36| Kelulusan

313 18 2
                                    

Jadi cewek, jangan mau
terus-terusan di tindas.
_____

Ruang makan sekarang, hanya di hiasi suara dentingan piring. Muti, Ardi, dan juga Reni sama-sama sibuk makan, dan tak ada satupun yang membuka suara.

"Reni?" Akhirnya, Ardi membuka suara disela-sela makannya.

"Iya ayah, ada apa?"

"Kamu jangan pernah dendam sama Bian yah! Biar bagaimanapun dia masih suami kamu."

"Iya sayang, dia begitu mungkin karena lagi emosi saja." Muti menambahkan ucapan Bian.

Reni memejamkan matanya sebentar. "Aku tidak pernah dendam sama siapapun, ayah, bunda. Seburuk apapun orang memperlakukan Reni, Reni tidak akan pernah dendam. Tapi, apa salah kalo Reni kecewa?" Jelasnya.

Ayah dan bundanya menggeleng.

"Kamu-," baru saja Muti ingin bersuara lagi, namun Reni buru-buru memotong ucapannya.

"Reni pamit dulu ayah, bunda. Hari ini pengumuman kelulusan di sekolah." Potongnya, menyalimi tangan kanan orangtuanya.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Entahlah, Reni bukannya menghindari topik pembicaraan ini. Ia hanya malas mendengar nama suaminya.

°°°°°

Beberapa hari libur, membuat anak kelas 12 yang akan jadi alumni ini sangat antusias menghadiri pengumuman kelulusan mereka, dan merupakan terakhir kalinya mereka berkumpul bersama.

Memang di sekolah SMA PERTIWI ini, tidak mengadakan acara tertentu untuk merayakan kelulusan, seperti sekolah-sekolah lainnya, contohnya prom night. Menurut mereka, berkumpul adalah cara terbaik untuk merayakan hari kelulusan, karena hari setelah itu tidak akan ada lagi perkumpulan yang akan dirindukan nantinya.

Karena berkumpul bersama dalam satu tempat, lebih hikmat dan tak terlupakan.

"Apa kabar anak-anak kelas 12? Semoga baik-baik saja yah. Long time no see, hampir jadi alumni ajah. Pembukaannya gak usah panjang lebar, karena sebentar lagi pengumuman kelulusan akan kita tempelkan di mading sekolah. Siap-siapkan jiwa yah! Ohiya, sambil menunggu pengumumannya, kita akan menampilkan berbagai rangkaian acara persembahan dari perwakilan kelas 12. Selamat menyaksikan!" Jelas MC tersebut yang merupakan guru BK dari sekolah ini.

Murid dan guru yang memang dipisahkan tempatnya, bersorak sorai menyaksikan rangkaian persembahan, mulai dari puisi bertema perpisahan, nyanyi, dance, pidato, drama, dan masih banyak lagi.

Penontonnya pun beda-beda. Ada yang serius menonton, ada yang sibuk ngerekam, ada yang ikut-ikutan nyanyi, ada yang tepuk tangan, dan ada yang malah bosan seperti Reni saat ini.

Bagaimana tidak, Ia pikir acara kelulusannya tak semeriah ini. Di fikirannya, pengumuman kelulusan itu hanyalah rangkaian pengumuman-jabat tangan guru-habis itu pulang.

Jika seperti ini, Reni sedikit risih dengan keramaian seperti ini. Apalagi, suara ribut dari antusias siswa yang lain membuatnya merana.

"Ren, diam-diam bae lo. Tuh liat, si Bian duduk di depan sendirian." Nanda menunjuk ke arah kursi di depannya.

Tak menjawab, Reni malah mengacuhkannya. Lalu, jika Bian duduk sendiri, urusannya apa?

Wajar sih Bian sendiri sekarang, sebab kedua temannya memilih duduk satu meja dengan Reni.

"Sepertinya, Reni udah berubah sikap ke Bian." Bisik Alam ke Rio, namun masih bisa di dengar oleh Reni.

"Aku tidak berubah. Hanya saja, sikapku sekarang menyesuaikan sikapnya kepadaku."

"Mantapzz, Ren. Jadi cewek, jangan mau terus-terusan di tindas." Alam sepertinya sangat senang dengan keputusan Reni.

"Bagus tuh Ren. Gak usah kejar dia lagi! Biar Bian sadar, yang suka ga selamanya akan suka terus." Timpal Nanda, penuh keyakinan.

Tapi sepertinya, Rio tak terima dengan sikap Nanda dan Alam yang terkesan mengompor-ngompori Reni. Menurutnya, masalah disini hanyalah kesalahpahaman, yang tidak harus diperpanjang.

"Lebih baik kalian perbaiki sama-sama. Jangan nurutin ego masing-masing."

Reni menatap Rio sebentar. "Lagipula, aku pergi juga bukan karena keinginanku. Iya, aku memang tidak sebaik apa yang kalian pikirkan."

"Tapi, Reni. Dengan sikap kalian berdua seperti ini yang terkesan tidak perduli dengan hubungan kalian, membuat hubungan kalian itu semakin renggang karena ego masing-masing. Jadi apa gunanya kalian sedekat kemarin, jika pada akhirnya seasing ini?," Ujar Rio panjang lebar.

Ia menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya.

"Aku pergi bukan berarti aku tak peduli lagi dengan hubungan kami, aku perduli, sangat perduli malah. Tapi, aku ingin terbiasa tanpa kehadirannya, begitupun sebaliknya. Lagipula, saat dia sadar tak bisa nemuin orang sepertiku, dia pasti akan berusaha untuk menyuruhku kembali. Namun sayang, disini dia yang menyuruhku pergi bukan dari keinginanku. Aku tidak akan pernah lupa caranya menyuruhku pergi tanpa mau mendengar penjelasanku. Sudah kukatakan bukan, aku tak sebaik itu? Jadi, lain kali hargai seseorang selagi ada. Jangan malah dikecewakan dan disia-siakan."

Mendengar pernyataan Reni yang sepertinya memang tulus dari hati, membuat Rio tak melanjutkan sarannya. Sepertinya mereka berdua perlu introspeksi diri masing-masing.

"Nah betul tuh, Ren." Tambah Nanda.

Alam menyikut pinggang Rio. "Apaan sih lu, Rio. Betul tuh apa yang di katakan, Reni. Jadi gak usah paksa-paksa dia untuk baikan dengan cowok tempramental itu."

Rio malah memutar kedua bola matanya. Sahabatnya yang satu ini memang pandai memperkeruh masalah. Dia berusaha untuk memperbaiki hubungan sahabatnya, eh sahabatnya yang satu lagi berusaha merenggangkannya.

Aduh capek dedek mas:'v

TBC

V!O!T!E! Guys😻

Altruistic✓Where stories live. Discover now