19| Godaan maut

303 19 1
                                    

Tidak semua yang diperlihatkan baik di depan itu memang baik-baik saja. Bisa saja itu semua adalah topeng untuk menutupi luka dan rasa sakit hati.
____

"Bian, kira-kira mama sama papa nyuruh kita ke rumahnya, ada apa ya?" Tanyanya bingung. Sebab, Bian membawanya tanpa memberitahukan alasan mertuanya memanggil mereka.

"Mungkin, mereka kangen. Karena udah lama juga kita gak main ke sana." Jawabnya, masih fokus mengendarai motornya.

Reni hanya mengangguk paham. Tak ada lagi percakapan setelahnya, karena mereka sibuk dengan fikiran masing-masing, sampai akhirnya mereka berada di tempat yang dituju.

Mereka berdua berjalan beriringan memasuki rumah, agar Windi dan juga Harun merasa senang dengan keakraban yang mereka perlihatkan.

"Assalamualaikum," ujar keduanya menyalimi Windi dan Harun.

"Waalaikumsalam," jawab mereka.

"Akhirnya datang juga." Windi melihat ke arah parkiran, dan mendapati motor Bian. "Tumben pakai motor? Biasanya pakai mobil." Lanjutnya bertanya.

"Oh itu biar gak kena macet."

"Mama sama Papa apa kabar?" Tanya Reni yang kini sudah berada di rangkulan ibu mertuanya.

"Alhamdulillah kami baik. Kalian gimana, gak berantem-berantem kan?"

Mendengar itu, Bian dengan cepat merangkul pundak Reni. "Gak dong, Pa. Kita akur-akur ajah. Iya kan, sayang?" Jawabnya mengencangkan rangkulannya dan menatap ke arah Reni seakan-akan tersenyum penuh arti.

WTF! Sayang?

Gak bisa dibiarin nih. Lutut Reni hampir melorot mendengarnya. Di rangkul aja dia udah baper, apalagi dipanggil sayang. Oh my gosh!

"I-iya." Saking gugupnya dengan panggilan itu, lidah Reni terasa keluh untuk mengeluarkan kata.

"Widih, pengantin baru kita romantis sekali." Ujar sesosok pria dari dalam rumah.

Semuanya beralih ke arah sumber suara. Windi dan Harun terlihat biasa saja, tapi bisa dilihat dari raut wajah Bian yang menampakkan ekspresi yang sulit dijelaskan.

Bian menghampiri pria tersebut. "Kak Rian?" Lalu memeluknya penuh hangat.

Reni sudah tau bahwa itu adalah kakaknya Bian. Karena Ia sudah sering video call dan juga fotonya banyak di rumah Bian.

"Kak Rian, apa kabar?"

Yah, dia adalah Arian Alfindratama. Putra pertama dari Windi dan Harun, yang merupakan kakak dari Abian Alfindratama. Usia mereka cuman berjarak 5 tahun, makanya wajah Rian masih terlihat muda.

"Alhamdulillah baik, Bian. Lo sih, nikah gak ngundang-ngundang."

"Apaan! Kan, kak Rian sendiri yang bilang gak bisa kesini karena masih ada kontrak kerja, dan kebetulan anak kakak juga sakit."

"Haha, iya-iya."

Melihat raut wajah gugup Reni, Windi langsung mengajaknya untuk menghampiri mereka. "Rian, Sindi ininih istrinya Bian."

"Hai, kak Rian, Kak Sindi." Reni menyalimi keduanya dengan penuh hormat.

"Jago juga lo nyari istri, Bian."

"Iyayah sayang, ternyata adik ipar kita aslinya lebih cantik daripada saat video call." Tambah Sindi yang membuat Reni tersipu malu. Bian malah kesal melihat Reni yang sepertinya berbesar kepala.

"Selain cantik, Reni juga jago masak Loh Sindi, kayak kamu."

"Ohya, Ma? Wah, bagus dong. Kalo gitu Ren, yuk kita masak makan siang. Gak sabar aku pengen nyicipin masakan kamu." Sindi merangkul Reni yang membalasnya dengan anggukan.

Windi tersenyum melihat kedua menantunya yang begitu akrab. Ia juga mengikuti ke dapur siapa tahu dia bisa membantu sedikit.

"Kak Rian, udah mau tinggal di sini kan?" Tanya Bian berjalan menuju sofa.

"Gak! Kakak masih ada kontrak kerja disana. Mungkin sekitaran, seminggu kami disini. Kami kesini, karena Sindi udah gak sabar mau lihat istri lo. Kebetulan juga, gue ada libur 5 hari dan Rindi juga udah sembuh."

"Oiya, Rindi mana kak? Udah lama gue gak nyium dia."

"Dia lagi tidur di atas." Bukan Rian yang menjawabnya, tapi Harun.

"Kapan nyusul lo? Rindi katanya mau punya sepupu tuh, haha." Rian menggoda adiknya itu sampai Bian sendiri tidak tahu mau menjawab apa.

"Gue masih sekolah, kak." Jawaban ketus Bian itu mengundang tawa kakak dan Papanya.

Setelah sekian lama berbincang-bincang, Bian dan Reni akhirnya pamit untuk pulang karena hari sudah menjelang malam.

"Kenapa gak nginap aja sih, Bian?"

"Gak bisa kak. Besok kami masih ada ujian, dan kami belum belajar. Jadi kami harus pulang." Jawabnya buru-buru. Ia tak mau menjadi bahan godaan oleh kakak dan orangtuanya.

"Mama, Lindi mau ikut aunty." Rengek gadis kecil yang berusia sekitar 3 tahun itu dengan gaya cadelnya.

"Rindi sayang, nanti Aunty kesini lagi deh sepulang sekolah."

"Janji?"

"Aunty janji." Reni menautkan kelingking dengan kelingking kecil Rindi.

"Oiya Ren, makannya Bian dijaga ya, sayang! Dia punya sakit maag, dan susah banget disuruh makan. Kamu juga harus jaga kesehatan ya sayang."

"Iya Ma."

"Kalau gitu, kami pamit dulu, Assalamualaikum." Bian menarik pergelangan Reni agar mengikutinya pulang. Bisa berabe, kalau sampai mereka semua menggoda Reni yang masih sepolos ini.

°°°°°

Hujan deras masih saja berjatuhan. Membuat jalan menjadi licin, angin merasuk dalam tubuh dan membasahi apapun yang mereka timpa.

"Bian dingin ya?" Tanya Reni, melihat Bian yang menggigil dengan kedua tangan melipat di depan dada.

"Gak."

Bohong. Dari raut wajahnya saja bisa dilihat dia sedang kedinginan. Apalagi, mereka terpaksa berteduh disalah satu halte yang dilewatinya sepulang dari rumah orangtuanya, membuat baju yang dipakainya basah.

Reni tidak bisa melihat suaminya kedinginan seperti ini. Untungnya Reni selalu memakai jaket yang menghangatkan tubuhnya ketika bepergian. Dengan cepat, Ia melepaskan jaket kulitnya, lalu berjinjit untuk menggapai pundak Bian dan memasangkannya.

"Bian pakai ya! Nanti Bian sakit."

Wah Reni memang mematahkan rekor, hhha. Biasanya cowok yang melakukan hal itu, namun sekarang Reni yang notabennya cewek yang melakukannya.

"Gak usah, lo pakai aja." Ujarnya, hendak melepas jaket itu.

"Bian pakai aja! Baju aku gak basah kok. Bian yang kasihan, baju kamu sampai tembus pandang gitu."

Shit! Gadis itu mengasihaninya. Tapi memang benar, bajunya sekarang tembus pandang dan memperlihatkan perut sixpack nya. Tidak apa-apa, sekarang Ia harus menurunkan ego.

Reni tersenyum, melihat Bian menerima jaketnya. Tidak apa-apa, lambat laun juga Bian pasti akan menerima dirinya.

TB©

Bisa gitu tambahin ALTRUISTIC ke reading list? Haha ngarep🎭

Don't forget to vote yaww😌

Altruistic✓Donde viven las historias. Descúbrelo ahora