22| Perih

310 20 1
                                    

Terkadang, manusia diuji dengan dua pilihan yang keduanya begitu sulit untuk ditentukan. Sebagai manusia kita hanya bisa menentukan apakah ingin mengungkapkan atau harus memendam.
____

"Kalian hati-hati ya!" Ujar Harun, membiarkan anak dan menantunya menyalimi tangannya. Mendengar itu keduanya, mengangguk.

"Jangan lupa kabarin kalau udah sampai!" Kini Windi yang bersuara.

"Iya Ma."

"Mama dan papa juga sehat-sehat ya disini." Sindi memeluk mertuanya.

Pagi-pagi buta seperti ini, mereka sudah berada di bandara untuk mengantarkan Rian, Sindi dan juga Rindi untuk kembali ke Singapura. Mereka sengaja memesan tiket dengan jadwal sepagi ini, agar Rian bisa menghadiri rapat pada sore nya.

"Oiya Bian, Sepertinya lo dan istri lo udah cocok jadi orangtua. Soalnya, Rindi tak henti-hentinya rengek mau tinggal sama kalian."

"iya, padahal Rindi orangnya sangat susah loh beradaptasi. Apalagi dia juga sangat susah tidur kalo ga ada aku. Tapi, kalian bisa loh mengambil hatinya." Ujar Sindi.

Reni dan Bian tak tau menjawab apalagi. Sungguh, Rian dan Sindi membuat mereka malu saat ini.

"Udah-udah! Kalian berdua jangan goda anak dan menantu mama seperti itu."

"Haha, yaudah kalau begitu kami berangkat ya."

"Sampai jumpa uncle, aunty."

"Sampai jumpa!" Ujar keduanya.

"Rindi, jangan bandel ya!" Tambah Reni, mencium pipi Rindi.

Sepergian kakaknya di atas pesawat, Bian juga memutuskan agar segera pergi ke sekolah, karena masih ada ujian yang harus diselesaikan.

"Ma, Pa, kalau begitu kami juga segera mau berangkat ke sekolah. Takutnya, nanti kami terlambat."

"Iya, hati-hati dijalan ya sayang."

"Baik ma, Assalamualaikum."

"Assalamualaikum, Ma, Pa."

"Waalaikumsalam." Jawab Harun dan Windi.

°°°°°°

Brakk!!

Reni menutup pintu mobil, sembari melihat ke sekeliling. Hal ini selalu Ia lakukan, selama Ia berangkat dan pulang bareng ke sekolah. Bukan di dalam sekolah, melainkan Bian meminta agar Reni mau diturunkan agak jauh dari sekolah. Bukan apa-apa, jika Nanda melihatnya, dia bisa curiga.

"Gue ada jadwal latihan basket hari ini. Lo bisa pulang sendiri kan, nanti?" Tanyanya menurunkan jendela mobil. Reni hanya mengangguk paham.

Lagipula, ini bukan pertama kalinya dia harus pulang sendiri. Kalo bukan dengan Alam, pasti Ia pulang naik taksi. So, no problem baginya.

Tanpa sadar dan sepengetahuan mereka, ada seseorang yang melihat mereka dari kejauhan. Orang itu sedikit memicingkan mata, dan tersenyum tipis.

"Reni, hari ini Bian ada jadwal latihan basket. Lo mau nemenin gue gak liat Bian latihan?" Tanya Nanda. Saat ini mereka sedang berbincang di dalam kelas, karena jam kosong.

Dengan cepat Reni menggeleng. "Maaf Nan, A-aku gak bisa." Tolaknya. Bukan apa-apa, andaikan Bian menginginkannya datang, Ia pasti akan mengajak Reni. Namun Reni paham, Ia tak mungkinlah mengajak Reni jika ada Nanda yang notabennya adalah pacarnya.

"Kenapa?"

"Eum, i-itu bunda nyuruh aku pulang cepat."

"Sayang sekali, padahal Alam juga ada loh." Ujarnya memasukkan buku-bukunya kedalam tas.

"Ohiya Ren, kemarin gue ke rumah lo, tapi kata security, lo udah gak tinggal di sana." Lanjutnya lagi.

"Anehkan? Padahal gue liat mobil orang tua lo terparkir disana. Tapi, security ga mau kasih tau pas gue tanya, lo tinggal dimana sekarang. Emangnya lo pisah rumah sama orang tua lo? Kok gak ngabarin?" Lanjutnya dengan pertanyaan bertubi-tubi.

Mendengar itu, Reni langsung kaget. Kenapa security mulutnya lemes banget sih. Reni jadi gelagapan dan susah buat cari alasan dibuatnya.

"Itu, eum aku tinggal di rumah tante aku yang lagi sakit. Kasian dia gak ada yang jagain." Untuk kesekian kalinya Ia berbohong. Sungguh Reni begitu tersiksa jika harus hidup seperti ini. Ia harus terus berbohong, jika ada pertanyaan tak terduga dari sahabatnya.

But, dia harus apa dan bagaimana?

"Ohya? Kasian banget, gue turut sedih. Emangnya alamat rumah tante lo dimana? Gue mau jengukin."

Reni diam, sungguh dia tak tau lagi harus ngomong apa. Dia sungguh tidak bisa jika harus terus-terusan di desak seperti ini.

"Hei kenapa diam? Ada masalah? Coba cerita!" Ujarnya, namun Reni masih diam dengan mata berkaca-kaca.

"Reni, ada sesuatu yang lo tutupin? Cerita aja, jujur ajah! Gue siap denger kok." Lanjutnya, namun bukannya menjawab Reni malah memeluk sahabatnya itu dengan air mata yang telah menetes.

"Kamu memang siap untuk mendengarkan, tapi apakah kamu siap nerima kenyataan jika aku mengatakannya?" Batinnya perih.

Nanda membalas pelukan sahabatnya, "Reni? Kok nangis? Maaf kalo pertanyaan gue buat lo nangis. Gapapa kalo lo gak mau datang nemenin gue, tapi please jangan nangis ya!" Nanda juga merasa bersalah melihat sahabatnya menangis.

Diam dan sesenggukan. Hanya itu yang bisa Ia lakukan dalam dekapan sahabatnya. Sudah banyak hal yang Ia sembunyikan dari sahabatnya. Sudah berulang kali Ia berbohong dan membohongi sahabatnya.

Cukup! Ia tak kuat lagi, tapi pertanyaannya dia harus apa? Apa Ia harus jujur yang sejujurnya?

Tapi, jika Ia jujur hatinya memang akan lega namun, hati sahabatnya yang akan terluka setelahnya. Sahabatnya yang akan nangis, dan Reni tidak bisa menjamin jika Nanda masih ingin bersahabat dengannya, jika Ia mengetahui kebenarannya.

Jujur atau pendam? Sungguh dua pilihan yang sulit untuknya. Lain sisi, jika jujur harus mempertaruhkan hati dan melukai perasaan sahabatnya. Disisi lain, jika Ia terus menerus memendam, dirinya yang harus menanggung beban ini.

Sungguh Ia begitu gusar sekarang.

Reni menghapus air matanya, lalu melepaskan pelukannya. Kemudian Ia beranjak pergi yang membuat Nanda bingung.

"Reni, mau kemana?"

"Toilet."

Didalam toilet, Reni terus saja membasuh mukanya dengan air di wastafel. Untung saja, tidak ada orang di sana. Jadinya Ia bebas untuk meluapkan kegusarannya.

"Reni capek ya Allah. Capek banget!! Apalagi Reni harus terus-terusan berbohong sama Nanda." Monolog-nya didepan cermin.

Air matanya kini tak bisa Ia bendung lagi. "Kenapa harus aku yang ada diposisi ini ya Allah? Ini posisi yang sulit, dilain sisi suami disisi lain sahabat. Kenapa harus aku ya Allah?"

"Because I love you." Ujar seseorang.

TBC

Sesekali ceritanya di gantung walaupun gak ada yang nunggu:'')

Altruistic✓Where stories live. Discover now