40| Misunderstood again

365 21 2
                                    

Ujung tanduk bukan hanya tentang rumah tangga, panggilan Alam juga bisa berada di posisi itu.
_____

"Dibilang benci, aku rindu."

"Dibilang bosan, aku sayang."

"Dibilang ku tak cinta, nyatanya hatiku gelisah. Gelisah bila jauh dia, ah makan hati kalo kencan. Reni ingin yang ini, Bian ingin ini dan itu.. uuh."

"Kacau jadinya serba salah,"

Suara cempreng yang menyanyikan salah saru lagu dari Rita Sugiarto itu terhenti, setelah Bian memasukkan gulungan tisu ke dalam mulutnya.

"Fals!"

Alam memberenggut kesal, mengeluarkan tisu dari mulutnya, yang justru membuat ketiganya-Rio, Bian dan Nanda- tertawa.

"Gue yakin kalo lo cuman iri dengan suara gue."

"Ga usah ke GR an bro. Najis tau," timpal Rio menutup wajah Alam dengan topi yang dikenakan Alam.

"Arghh! Kalian ngintimidasi gue banget deh."

Nanda, Bian dan juga Rio hanya tertawa melihat wajah imut Alam yang lagi kesal.

"Aduh, gue kebelet. Yo', temenin gue ke toilet dong."

"Gak ah. Kayak cewek aja lo." Balas Rio menolak.

"Ayolah. Gue takut kesasar, kalo gue tau letak toilet di kafe ini, ga bakalan gue minta di temenin. Cepat Yo', udah di ujung tanduk nih." Alam tak sanggup menahan kebeletnya.

Kayak rumah tangga ajah di ujung tanduk🙈

"Ck. Iya-iya, nyusahin banget deh lo."

"Gitu dong, tambah sayang kan gue ke lo." Alam menyentil-nyentil lengan Rio gemas.

"Najis. Gue masih normal kali," ujarnya jijik pergi dari sana menemani Alam ke toilet.

"Nan, lo yakin kan dia bakalan datang?" Bian kini berbicara pada Nanda.

"Iya Bian. Dia sendiri yang ngirim pesan ke gue, kalo dia bakal kasih lo kesempatan. Maka dari itu gue nyuruh dia kesini, ketemu sama kita-kita."

Nanda memperlihatkan pesan Reni yang dikirimkan untuknya semalam.

"Gue dukung lo, selama itu adalah untuk kebahagian sahabat gue." Nanda menggenggam tangan Bian seraya meyakinkan.

Namun, Reni yang melihat aksi itu dari kejauhan salah menafsirkan.

"Awalnya aku mau ngasih kesempatan itu. Tapi melihat kamu baik-baik aja tanpa aku, dan kembali lagi ke Nanda, aku kira kesempatan yang akan aku berikan tidak berguna lagi." Monolognya, menatap keduanya dari kejauhan dengan senyum getir.

Cukup!

Daripada berdiri disana, lebih baik dia pergi.

Sudah sekitar 3 jam mereka menunggu, tapi Reni belum juga datang menemui mereka.

Sejak tadi, Nanda juga sudah berusaha menelfon Reni namun tidak diangkat.

"Reni jadi datang gak sih?"

"Telfonnya gak diangkat."

"Gue tau ini bakal terjadi." Ujar Bian menatap teman-temannya.

"Dia udah gak mau maafin gue."

"Jangan nyerah dulu bro. Kita bakal bantuin lo."

"Tapi gimana?" Bian menyelah ucapan Rio.

"Gue punya ide!!" Pekikan Alam ini membuat semua mata tertuju padanya seolah mengatakan 'apa?'

°°°°°°

📲 "Lo kenapa gak datang sih? Hape lo juga dari tadi kenapa gak aktif?"

Diam. Ia membiarkan suara di seberang benda pipih itu menggema di telinganya.

📲 "Woi, napa diam aja sih?"

"Sorry Nan, aku berubah pikiran."

📲 "Loh kok. Lo kan udah janji mau nemuin kita? Kok lo malah berubah fikiran? 3 jam kita nunggu lo, tapi lo malah gini?"

📲 "Lo tau nggak? Bian udah berharap banget lo datang tadi-,"

"Maaf Nan, aku ada urusan. Sudah dulu ya!"

Dengan cepat Ia mematikan ponselnya.

Menurutnya semua orang itu sama saja, memiliki 2 sisi yang berbeda.

Ada sisi baik dan buruknya.

Sudahlah dia tidak mood dengan ini.

Dipihak lain, Nanda malah menggerutu mendapati sahabatnya menutup ponselnya secara sepihak.

"Ih, tuh anak yah kebiasaan matiin telfon. Ada apa sih sama Reni? Gak mungkin kan, kalo dia berubah fikiran tiba-tiba? What happen?"

"Penasaran banget gue."

Nanda terus saja bermonolog mendapati sikap temannya yang tidak biasanya.

To be continued ❤️

Very short:')

Altruistic✓Where stories live. Discover now