21| Rindi si biang kerok

251 19 1
                                    

Tanpa terduga, ada aja hal yang mempertemukan sesuatu yang memang seharusnya bersama.
____

Pagi yang cerah, matahari pagi terpancar di balik-balik ventilasi dan juga jendela, yang tirainya telah di buka oleh sang empunya rumah.

Ting!! Tong!!

Pagi-pagi di hari libur seperti ini, kira-kira siapa yang datang ke rumahnya sekarang. Mungkin seperti itulah pemikiran Reni.

Ting!! Tong!!

"Tunggu sebentar!" Dengan cepat, Reni membuka pintu rumah. Dan yah, dia mendapati sepasang suami istri beserta anaknya.

"Kak Rian? Kak Sindi?"

"Hay Reni, apa kami mengganggu?" Reni menggeleng sebagai jawaban dari pertanyaan Rian.

"Gak kak! Ayo silahkan masuk."

"Gak usah Ren, kami kesini mau minta tolong. Hari inikan kamu libur, kalau gak keberatan, tolong jaga Rindi ya! Bian ada di rumah kan?" Sindi bertanya.

"Ada kok kak. Bian masih tidur di atas. Kalau boleh tau, kak Rian dan Kak Sindi mau ke mana?"

"Karena besok kami udah mau kembali ke Singapura, jadi hari ini kami mau menghabiskan waktu berdua dulu. Kamu gak keberatan kan, Reni?"

"Gapapa kak. Reni juga senang kok bisa jaga Rindi." Reni dengan senang hati mengambil alih gendongan Rindi yang masih terlelap.

"Makasih ya Ren. Semua keperluan Rindi ada di tas ini. Kemungkinan, kami pulang agak kemalaman. Sekali lagi, makasih."

"Iya Kak Sindi. Ohiya kak, have fun ya!" Sindi hanya mengangguk, berjalan bersama suaminya naik ke dalam mobil.

Sepergian kakak iparnya, Reni melihat lagi mobil yang kemarin Ia lihat pas di dapur. Namun karena takut Rindi terbangun, Reni memilih membawanya ke kamar untuk menidurkannya di samping Bian.

Karena terganggu, Bian terbangun dan mendapati Rindi ada di sampingnya.

"Kenapa Rindi bisa ada disini?" Tanyanya bingung, pada Reni yang mengelus-elus rambut Rindi.

"Kak Rian sama Kak Sindi yang nitipin Rindi kesini." Balasnya, namun raut wajah Bian tiba-tiba berubah.

"Kalau kamu mau jalan sama Nanda, gapapa kok. Aku bisa jaga Rindi sendiri." Lanjutnya lagi, seolah mengerti dengan perubahan ekspresi suaminya.

"Matamu. Kalo kak Rian tau, gue gak bantuin Lo jagain Rindi, motor gue jadi taruhannya." Jengkelnya.

"Aunty Leni, tolong peluk Lindi." Rengek Rindi, membuat Reni menurutinya.

"Uncle Bian juga peluk Lindi!"

"Rindi sayang, kan aunty Reni sudah meluk Rindi." Bian mencoba menolak.

"Hiks, Lindi mau dipeluk uncle juga."

"Ininih akibatnya kalau kak Rian dan Kak Sindi gak liat situasi kala bermesraan. Lihat anaknya sekarang, buat pusing gue aja!" Gerutu Bian.

"I-iya jangan nangis! uncle juga udah peluk Rindi, nih." Bian juga memeluk Rindi, yang membuat tangannya menyentuh tangan Reni.

Awalnya Reni dan Bian merasa sedikit canggung. Karena sekarang mereka begitu dekat, hanya dibatasi oleh Rindi. Sampai akhirnya, mereka melepaskan pelukan mereka, saat Rindi kembali tertidur pulas.

°°°°°

"Ayo Rindi, lempar bolanya!" Pekik Alam.

"Lempar ke om Rio aja, Rindi!!"

Saat ini mereka berada di halaman rumah. Jangan tanya kenapa Alam dan Rio ada di rumah Bian dan Reni sekarang. Sebab, mereka tak pernah melewatkan hari libur untuk berkunjung agar bisa mendapat makan gratis.

"Rindi, Alam, Rio, Bian, Sini! Aku udah buat makanan untuk kalian." Reni meletakkan banyak makanan, yang membuat mereka bersorak.

"Uncle, aunty, Lindi bosan." Ujar Rindi masih sambil mengunyah sandwich nya.

"Kok bosan sih, coba bilang Rindi mau apa?" Bian beralih memangku Rindi.

"Lindi mau jalan-jalan di taman."

"Yaudah, uncle ajak Rindi ke taman sekarang."

"Sama aunty Leni juga."

"Sama uncle aja, ya!" Jawabnya. Ngapain juga dia harus mengajak Reni.

"Pokoknya Lindi mau pergi baleng uncle and aunty." Rengeknya lagi yang membuat Bian mendengus pelan.

"Oke-oke kita pergi bareng aunty juga." Putusnya, "Eh kalian berdua tolong jaga rumah ya!" Lanjutnya.

"Siap!" Jawab Rio.

"Kalau makanan sebanyak ini, disuruh jaga seminggu juga gakpapa."

Mereka bertiga akhirnya memutuskan berangkat menggunakan sepeda motor, karena taman cukup dekat dari rumahnya. Mereka bertiga terlihat seperti keluarga cemara. Ada ayah, ibu dan anaknya.

"Rindi jangan lari-lari sayang, nanti kamu jatuh!" Ujar Reni sangat khawatir.

"Ayo, aunty lali juga. Nanti uncle tangkap kita." Rindi menarik tangan Reni agar mengikut berlari dengannya.

"Aunty capek, sayang. Rindi aja yah."

"Uncle, ayo tangkap Lindi."

Karena mata Bian di tutup dengan kain, Ia hanya bisa mengikuti suara yang Ia dengar. Karena suara Rindi terus saja berputar-putar, Bian berusaha menangkap Rindi.

"Nah! Uncle nangkap Rindi." Bian membuka penutup matanya.

Namun saat berusaha menangkap, yang ditangkapnya bukanlah Rindi melainkan Reni yang kini tengah terduduk. Sedangkan Rindi yang berdiri di depan Reni, hanya bisa cengengesan.

"Cie, uncle Bian meluk aunty." Mendengar itu, Bian sontak melepaskan pelukannya.

"Liat tuh pa! Masa papa kalah romantis sih sama pasangan muda itu. Anaknya juga lucu banget mirip bapaknya." Ujar salah satu pengunjung taman, yang membuat Reni tertegun.

"Udah ma! Kalo kesal ga usah banding-bandingin papa sama orang lain." Suami orang itu menarik tangan istrinya.

Sungguh, sekarang mereka begitu canggung. Bahkan sekedar berbicara saja, mereka cukup keluh.

TBC

Vote, vote, vote...

Spam comment dong!!

Altruistic✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang