23| Penolakan

283 17 1
                                    

Untuk mencapai kesuksesan,
tidak ada yang namanya lift,
kita harus menaiki tangga.
_____

Air matanya kini tak bisa Ia bendung lagi. "Kenapa harus aku yang ada diposisi ini ya Allah? Ini posisi yang sulit, dilain sisi suami disisi lain sahabat. Kenapa harus aku ya Allah?"

"Because I love you." Ujar seseorang.

Reni terkejut mendengar suara itu. Kenapa ada suara laki-laki di toilet cewek, mungkin begitulah pemikirannya.

Ia seketika berputar arah untuk melihat orang itu. Dan ternyata dia adalah, "Alam? Maksud Alam apa ngomong gitu?" Tanyanya bingung kenapa Alam bisa ada disini dan kenapa Ia mengatakan itu.

"Lo kan tadi bilang sama Allah, kenapa harus lo yang di uji? Ya karena Allah mencintai lo. Allah fikir lo yang paling kuat dibanding yang lain, makanya lo yang Allah pilih untuk ada di posisi ini." Jelasnya, membuat Reni sedikit tersentak.

"Belum tentu orang lain bisa sekuat seperti lo, jika dia yang ada di posisi ini." Lanjutnya lagi.

Alam membukakan fikirannya sekarang. Bagaimana bisa Ia gusar, jika yang Ia jalani sekarang Allah lah membuat skenarionya.

Reni seketika tersenyum paham.

"Nah gitu dong, senyum. Hidup ini terlalu singkat untuk dibawa sedih. Jadi senyumlah ketika lo masih memiliki gigi."

Mendengar itu, Reni seketika tertawa. Lagi-lagi, Alam membantunya agar tidak berputus asa. Alam juga sering menghiburnya, dikala bibirnya butuh tarikan senyuman.

"Oiya, Alam buat apa kesini? Inikan toilet cewek." Herannya, melihat Alam membawa ember dan juga alat pel di kedua tangannya.

"Biasalah, pak kumis hukum gue lagi untuk ngebersihin semua toilet di sekolah ini. Gue heran sama tuh guru, hobi banget ngehukum gue, padahal salah gue cuman masalah sepele."

Reni menahan tawanya. "Emangnya alasan kamu dihukum karena apa?" Tanyanya.

"Gue cuman keceplosan panggil dia Pak kumis. Ya kan emang dia punya kumis." Reni sontak tertawa mendengarnya.

"Lah malah ketawa. Udah sana pergi, gue mau bersihin toilet ini dulu. Pak kumis bisa marah kalau tau gue malas-malasan."

"Hehe, oke have fun ya!" Ujarnya yang dibalas putaran kedua bola mata oleh Alam.

°°°°°

"Semangat, sayang!!" Pekik Nanda, yang kini duduk di area penonton. Mendengar itu, Bian hanya mengacungkan jempolnya.

Tak selang beberapa menit, latihan pun berakhir. Bian menghampiri Nanda, yang sudah setia menemaninya latihan hari ini.

"Sayang, aku haus."

"Astaga, aku lupa beliin kamu minum. Yaudah kamu tunggu sini dulu ya, 5 menit."

Belum sempat menjawab, seseorang telah menyodorkan sebotol air mineral di hadapannya, yang membuat Bian yang tadinya menatap lurus ke depan, kini harus mendongak.

Melihat siapa yang memberinya air minum, Bian memilih mengacuhkannya, lalu kembali menghadap Nanda yang juga kebingungan.

"Iya sayang aku tunggu kok. Jangankan 5 menit, setahun juga gue siap buat nungguin lo."

Alam dan Rio hampir muntah mendengar Bian mengatakan hal itu. Sedangkan yang menyodorkan air, hanya bisa tersenyum kecut, karena pemberiannya di tolak.

"Apasih, gombal!" Timpal Nanda, kemudian melenggang pergi.

Kira-kira siapa orang yang menyodorkan air kepada Bian?

Yah dia adalah Reni. Ternyata, Reni belum pulang. Dia juga menonton dan menunggu suaminya latihan basket, walaupun dari kejauhan.

"Gapapa Reni, minumnya buat kami aja." Ujar Rio menunjuk dirinya dan Alam.

Reni tersenyum mendengarnya. Dua botol air yang ada di genggamannya, Ia berikan untuk Alam dan juga Rio.

"Haakh!! Ternyata air yang diberi dengan cinta itu rasanya beda ya, Rio? Kayak air Zamzam." Alam memegangi lehernya. Persis seperti monyet minum air kelapa di serial kartun Upin Ipin. Penonton setia Upin Ipin pasti tau :')

"Iya, Lam. Segar banget, yang nolak pasti nyesel ya?"

"So pasti."

Bian muak mendengarkan sindiran kedua temannya. Ia beranjak pergi meninggalkan mereka.

"Mau kemana lo?"

"Nyusulin Nanda." Jawabnya ketus.

Reni beralih duduk didekat Alam dan Rio, sembari menatap lurus ke depan.

"Sabar ya, Ren. Bian memang gak bakalan sadar kalau belum ngerasain nyesel." Ucap Alam melihat raut wajah sedih Reni. Reni hanya mengangguk paham.

"Untuk mencapai kesuksesan, tidak ada yang namanya lift, Lo harus menaiki tangga. Jadi, mungkin ini adalah awal pijakan kaki lo di tangga, untuk buat Bian sadar."

Alam speechless mendengar Rio. "Wow, amazing. Kata-kata lo bagus juga. Muka kayak alien bisa bijak juga ya lo." Ujarnya bercanda.

"Ya iyalah, emangnya elo."

"Emang gue kenapa?"

"Muka mirip badak aja, sok-sokan mau jadi puitis." Timpal Rio, bercanda.

"Dih! sejelek-jeleknya gue, gue tetap terlihat ganteng di mata orang yang gak rabun kayak lo."

Reni tertawa mendengar gurauan Alam. Tapi Rio memilih menarik tangan Reni agar pergi dari sana.

"Mending kita pergi dari sini, Ren. Kasihan nih orang belum minum obat." Rio melenggang pergi bersama Reni, meninggalkan Alam sendirian.

"Gapapa. Gue udah capek di kejar-kejar, jadi ditinggalin sekali mah, Gakpapa." Monolog-nya.

Bercandaan mereka memanglah absurd dan random. Tapi mereka memang gak pernah memasukkan ke hati setiap omongan dan candaan satu sama lain. Selain cuman untuk bercanda, ini semua mereka lakukan untuk membuat Reni sedikit terhibur.

TBC___________

I want you to vote and comment in my story🦋😌

Altruistic✓Where stories live. Discover now