27| Penjelasan Nanda

246 21 9
                                    

Kita bisa menemukan ribuan bahkan jutaan pasangan melebihi dari orang sebelumnya, namun kita belum tentu bisa mendapatkan satu sahabat yang tulus.
_____

"Kenapa Nanda mutusin Bian?"

Karena tidak ingin disalahkan terus menerus oleh Bian, dan ingin mengembalikan hubungan Nanda dan Bian seperti semula, Reni rela ke rumah Nanda malam-malam seperti ini.

"Kok lo bisa tau?" Tanyanya kembali, seolah tak tahu. Sembari menyeruput coklat panas di balkon kamarnya.

Reni langsung gugup, dia harus beralasan lagi untuk menjawabnya. Ia juga bingung, kenapa Nanda selalu memberinya pertanyaan, yang mengharuskan dirinya beralasan.

"I-itu, Alam yang kasih tau aku."

"Lo bohong lagi, Reni." Nanda meletakkan cangkirnya diatas meja. Mendengar itu, Reni hanya bisa berkerut, kenapa Nanda bisa tau?

"Sudah berulang kali, lo bohongi gue. Gak usah bohong demi kebahagiaan gue, Ren. Gak usah! Yang ada, lo yang sakit sendiri."

"Maksud kamu apa?"

"Gue udah tau semuanya Ren. Lo udah nikah kan? Dan yang jadi suami lo itu adalah Bian." Mata Reni seketika membelalak dibuatnya.

Ia dengan cepat menggeleng. "Tidak! Bukan-"

"Gue udah tau semuanya Reni. Lo gak usah nyembunyiin lagi. Sebenarnya udah lama gue curiga, tapi gue ingin lo sendiri yang jujur ke gue."

"Namun, gue tau lo sangat baik. Lo pasti gak bakal ngasih tau gue, dengan alasan takut nyakitin hati gue. Jadi gue sendiri yang menyelidiki semuanya." Sambungnya lagi, menggenggam tangan Reni.

"Lo ingat waktu pertama kali gue ke rumah kalian? Yang awalnya gue kira itu rumah baru Bian?" Tanyanya membuat Reni mengangguk.

Nanda berdiri. "Asal lo tau Reni, disitulah awal mula kecurigaan gue." Jelasnya, sembari membayangkan kejadian waktu itu.

"Waktu itu gue kebelet. Namun, anehnya Bian bilang toilet dibawah itu rusak jadi gue disuruh ke toilet atas. Padahal, waktu gue cek, toilet bawah itu gak rusak melainkan dikunci."

"Dan, saat keluar dari toilet kamarnya Bian, gue ngeliat tas yang biasa lo pakai ke sekolah, di atas meja belajar. Tapi, gue berfikiran positif mungkin saja itu cuman kebetulan sama." Jelasnya lagi sambil mengingat kejadiannya.

"Terus pas gue turun kebawah, gue mendengar Alam, Rio dan Bian, menceritakan tentang istri. Tapi, gue gak denger pasti sih."

"Ditambah, lo datang tanpa ngetuk pintu. Seolah-olah, lo udah biasa kesana. Gue sedikit gak percaya, kalo lo kesana karena Alam. Sebab, gue tau lo paling anti keluar rumah apalagi cuman gara-gara cowok. Gue pikir itu bukan lo banget, dan gue juga tau bunda lo pasti bakal ngelarang lo. Dan yang paling nambah kecurigaan gue adalah, lo tau letak dapur Bian, walaupun lo beralasan Alam yang memberitahukannya."

"Sudah berulang kali, gue mendesak lo buat jujur dan cerita, tapi lo selalu menampik."

"But, it's oky. Dari situ Gue berniat menyelidikinya sendiri. Lo ingat pas di lapangan, gue sengaja bermanja-manja pada Bian di depan Lo? Itu karena gue mau liat ekspresi lo. Dan untuk pertama kalinya, gue meminta Bian agar mengantar jemput gue ke sekolah, hanya untuk mencari bukti di mobilnya dan membuktikan kecurigaan gue."

"Dan benar saja, gue menemukan sebuah undangan private wedding kalian, di dashboard mobil saat Bian pergi membelikan gue makanan."

"Gue juga sengaja selalu mengajak lo dan juga Alam saat gue jalan sama Bian dan buat lo cemburu, biar apa? Biar lo kuat untuk jujur ke gue. Tapi tidak, lo malah pura-pura bermesraan dengan Alam."

"Gue pernah berpura-pura mengatakan kalo gue pernah ke rumah lo dan bertemu dengan security, itu semua gue lakuin buat ngeliat dan ngedengar jawaban lo."

"Selain itu, gue juga sering ngeliat lo di antar jemput sama Bian. Walaupun Bian, menurunkan lo agak jauh dari sekolah."

"Gue juga sering mengintai di depan rumah kalian, menggunakan mobil putih bokap gue biar lo gak tau. Itu semua gue lakuin buat mastiin semua kecurigaan gue yang ternyata benar."

Reni sedikit terkejut. Ternyata, mobil yang dilihatnya beberapa hari belakangan ini adalah mobilnya bokap Nanda, yang dikendarai oleh sahabatnya sendiri.

"Tapi didepan gue, lo bohong Reni! Lo bohong, seolah gak terjadi apa-apa. Lo bohong demi kebahagiaan gue."

"Lo fikir, dengan begini gue senang? Gak Reni! Gue malah sedih, mengetahui bahwa demi kebahagiaan gue, lo rela sok tegar padahal lo sendiri rapuh." Nanda yang semulanya membelakangi Reni, kini beralih menatap sahabatnya.

"Hei kenapa nangis? Jangan nangis dong!" Nanda mengusap air mata Reni. Hal ini juga justru membuat dirinya sendiri berkaca-kaca.

"Maafkan aku Nanda, gara-gara aku hubungan kalian jadi-" Belum sempat Ia melanjutkan ucapannya, Nanda dengan cepat meletakkan telunjuknya di bibir Reni.

"Ssst! Gak usah minta maaf. Lo gak usah merasa bersalah. Takdir memutuskan hubungan gue dengan Bian, karena takdir tau lo adalah masa depannya." Nanda menatap manik sahabatnya.

"Bagaimana dengan kamu?"

"Gue bisa menemukan seribu pasangan melebihi Bian, tapi belum tentu gue bisa menemukan satu teman seperti lo." Mendengar itu, Reni langsung memeluk Nanda seraya sesenggukan.

"Tapi Bian, masih mencintai Nanda. Nanda juga kan?"

Nanda melepaskan pelukannya, "Walaupun kenyataannya seperti itu, tapi kami memang gak bisa bersatu."

"Kenapa?"

"Mungkin lo belum tau Reni. Atas kondisi om Harun saat ini, gue lah yang menjadi penyebabnya." Jelasnya dengan air mata berlinang.

"Gue yang waktu itu baru belajar naik mobil, gak sengaja nabrak bokapnya Bian di jalan. Namun, mereka baik. Mereka gak ada niatan buat menjarain gue, kecuali satu yaitu nyuruh gue putus dengan anaknya." Reni menutup mulutnya, tak percaya dengan apa yang Ia dengar.

"Tapi, karena cinta kami sangat kuat, kita hanya memutuskan untuk backstreet saja. Saat itu, Bian gue larang ngantar dan jemput gue lagi. Agar, gak ada yang curiga."

"Dan yang paling penting adalah kami beda keyakinan. Beda iman, beda agama. Sulit dipersatukan, u know?"

"Oiya, Reni lo pasti gak tau, kalo yang awalnya gue suka itu bukan Bian melainkan Alam. Hahaha lucu ya?" Nanda menceritakan semuanya dengan sedikit mengenang kembali masa itu.

"Kok bisa?"

"Iya, awalnya gue suka sama Alam. Gue yang ngejar-ngejar dia. Tapi dia nolak gue, sedih banget gue waktu itu. Tapi, kebetulan waktu itu Bian juga berusaha buat deketin gue. Nah, awalnya gue cuman jadiin Bian pelampiasan atas penolakan Alam ke gue, eh lama kelamaan gue jadi nyaman dan suka beneran sama Bian. Hahaha," ujarnya membuat Reni juga ikut tertawa.

Nanda senang bisa membuat sahabatnya tertawa.

"Reni, gue tau Bian belum mencintai lo. Tapi gue janji sama lo, gue bakal bantuin lo agar Bian nerima dan ngeliat istrinya yang begitu cantik dan menyadarkannya bahwa istrinya ini begitu tulus." Nanda menyentil hidung Reni.

Reni tersenyum manis, "makasih ya." Ujarnya memeluk sahabatnya lagi. Menyalurkan rasa yang selama ini Ia pendam. Akhirnya gak ada lagi yang Ia sembunyikan kepada sahabatnya. Ia begitu lega.

"Sama-sama." Nanda membalas pelukan sahabatnya.

Reni berdoa jika memang ada 7 kehidupan berikutnya, Ia ingin dipertemukan dan bersama Nanda lagi sebagai seorang sahabat.

TBC

Yuhuu... Don't forget to vote yah Bestie ✨🧸

Altruistic✓Where stories live. Discover now