41| Gak mau di madu

573 21 2
                                    

Emang benar cowok itu gak cukup sama satu cewek.
_____

Senyum manis di balik lapisan bingkai. Senyum yang jarang nampak di matanya. Senyum yang sangat dirindukannya.

Reni terus saja menatap foto suaminya, yang tersenyum manis di balik bingkai.

Jujur saja, Ia tidak bisa membohongi perasaannya sendiri bahwa dia sangat merindukan suaminya.

Merindukan marahnya.

Suaranya.

Egonya.

Cold nya.

Beberapa saat, Ia meletakkan foto tersebut ke pangkuannya, lalu menatap beberapa lembaran berkas di sampingnya.

University of Melbourne.

Begitulah sedikit tulisan yang tertera di bagian atas kertas tersebut.

Tok! Tok! Tok!

Pintu kamarnya kini di ketuk berulang kali, membuat Reni kalang kabut mencari tempat untuk menyembunyikan bingkai beserta berkas tersebut.

"Sayang?"

"Iya bunda, tunggu sebentar." Teriaknya menyembunyikan bingkai dan berkas tersebut di bawah bantal.

"Cepat sayang, Bian mau ketemu nih."

Reni yang awalnya berjalan hendak membuka pintu, kini mengurungkan niatnya.

Dipihak lain, Muti dan Bian sedang bertos ria.

"Good luck." Ujar Muti menaikkan kedua jempolnya.

"Makasih bunda." Balasnya, menatap kepergian Muti.

"Reni?"

"Buat apalagi sih kamu kesini? Aku kan udah bilang jangan kesini lagi." Ujarnya memberenggut kesal, tanpa membuka pintu.

"Gue cuman mau ngomong sama lo."

"Udah ga ada lagi yang bisa di bicarakan."

Dasar cewek, di mulut ngomong tidak padahal cuman gengsi, di hati ngomong rindu. Heddeuh emang dasar cewek:"V

"Yaudah, kalo lo gak mau dengerin gue. Gue kesini cuman mau ngasih undangan pernikahan gue."

Reni membelalak mendengarnya.

What? Undangan pernikahan? Jadi ceritanya dia akan di madu, gitu?

Perempuan mana sih yang mau di madu?

Cih! Gak sudi.

"Tadinya gue mau ngasih undangannya secara langsung ke lo, tapi karena lo gak mau ketemu sama gue, jadi gue simpan di depan pintu ya!"

Sesak banget hati Reni mendengarnya.

"Bian apa-apaan sih, bukannya nyelesain masalah, dia malah mau nikah lagi. Emang benar cowok gak cukup sama satu cewek." Ujarnya pelan dengan mata berkaca-kaca.

"Jangan lupa datang yah ke pernikahan gue." Ujar Bian kemudian berlalu pergi dari sana.

Setelah sekian lama menghentak-hentakkan kaki di lantai, dan tak mendengar suara Bian lagi, Ia segera membuka pintu.

Benar saja, sebuah undangan dengan cover berwarna ungu lilac tersebut, diletakkan Bian di lantai, tepat di depan pintunya.

Ia tak menyentuh undangan tersebut sama sekali.

Melihat sedikit tulisan besar yang bertuliskan WEDDING di bagian depan undangan, membuat Reni mendengus kesal sekaligus kecewa.

Dengan cepat, Ia menutup pintu kamarnya kembali dengan keras, membuat undangan tersebut, terbang karena hembusan angin dari pintu tersebut.

Sedangkan seseorang yang mendapati undangan terbang dan terjatuh di hadapannya, membuatnya tersenyum penuh arti.

°°°°°°

"Reni sayang, kok kamu masih tidur sih. Ayo bangun." Muti mengganggu tidur Reni yang nyenyak.

"Aduh bun, Reni masih ngantuk. Lagian bunda tumben bangunin Reni. Ada apa?" Tanyanya mengucek mata.

"Loh, kamu lupa? Kitakan mau ke pernikahannya Bian hari ini."

"Ih bunda apa-apaan sih. Bukannya marah anaknya mau di madu, ini malah ngedesak Reni buat kesana. Ngga ah, Reni mau tidur."

"Kamu kan udah mau pisah sama Bian, jadi wajar dong kalo Bian cari pengganti."

"Iya tau, tapi kita belum pisah bunda. Udah deh, susah ngejelasinnya. Cowok memang gitu, ya kalo memang udah gak mau sama Reni, ya bilang. Mana ada istri yang mau di madu."

"Loh, kok kamu marah sih? Bukannya kamu yang selalu nolak kalo Bian minta ketemu dan nyelesaiin semuanya?"

"Iya juga yah? Kok aku malah kesel sih Bian mau nikah lagi? Tapi memang aku belum siap Bian sama orang lain." Batinnya.

"Atau jangan-jangan, kamu masih ci-,"

"Udah deh bun gak usah bawel. Kalo bunda mau kesana, yaudah. Tapi Reni gak mau ya ikut sama bunda."

"Yaudah, kalo kamu ga ikut mama akan mogok makan seminggu."

Ada apa dengan bunda ini?

Masa hanya karena Reni gak mau ikut, Ia rela mogok makan.

"Lah, kok bunda malah ngancem sih."

"Bunda serius."

Melihat manik keseriusan di mata bundanya, membuat Reni mendengus pasrah.

"Oke fine, Reni ikut."

Kan bisa berabe urusannya kalo hanya karena dia gak ikut, bundanya sakit karena mogok makan.

"Gitu dong." Muti menyentil manja hidung Reni. "Kalo gitu, kamu siap-siap, dan pakai baju ini ya." Lanjutnya memberikan baju yang dibawanya sejak tadi.

Di periksanya baju itu.

Dress mewah, namun terlihat elegant. Dengan ukuran yang tak besar juga tak terlalu kecil, sesuai dengan postur tubuh Reni.

"Harus banget Reni pakai baju ini? Apa ini tidak terlalu wow untuk sekedar ke kondangan bun?"

"Protes lagi, bunda mogok makan sebulan."

Kebiasaan deh bunda, ngancemnya langsung di kelemahan Reni.

Reni memutar kedua bola matanya malas. "Iya-iya. Udah deh bunda keluar dulu, Reni mau siap-siap."

"Okey, dandan yang cantik yah."

"Heem."

TBC

PART MENUJU ENDING!!!

Altruistic✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang