29| Birthday

227 20 2
                                    

Aku sudah melenyapkan kebahagiaanku, dengan mencintai seseorang melebihi diriku sendiri. Namun, orang tersebut malah mencintai orang lain.
______

Semua orang bertepuk tangan meriah, setelah Bian meniup lilin kue ulang tahunnya yang berbentuk angka 19th.

Ulang tahun Bian hanya dihadiri oleh keluarga inti saja, serta sahabat-sahabatnya. Sedangkan Nanda, Ia memang hadir, namun Ia terpaksa menggunakan masker mulut, agar kedua orang tua Bian tidak mengenalinya.

"Potong kuenya, potong kuenya, potong kuenya sekarang juga, sekarang... Juga," semua yang ada disana bernyanyi, membuat Bian semangat untuk memotong kuenya.

Potongan pertama, diberikan kepada kedua orangtuanya. Potongan selanjutnya, Ia berikan pada Reni yang berdiri tepat di sampingnya.

Reni terkejut, dan sedikit tak percaya. Bian memberikannya suapan kue dari tangannya sendiri, tanpa diminta oleh orangtuanya. Ditambah, Bian menyuapi Reni dengan senyuman, dan membersihkan belepotan kue yang ada di sudut bibir Reni. Apakah Bian sudah berubah?

"Jika hanya formalitas saja, kumohon jangan terlalu baik. Aku orangnya mudah salah paham." Batinnya, menatap nanar Bian.

Kini Bian tengah asyik berbincang dengan kedua orangtua dan mertuanya. Melihat kesempatan itu, Nanda menarik Reni, agar mendekat ke arahnya.

"Ren, kado lo mana?" Tanyanya.

"Aku simpan di kamar, Nanda."

"Kenapa lo simpan di kamar?" Nanda menepuk dahinya lagi.

"Memangnya kenapa?"

"Nanda? Kamu datang juga?" Belum sempat Nanda menjawab pertanyaan sahabatnya, tiba-tiba Bian menghampiri mereka berdua.

"Makasih ya, udah datang." Sambung Bian, seolah ingin bercipika-cipiki dengan Nanda, namun Nanda berhasil menghindar.

"Iya sama-sama. Istri lo yang ngundang gue."

Bian terkejut, ternyata dugaannya benar. Nanda sudah tahu semuanya. Dan yang memberitahunya? Siapa lagi kalo bukan Reni.

Bian menatap tajam Reni. "Ternyata gue benarkan? Lo yang ngasih tau Nanda?" Gertak Bian dengan suara pelan, sembari mencengkeram kuat pergelangan tangan Reni.

"Apaan sih lo, Bian! Reni gak salah apa-apa ya, disini." Nanda menghempaskan cekalan Bian dari tangan Reni.

Bian menatap Reni geram. Sedangkan Reni dengan mata yang berkaca-kaca, menatap bekas cekalan Bian di tangannya tadi, yang sedikit membiru.

Nanda menatap nanar tangan sahabatnya. Karena tak tega, Nanda dengan sengaja menumpahkan jus di baju yang dikenakan Bian. Ia melakukannya, seolah-olah hal itu adalah ketidaksengajaan.

"Ups, I'm sorry. Gue gak sengaja," ujar Nanda.

"It's okay. No problem!" Bian membersihkan bajunya agar tak terlalu basah.

"Aduh gue jadi gak enak nih. Mending lo ganti baju dulu aja! Di kamar lo sudah ada hadiah, dipakai ya!" Ujar Nanda sedikit berbisik agar tak didengar oleh Reni. Mendengar itu, dengan sumringah Bian mengangguk setuju.

Selang beberapa menit, Bian yang sudah berganti pakaian, turun ke bawah menghampiri semuanya lagi. Dari kejauhan, Reni tersenyum bahagia melihat suaminya mengenakan baju yang dihadiahkan olehnya.

Kemeja maroon itu terlihat serasi di pakai oleh Bian. Tak bisa dipungkiri, pesona Bian membuatnya cocok mengenakan pakaian apa saja.

"Nanda, bajunya bagus banget. Makasih ya!"

"Makasihnya jangan sama gue! Tapi sama istri lo. Dia yang milih dan ngehadiain itu buat lo."

Bian yang awalnya sangat senang, raut wajahnya kini berubah 180°. Ingin rasanya Ia menarik ucapannya tadi, agar tidak membuat Reni keGRan nanti. Kali ini, Nanda berhasil mengerjainya, sungguh menyebalkan.

"Oh ya? Setelah gue lihat-lihat lagi, bajunya gak sesuai selera gue. Bukan tipe gue banget. Bentar lagi, gue ganti nih baju." Bian menjelek-jelekkan baju pemberian Reni, dihadapan Reni sendiri.

Sakit! Kalo kalian pikir cuman perkara baju doang? Kalian salah. Reni sungguh merasa sakit hati, kenapa Bian tidak pernah menghargai sesuatu yang dilakukan Reni untuknya? Kenapa?

Karena tak kuat berdiri disana lagi, Reni memilih menjauh dari tempatnya berdiri sekarang. Ia ingin sendiri sekarang. Ia takut, jika Ia terlihat sedih dihadapan orangtua dan mertuanya, mereka nanti bisa curiga.

"Lo jadi cowok yang gentle dikit dong. Reni cuman pengen ngerasain dibanggain dan dihargai tanpa harus ngemis-ngemis dulu." Nanda sedikit emosi dengan kelakuan Bian ini.

"Dia rela ngelakuin apa saja demi kebahagiaan lo. Karena apa? Karena dia mencintai lo. Jadi setidaknya hargai itu. Dia hanya ingin menunjukkan betapa berharganya lo dihatinya." Sambung Nanda lagi.

"Nyesel gue pernah ada hubungan dengan cowok kayak lo." Nanda berdecih, berlalu pergi meninggalkan Bian dengan renungan.

Rio yang dari tadi mendengar pembicaraan mereka, mencoba memegang pundak Bian. "Nanda benar, bro. Kalo ada yang tulus, jangan disia-siakan! Banyak orang yang kehilangan hanya karena telat menghargai." Ujar Rio.

Namun Bian melepaskan pegangan Rio dipundaknya, "sorry Rio. Tapi please, jangan rusak mood gue di hari bahagia gue." Ujarnya melenggang pergi.

Rio dan Alam hanya bisa saling bertatapan satu sama lain. Menyaksikan Bian pergi dengan tatapan tak dapat diartikan.

°°°°°

Senyumnya kini terukir melihat suaminya yang sudah tertidur pulas sembari memeluk sebingkai foto. Suaminya itu seperti anak kecil jika sedang tertidur. Mengapa? Karena Bian akan langsung tertidur tanpa memperdulikan apapun lagi. Bahkan sepatunya saja belum dilepaskannya.

Dengan pelan, Ia membuka sepatu suaminya. Memperbaiki posisi tidur suaminya, dan memakaikannya selimut. Namun, Ia juga harus mengambil bingkai foto yang dipeluk suaminya.

Terkejut, ternyata foto yang ada di bingkai tersebut adalah foto Nanda. Yah, foto Nanda bersama Bian, yang sedang tertawa bersama.

Bulir-bulir air mata kini lolos di pelupuk matanya. Melihat foto itu, hati Reni terasa sakit sekali. Sangat sakit, hingga yang berbicara hanyalah air mata dan bibirnya yang bergetar.

"Bahkan disaat Nanda sudah memutuskan hubungannya denganmu, kamu masih belum bisa melupakannya?" Lirihnya menatap suaminya yang masih pulas.

"Ya Allah kenapa sabar dan ikhlas harus sebercanda ini? Mencoba bertahan, sakit. Ingin melepaskan, tapi sulit." Derai air matanya bercucuran di pipi.

"Nanda?" Bian mengigau disela-sela tidurnya.

"Nanda kumohon, jangan putusin aku. Aku masih cinta sama kamu, Nanda." Ngigaunya lagi.

Reni yang mendengarnya tak kuasa menahan tangis. Ia memilih meletakkan bingkai itu di meja, lalu melenggang pergi dari kamar.

"Aku sudah melenyapkan kebahagiaanku, dengan mencintai seseorang melebihi diriku sendiri. Namun, orang tersebut malah mencintai orang lain." Reni terduduk di tangga, tak kuasa menahan sesenggukan tangisannya.

TO BE CONTINUED 🖇️

LOV(ot)E🍂🦋

Altruistic✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang