malam. Arta, Arsen dan Arvin tidur di sofa.
































Lagi Seneng aja😆
Makasih untuk yang udah vote 🤗❤️

Lagi Seneng aja😆Makasih untuk yang udah vote 🤗❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



See you in next chapter<3
Don't forget to vote and comment <3<3

Drasananta✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang