15| Pengakuan Reni

259 26 1
                                    

Sekarang gue sadar, yang bisa setia di ajak jalan cuman sendal.
____

Hari ini mereka bertiga, yakni Bian, Alam dan Rio habis bermain basket di sebuah lapangan. Dan sekarang waktunya istirahat setelah Bian mendribble bola ke keranjang dengan mudahnya.

Alam dan Rio mengikut Bian untuk duduk di kursi pinggir lapangan. Mereka yang kecapekan merasa haus, dan meneguk air minum yang mereka bawa masing-masing.

"Bian?"

"Hm." Dehemnya disela-sela minum. Karena tak ada lagi lanjutan dari suara yang memanggilnya tadi, Bian menoleh. "Ada apa, Rio?" Tanyanya.

"Gue fikir, seharusnya Lo bisa ngejaga perasaan Reni, saat lo bersama Nanda."

"Maksudnya?"

"Kemarin, secara tak langsung lo udah nyakitin dia, saat lo berpelukan dengan Nanda di depannya."

"Terus?" Bian mendengus kasar.

"Dia cemburu bego. Lo punya otak di pakai dikit deh!" Alam mulai bersuara saking kesalnya.

"Kenapa dia harus cemburu? Gue dan dia sama-sama gak ada rasa. Dia juga tau kalo pernikahan ini cuman permainan bagi gue, yang kita lakuin cuman demi papa."

"Reni cemburu itu wajar, karena lo suaminya. Andaikan lo bukan suaminya, mau lo mati sekalipun dia mah bodoh amat."

"Udahlah! Gak usah bahas dia. Pusing gue denger tiap hari kalian bela cewek itu mulu." Gusar Bian meluruskan kakinya.

"Sukanya nyakitin anak orang, giliran disakitin tau rasa lo." Ketusnya. Alam memang sangat kesal dengan sikap Bian yang satu ini.

"Kayak lo gak pernah nyakitin orang aja." Ketus Bian, melenggang pergi.

"Memangnya Alam pernah nyakitin siapa?" Rio bingung tak tau apa-apa mengenai pernyataan Bian.

"Lo gak tau?" Tanya Alam yang membuat Rio mengangguk.

"Emang lo pernah nyakitin siapa, Lam?"

"Tau Rumah sakit kan? Itu gue yang nyakitin. Gue ghosting dia sampai sakit. Sampai sekarang gak sembuh-sembuh Hahaha," Gelegak tawa dari suara cemprengnya membuat Rio dan Bian kesal.

"Apa sih, gak lucu." Rio berkerut kesal. Ia melenggang pergi bersama Bian yang akan pulang, meninggalkan Alam yang masih tertawa.

"Woi kok malah ninggalin gue! Tungguin gue!" Teriak Alam memasukkan sepatunya ke dalam tas, lalu menggantinya dengan sendal.

"Sekarang gue sadar, yang bisa setia di ajak jalan cuman sendal."

"Kumohon bertahan dan jangan putus lagi yah seperti yang kemarin." Lanjutnya lagi memeluk sendal jepit yang masih terlihat baru.

°°°°°°

Entah karena kelelahan atau yang lainnya, Bian sampai ketiduran di sofa sepulangnya dari bermain basket.

Wajah tampannya yang begitu pulas, sangat datar ketika tertidur. Raut wajahnya begitu damai tak seperti saat dia terbangun, yang hanya akan menampakkan wajah emosional dan tatapan dinginnya kepada Reni.

Reni yang baru saja dari dapur, berjalan menghampiri Bian yang masih terlelap. Sesekali Reni tersenyum, melihat wajah suaminya yang tampan itu saat tertidur.

Dengan perlahan dan gemetar, tangannya berusaha mengusap rambut suaminya untuk pertama kalinya dengan begitu lembut.

"Bian, aku mau ngomong jujur boleh?" Tanyanya dengan suara pelan, agar tak membangunkan suaminya.

"Tapi Bian jangan marah yah!"

Reni masih mengusap rambut Bian. Entah kenapa Ia sangat menyukai aktivitasnya saat ini. Andai dibolehkan, Ia akan melakukannya tiap hari. Namun, gak mungkin. Tapi mumpung Bian lagi pulas, lebih baik sikat aje lah. Cuman ngusap rambut doang kok :'v

"Se-sebenarnya." Reni menjeda omongannya, seolah mengumpulkan keberanian untuk mengungkapkannya, meskipun Bian tak akan mendengarnya.

"Sebenarnya, Reni udah cinta sama Bian. Aku tidak tau pastinya kapan, tapi mungkin aku udah cinta sama Bian, ketika Bian nyebut nama Reni pada saat ijab qobul."

"Hehe, lucu ya? Bisa secepat itu Reni suka dan cinta sama Bian."

"Ma-maaf ya, aku udah terlanjur mencintai Bian."

"Ta-tapi Bian gak usah khawatir. Aku gak minta balasan kok. Ini cuman perasaan aku, yang ingin aku ungkapkan."

"Aku tau, cinta aku ini salah. Dan gak seharusnya aku suka sama Bian. Apalagi, Bian pacarnya Nanda, sahabat aku."

"Jadi biarlah, mencintai Bian menjadi kesalahan favorit Reni. Biar ini jadi rahasia antara aku dan tuhan." Reni tersenyum lega menatap wajah Bian dengan sendu.

"Nanda baik banget tau, Bian. Dia satu-satunya orang yang mau berteman dengan cewek introvert seperti aku. Hehe, yang dulu kamu bilang cewek aneh. Bian juga baik, bisa ngelakuin apa saja demi orang tua. Salut deh Reni sama Bian. Bian cocok kok dengan Nanda, sama-sama orang baik."

"Walau Bian kadang emosian. Suka marah-marah ke Reni. Terus suka nyuek-" ucapannya terpotong karena Ia mencium bau gosong dari dapur. "Astaga, omlet ku gosong." Gusarnya berdiri dari duduknya.

"Mas suami, aku tinggal dulu ya!" Tanpa sadar Reni mencium pipi Bian dengan pelan, sebelum berlari ke dapur.

Sepergian Reni, Bian langsung merubah posisi tidurnya menjadi duduk. Berdiam sejenak, seraya mencerna perkataan Reni tadi. Karena ternyata sedari tadi, Bian mendengar semua omongan Reni.

"Aduh, kenapa tuh anak jadi suka dan cinta beneran sih ke gue?" Ujarnya.

"Gak, ini gak boleh dibiarin. Gue harus bisa hilangin rasa dia ke gue. Gue harus bisa buat dia benci gue."

"Dia kan tau sendiri, Kita berdua itu ibarat dua ujung samudera yang tidak akan pernah bersatu."

"Gue cintanya cuman sama Nanda. Sedangkan dia cuman formalitas."

"Rencana gue kan, kalau kondisi papa sudah makin membaik, gue akan ceraiin dia. Terus nikah dengan Nanda pas gue udah lulus dan gantiin papa jadi direktur di perusahaannya." Bian terus saja mengomel.

Sedetik berikutnya, Ia memegangi pipinya yang tadi di cium oleh Reni, sembari mengingat kejadian tadi. "Apa dia bilang tadi? Mas suami? Dia pikir gue tukang sayur kali, dipanggil Mas."

"Argghh!! Cewek itu buat gue pusing." Geramnya beranjak pergi.

Reni yang baru saja akan membangunkan Bian untuk makan siang, malah tidak sengaja berpapasan dengannya di depan tangga.

"Kamu udah bangun?" Basa-basi nya.

"Kalo gue berdiri disini, apalagi kalo bukan bangun? Tidur sambil jalan?" Ketusnya, lalu menaiki tangga.

Reni bingung, perasaan dia nanya baik-baik tapi Bian malah emosi. Udahlah, itu udah biasa bagi Reni. Mood yang kadang naik turun, tak mengurangi rasa cintanya ke Bian. Setidaknya hari ini dia sudah mengungkapkan semua perasaannya yang membuat hatinya lega. Walaupun tanpa sepengetahuannya, Bian mengetahui segalanya.

TBC

Jangan lupa untuk selalu jaga kesehatan🖤
Stay safe and stay healthy, serta jangan lupa taat prokes 5M!

Kamu patuh, aku patuh, kita patuh, semua patuh. Indonesia pulih💪

Don't forget to vote, too yah <3

Altruistic✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang