39| Falling in love?

416 20 2
                                    

Jika rencana A tidak berhasil,
25 abjad lainnya masih nganggur.
_____

"Reni gak mau maafin aku, Pa." Ujar Bian pada Harun yang masih berada di rumah sakit.

"Siapa suruh kamu usir dia? Pokoknya Papa gak mau tau, bagaimanapun caranya menantu Papa harus pulang. Kalo sampai kamu tidak berhasil bawa dia pulang, jangan harap kamu bisa temui papa lagi."

Ancaman Harun itu, membuat semua yang berada di sana terkejut terutama Bian. Segitu sayangnya Harun kepada menantunya, sampai-sampai ancaman kepada anaknya gak main-main.

Tak membalas sepatah kata sedikitpun, Bian langsung melenggang pergi keluar dari ruangan VVIP itu. Nanda, Alam dan Rio yang setia disaat temannya lagi kesusahan, mengikuti Bian keluar.

Fyi, orangtua Bian sudah memaafkan Nanda, karena Nanda sudah memutuskan hubungan dengan anaknya.

"Emangnya Reni benar gak mau maafin lo?" Tanya Rio penasaran.

Tak menjawab. Namun diamnya itu membuat Alam, Rio dan Nanda saling bertatapan, segitu kecewanya Reni ke Bian? Sampai gak mau kasih Bian maaf.

"Sabar ya, kita bertiga bakal bantuin lo buat baikan sama Reni." Alam memegang pundak sahabatnya itu.

"Dia gak mau kasih gue kesempatan." Tuturnya, setelah beberapa saat diam.

"Maka lo yang harus ciptakan kesempatan itu."

Bian mengkerutkan keningnya tak mengerti dengan maksud Rio, dan memasang wajah seolah menanyakan, 'caranya gimana?'.

"Boleh tuh. Tapi pertanyaannya, lo udah cinta gak sama dia?" Sahut Alam.

Ia menggeleng. "Gue gak tau."

"Gimana sih, perasaan sendiri gak tau." Nanda yang notabennya mantan Bian juga tak ingin kalah untuk menimbulkan rasa cinta Bian kepada istrinya.

Bian menggosok rambutnya frustasi.

"Gue benar-benar gak tau perasaan gue ke dia. Tapi," Ia menjeda ucapannya.

Apakah Ia harus mengatakan semua kepada teman-temannya?

"Tapi apa? Weh kalo ngomong itu yang jelas."

"Tapi akhir-akhir ini, wajah dia terbayang-bayang di fikiran gue. Orangnya memang gak ada tapi, wajahnya ada dimana-mana." Ujarnya cepat.

"Bhahahaha." Bukannya serius, tawa ketiganya malah pecah hingga terbahak-bahak.

"Ada yang lucu?"

"Itu namanya lo jatuh cinta sama dia, markonah. Kayak gak pernah jatuh cinta aja lo."

Emang iya? Apa yang di katakan Alam itu benar?

"Muka lo bingung amat, Bian? Lo tau sendirikan, orang yang jatuh cinta itu kayak orang sarap, ada aja hal aneh di luar nalar tapi mampu bikin jantung copot dan hati berbunga-bunga. Hahaha," ujar Rio lanjut tertawa.

Sotoy banget lu, Rio. Kayak pernah jatuh cinta aja. Xixixi

"Cie, cie, prit-prit." Goda Alam dengan kreasi suara dari lidahnya.

"Haha, sepertinya bentar lagi gue punya ponakan nih." Tambah Nanda.

"Ponakan gue juga," sahut Rio.

"Iya, kan ponakannya selusin. Jadi bebas deh main sama kita bertiga." Alam sangat bahagia menggoda Bian yang nampak kesal.

"Nyesel gue kasih tau mereka." Batin Bian menggerutu.

Temen gak ada akhlak semua, njirr.

"Mau kemana lo?" Tanya Rio saat melihat Nanda beranjak pergi.

"Jika rencana A tidak berhasil, 25 abjad lainnya masih nganggur."

Ketiganya bingung dengan maksud perkataan Nanda.

Mengerti dengan wajah bingung Alam, Bian dan Rio, Nanda sedikit tertawa.

"Gue mau ke rumah Reni, bujuk dia pulang. Atau paling tidak, beri dia pencerahanlah."

"Gue udah coba tadi, tapi dia gak mau."

"Gue kan bukan lo." Timpal Nanda pedas. "Oke, bye!"

Dasar keras kepala.

Gak Reni gak Nanda, dua sahabat yang sama-sama keras kepala.

°°°°°°

"Lo bisa menutup mata, atas apa yang tidak ingin lo liat. Tapi lo gak bisa menutup hati atas apa yang tak ingin lo rasakan." Ujar Nanda.

Sudah banyak kalimat yang dia lontarkan.

Kini kuping Reni panas,mendengar saran-saran dari sahabatnya yang menurutnya intinya sama saja. Yaitu, Give your husband a chance!

"Sudah cukup Nanda! Kenapa sekarang kamu beralih bela Bian?"

"Yah karena gue udah berhasil liat cinta dimatanya untuk lo."

Reni sedikit tertegun. Emang Iya?

"Kenapa? Lo berhak kecewa atas sikapnya, tapi lo gak bisa menampik dari mata lo yang juga merindukannya."

"Nanda, please. Ak-aku, mau melupakan dia." Tuturnya.

"Iya, mulut lo memang bilang mau lupakan dia. Tapi disini-," Nanda menunjuk dada Reni yang menafsirkan hati. "Disini mengatakan, dia masih jadi orang yang paling lo inginkan." Lanjutnya, selayaknya cenayang.

Diam. Itulah yang dilakukan Reni sekarang. Mau buat apalagi? Semua yang dikatakan Nanda benar adanya.

Walau dia berhasil membohongi seluruh dunia, dia tidak bisa berbohong sedikitpun pada sahabatnya itu.

"Kenapa diam? Gue bener 'kan?"

Tak mendapat balasan, Nanda berdiri dari duduknya. "Sebaiknya lo kasih Bian satu kesempatan. Karena gue yakin, dia sudah berubah."

Nanda menepuk pundak Reni sekali. Kemudian pergi dari kamar Reni.

Reni lega, akhirnya Ia terbebas dari topik pembicaraan ini.

"Apa aku harus kasih Bian kesempatan? Tapi, dari cara dia memperlakukanku membuat aku berat memberinya."

"Lo bisa menutup mata, atas apa yang tidak ingin lo liat. Tapi lo gak bisa menutup hati atas apa yang tak ingin lo rasakan."

Ia terus saja mengingat perkataan sahabatnya. Kalimat Nanda ini terbayang-bayang di otak dan fikirannya.

Reni menghela nafas kasar. "Okay, one chance. Just one chance, first and last." Ujarnya, kemudian mengetikkan pesan di ponselnya.

Entah siapa yang dia kirimkan message itu. Namun sepertinya Reni sudah yakin dengan keputusan akhirnya ini.

TBC

Vote!!

Altruistic✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang